Bab 1 - Mengejar Angin

2.1K 61 4
                                    

Sudah hampir sewindu aku bersamamu.

Hampir sewindu aku menatap wajahmu.

Hampir sewindu kita sering menghabiskan waktu bersama.

Hampir sewindu aku melihat dan mendengar tawa candamu.

Dan hampir sewindu aku memendam rasa ini.

Ya, perasaan suka dan cinta yg bertumbuh dalam diriku, untukmu, tanpa aku sadari.

Namun, semua orang menyudutkanku sebagai perempuan bodoh.

Mereka bilang, aku bodoh telah mencintaimu. Aku bodoh telah menggantungkan hati ini padamu. Aku bodoh telah jatuh cinta kepadamu.

Ya, ini realitanya. Mereka benar.

Aku memang bodoh telah jatuh cinta kepadamu. Ya, aku jatuh.

Jatuh sejatuh-jatuhnya dalam luka yg paling dalam.

Jatuh sampai aku tidak punya tenaga lagi untuk bangkit berdiri.

Jatuh sampai aku merasa hancur berkeping-keping menjadi abu dan debu.

Jatuh terpuruk saat kau bilang "Gue Cinta Dia."

Bodoh. Tolol. Runtuh. Hancur. Sakit.

Lima kata ini seolah nyata terasa di dalam hati. Bukan. Bukan seolah. Tapi ini memang terjadi. Harapanku pupus. Aku tersadar bahwa perasaan ini hanya berjalan sendiri, tak ada yg menemani.

Aku seperti mengejar angin.

Ku pikir, aku bisa menangkapnya secara utuh. Menggenggamnya erat. Namun naas, aku tersadar bahwa itu tidaklah mungkin. Itu sia-sia.

Ku pikir, aku bisa 'menangkap hatimu secara utuh.' Menggenggamnya erat. Namun sama, itu semua sia-sia. Semua yg ku perjuangkan sia-sia. Semuanya hanya omong kosong!

Sama seperti mengejar angin.

Sewindu...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang