Bab 46 - Time

150 17 1
                                    

Sabtu depan adalah hari pembagian rapot semester 1. Ini artinya ujian nasional sudah dekat. Aku harus giat belajar.

"Mana? Udah Jum'at nih. Sabtu depan semester satu kelar dan lo masih belom ngomong. Gimana si." Protes Kiran yg selalu buat ku pusing. Bagaimana tidak? Dia selalu bertanya setiap waktu padaku apakah aku telah bicara jujur dengan Davin.

"Waktu itu uang Chels. Berharga tau gak? Kalo lo undur terus ya kapan jadinya?"

"Gak usah ngegas lo. Pusing gue Ki." Aku memijat pelipisku

"Rama line gue.." aku langsung menengok kearahnya, menunggu cerita lanjutannya

"Dia tanya harus ngeluarin reaksi apa ke lo. Dia bingung kalo ketemu lo. Pengen akrab lagi kayak dulu, tapi dia tau hal yg kemari gak bakal bisa diulang lagi."

'Trus? Apalagi?" tanyaku kepo

"Ya gitu doang. Gue juga gak tau kenapa tiba-tiba dia nanya gitu."

"Oke. Gak boongin gue lo? Kok tumben gak ngasih liat chatnya?" Aku menyipit, membaca gerak-gerik Kiran apakah ia bohong atau tidak. Namun nihil, dia terlihat santai

"Yaelah.. lo serius mau liat? Ambil noh hape gue di tas." Aku mengangguk percaya.

"Ki, titipan lo." Rama ada disebelah Kiran, memberinya burger mini.

"Thanks Rama." Rama tersenyum tanpa melirik kearahku. Sedikit pun tidak. Aku agak tidak terima diabaikan begitu saja.

'Satu.. dua.. tiga.. empat.. lima' aku menghitung dalam hati, memahan emosiku yg labil. Jika tak ditahan, bisa-bisa aku mengatakan yg tidak tidak.

"Kapan lo nitip?" tanyaku bete

"Cemburu ya?" Kiran terkikik jahil. Aku berpikir, pasti ada hubungannya dengan chat anrara Kiran dan Rama

"Lo bikin rencana apa sama Rama?" Aku menyipit menyelidik

"Ada deh. Tadi gue suruh cek line gue sama Rama, lo gak mau."

Aku menengok kearah Rama, Rama sedang memperhatikanku dan tersenyum lalu berbalik. Apa maksudnya? Buru-buru aku ambil hp Kiranti. Kumasukkan password dan gagal. Sial. Dia mengganti kata passwordnya

"Gak bisa?"

"Ki! Serius gue!! Lo mau mainin gue ya?" Tuduhku gusar sambil merampas burgernya

"Lo mau tau? Sini gue bisikkin."
Aku mendekat

"Misi gue adalah ngebuat lo cembokur." *baca: cemburu

"Hah? Gila lo ya?!" Responku sebal

"Iya. Ide gue sih. Rama juga gak tau. Dan begonya gue bocorin misi gue sendiri ke lo. Sialan lo emang." Kata Kiran cuek

"Ki, stop. Gue gak mau kayak gini-gini. Jangan lagi ngelakuin yg aneh-aneh." Ancamku

"Tapi tadi lo cembokur gak?"
Matanya menatapku dalam, ingin mencari tau kebenaran. Aku langsung melihat kearah lain

"Diiiihh cemburu ya???" Dia menggoda ku.

"Ki diem deh ah..."

"Komuk lo tuh merah. Nih liat pake kaca gue."

Mau tak mau kuambil kaca Kiran perlahan, ternyata muka ku memerah. Ada apa ini? Kenapa aku jadi salah tingkah?

"Ki janji jangan bahas ini lagi. Sekarang lo pikirin dan bantu gue gimana caranya gue bisa ngobrol berdua sama Davin secara pacarnya itu nempel terus." Kataku lemas

"Iye janji. Nih, pas ntar lo bakil skulah kan pulang ya. Lo tanya ke Davin kalo udah di rumah. Lo tanya dia ada hari kosong gak seminggu ini. Kalo ada ya lo tinggal buat janji. Dan jangan lupa bilang kalo lo mau ngomong cuma berdua, jadi suruh dia jangan bawa siapapun termasuk bocah itu. Paham?"

"Oke." Aku mengangguk cepat

"Heran gue.. udah master percintaan gini tapi masih aja jomblo." Katanya sedih

"Bukannya sama Adit lo?" Tanyaku mulai kepo

"Udah kelar. Dia gantugin gue terus kek jemuran. Kayak tai emang itu cowok."

Aku tertawa atas penderitaanya.
-------------------------

Sampai di kamar, aku membersihkan diriku. Membantu mama cuci piring, memasak. Makan malam. Aku kembali ke kamar setelahnya.

Ku ambil telepon genggamku yg ada di meja belajar, segera ku telepon Davin. Teleponnya sibuk. Apa dia lagi telponan sama si pacarnya itu?!

Aku berjalan keluar balkon, mengetuk pintu balkon tetanggaku. Ia keluar sambil tersenyum, tangan kirinya memegang telepon yg didekatkan ke telinga. Sial! Aku benar-benar kalah telak dari bocah itu. Chelsea benar-benar payah!

"Gue mau ngomong." Kataku setengah berbisik. Gugup mulai menghampiri, punggung ku mulai berkeringat.

"Okay, nanti aku telepon lagi Di. Bentar yap." Ia menutup teleponnya, menatap padaku seakan bertanya 'ada apa?'

"Ng.. gue mau tanya." Kata ku mulai panik sendiri

"Yaudah tanya aja. Kenapa?"

"Lo.. lo ada hari kosong gak? Gu.. gue mau ngomong serius. Ini penting."

Kuperhatikan ekspresinya. Ia terlihat sedang berpikir.

"Aneh sih, padahal lo tinggal ngomong. Tapi... Rabu deh. Gimana? Cafè deket sekolah aja. Tapi gak bisa bareng loh. Lo tau kan gue ada cewek?" Tanyanya sambil menaik-turunkan alis

"Gausah gitu. Jelek ekspresi lo." Ejek ku kesal

"Yaudah jadi gak nih?"

"Oke. Rabu pulang sekolah. Dan gue cuma mau ngobrol berdua. Berdua doang ya." Tekanku

"Ck iya. Udah sono ah balik!" Aku diusir. Oke. Dengan muka masam aku kembali ke kamar. Ku bersender di balik pintu, merosot ke bawah. Tangan kanan dan kiri ku memegang dimana letak jantung ku berada.

Kenapa detaknya cepat sekali? Aku benar-benar gugup tadi!

Kaki ku berlari dan mengambil smartphone diatas kasur. Aku tengkurap.

"Holaaa Kiran disini." Sahutnya di sambungan telepon

"Ki, lagi apa lo?" tanyaku sambil tersenyum senang

"Lagi apa ya? Nerima telepon lo. Kenapa lo? Dari nada lo aja gue udah tau lo lagi senyum bahagia."

"Betul." Kataku senang

"Pasti lo berhasil ngomong sama Davin ya?"

"Kok lo tau? Cepet banget nebaknya." Ucapku dengan raut datar

"Ya lo mah bisa seneng banget kayak gini cuma ada dua alesan. Kalo gak makan enak ya Davin." Kami tertawa. Dia mau meledek rupanya

"Seneng gue akhirnya bisa ngobrol berdua. Kapan lagi kan?" Kata ku

"Eh tunggu, jangan seneng dulu lo! Inget kalo lo tuh mau ungkapin perasaan lo. Jangan sampe gagal dan jangan kaget dengan reaksi dia." Jelas Kiran yg membuat moodku langsung turun drastis

"Elah lo gak bisa biarinin gue seneng dikit apa? Pake di ingetin terus." Aku cemberut

"Ya itu realitas, my bestie. Inget ya jangan nangis hahahaha" dia menertawaiku

"Kiranti nyebelin." Aku merenggut dan mematikan telepon.

Aku rebahan dan menatap langit-langit kamar. Otak ku mulai memutar, membayangkan reaksi apa yg akan Davin keluarkan. Aku mulai gelisah, mengulet kesana kemari. Dalam hati, aku mulai merutukki kenapa aku harus jatuh cinta untuk pertama kalinya sama laki-laki yg jelas gak akan melirik ku sedikit untuk jadi calon pacarnya.

Tak usah melirik, terlintas di otak udangnya itu saja bahkan tidak pernah. Ia selalu berpikir bahwa aku adalah adiknya yg mungil dan harus dilindungi, dimanja. Padahal jelas sekali aku sekarang sudah beranjak dewasa. Apa dia tak melihat itu?!

Aku hanya bisa pasrah menunggu hari Rabu itu datang.

___________________

Part 46 MASIH di dedikasikan kepada para Readers yg masih setia untuk baca cerita ini. Terima kasih gais karena tanpa kalian cerita ini bukan apa-apa.

Sekali lagi, JANGAN LUPA VOTE! TRIMS.

#INDONESIAMEMBACA
~shyerenmgtha

Sewindu...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang