"Gini aja deh, kamu lebih percaya sama aku atau Chelsea? Kalo kamu gak percaya sama aku ya buat apa cinta kita? Fondasi cinta tuh kepercayaan, Vin!" teriak Muthia dipinggir lapangan basket sekolah. Suaranya menggema luas mengingat lapangan basket yg tertutup dengan rapat.
Muthia menahan tawa melihat kearah Davin dengan tatapan tak percaya. Davin dibuatnya bingung siapa yg harus ia percayai? Chelsea kah? Pacarnya kah?
Davin berusaha menyelami hatinya dan berupaya mempercayai sahabatnya, mengingat bukti kuat yg diberikan. Namun instingnya berkata lain, seharusnya dia lebih percaya kepada pacarnya.
"Tapi dia punya bukti, Mut! Dia punya foto waktu kamu jalan berdua sama si Bintang itu!" balas Davin dengan penuh penekanan. Matanya tajam melekat ke mata Muthia, berusaha mencari kebenaran disana.
"It was just a picture, Vin!! Seseorang bisa buat itu dan mengada-ngada! Apalagi yg mau kamu konfirmasi dari aku Vin? Tanya aja sekarang biar kamu puas!! Tanya sebanyak yg kamu mau tau dari aku."
Emosi Muthia membuncah naik ke kepala, Davin pun ikut memuncak. Tapi sebagai lelaki, ia ingat untuk tidak membentak seorang perempuan yg ada di depannya sekarang. Ia hanya ada dua pilihan sekarang. Melanjuti pertengkaran, atau melupakan dan mengabaikan masalah ini.
"Sekali lagi aku tanya kamu, bener kamu gak ada hubungan apa-apa sama Bintang?" Tanya Davin menatap dalam kearah Muthia.
"Ya nggak ada apa-apa. We're just friend"
Setelah memeluk dan meminta maaf atas emosinya kepada Muthia, Davin berjalan keluar lapangan dan menuju kantin. Ia membeli sebotol air dingin dan menegak habis isinya sambil berjalan ke kelas.
Matanya menatap Chelsea tak percaya, 'lo mau ngerusak hubungan gue sama Muthia?' Pikirnya dalam hati.
Lagi-lagi Chelsea dibuat gagal paham olehnya. Ia merasa heran dengan tatapan yg dilempar Davin kearahnya, begitu intens, terasa menekan.
Baru saja mau menghampirinya, tangan Chelsea ditahan Rama, membuat ia kembali terduduk di tempat.
"Disini aja, mungkin Davin lagi gak mau ngomong sama lo. Ngerasain tatapannya kan? Dia aja sekarang buang muka sama lo." Jelas Rama yg ingin mengajak Chelsea bernalar.
"Gue yakin Ram, Muthia pasti muter-balikin fakta. Dan pasti ada salah paham, sampe Davin natap gue segitunya."
"Yaudah, pokoknya kalo mau ngomong sama Davin ya tunggu emosinya reda. Kalo nggak, lo bisa disakitin sama dia. Paham?"
"Iya paham kok. Thanks Ram."
______________
Davin duduk di balkon dengan gitar yg ada di pangkuannya. Walaupun gak sejago permainan piano-nya, setidaknya dia lumayan lancar bermain alat musik petik itu.
"Kita adalah sepasang sepatu
Selalu bersama, tak bisa bersatuKita mati bagai tak berjiwa, bergerak karena kaki manusia
Aku sang sepatu kanan, kamu sang sepatu kiri.
Ku senang bila diajak berlari kencang, tapi aku takut kamu kelelahan
Ku tak masalah bila terkena hujan, tapi aku takut kamu kedinginan.
Kita sadar ingin bersama
Tapi tak bisa apa-apaTerasa dekat bila kita berdua
Terasa sedih bila kita di rak berbedaDi dekatmu kotak bagai nirwana
Tapi saling sentuh pun kita tak berdaya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Sewindu...
TeenfikceCinta pada sahabat memang gila! Tapi realitas membuat cinta ini nyata dihadapan banyak orang. Juga mematahkan hati korbannya. Korbannya? Apa aku salah satu korbannya? Tunggu. Aku cinta sahabatku? Maka aku harus bersiap-siap mematahkan hati ku sendir...