Bab 31 - Tanpa Persetujuan

298 26 1
                                    

Rama mengutak-atik ponselnya. Jari jempol kanannya menekan ke layar datar smartphonenya untuk memilih menu Photos.

Rama bukan tipe lelaki yg suka mengabadikan suatu momen, entah untuk pribadi, keluarga, atau bahkan teman. Tapi, mengabadikan momen bersama Chelsea?

Tentu, itu bukan hal yg buruk untuk dilakukan bukan?

Rama dengan senang hati akan menghabiskan seluruh memori sd cardnya hanya untuk mengambil momen kebersamaannya dengan Chelsea lewat kamera ponselnya.

Bibirnya tertarik keatas, membentuk suatu senyum simpul yg manis karena kehadiran lesung pipi yg diperolehnya dari sang ayah.

Tangannya bergerak untuk memperbesar foto Chelsea, bergeser dari matanya, lalu hidungnya, dan turun ke bibirnya.

Rama juga bukan tipe pria yg suka membayangkan hal yg tidak-tidak ketika melihat foto perempuan yg ia anggap cantik. Namun ketika ia melihat foto Chelsea, ia jadi selalu bersyukur kepada sang Pencipta karena telah menciptakan seorang wanita yg begitu mempesona dan menawan di matanya.

Jangan sarkastik! Tapi, ini fakta ketika pria lagi jatuh cinta! Kalian pikir cuma kaum hawa saja yg akan berbunga-bunga ketika melihat si dia? Kaum kami, kaum adam, juga merasakan hal yg sama!

Debaran jantung akan kentara menggebu di dalam sana.

Dunia ini bagai hanya kami yg punya.

Hati ini akan menjalar hangat ketika mengingatnya.

Sepasang mata akan melirik-lirik ke arah dia untuk memuji dalam hati. Dan masih banyak lagi!

Jempolnya menekan menu back dan memilih menu videos. Gak banyak rekaman yg bisa ia peroleh mengingat Chelsea yg sadar akan jika Rama sedang merekam aksinya, maka jempolnya kembali menyentuh menu back dan membuka menu recording. Terdapat 10 rekaman suara di menu itu.

Satu per satu ia mendengarkan lewat sepasang earphone berwarna biru miliknya. Tawanya, curhatnya, dan semua suara Chelsea ia dengarkan baik-baik dengan senyum mengembang di wajahnya. Terpaan angin berhembus lembut di udara, mengacak tatanan rambut yg rapih milik Rama, dan mendorong senyumnya untuk lebih lebar.

Dalam hitungan detik senyum Rama hilang ketika mendengar rekaman yg terakhir. Datar sedatar-datarnya. Angin berhenti menghembus, mendatangkan petir yg dahsyat. Rama mendongak kearah langit. Awan gelap sudah diatas rumah, suasana mulai mencekam. Ia memutuskan masuk ke kamarnya.

"Rekaman ini kan......." Suara Rama terpotong karena sibuk berpikir. Mengapa ia baru ingat akan rekaman ini? Apa ia perlu memberitahu Chelsea? Atau ia simpan saja sendiri? Atau ia perlu menghapusnya agar rekaman itu tak menimbulkan masalah? Atau ia langsung saja memberitahukan rekaman itu ke Davin?

Ia merebahkan tubuhnya diatas kasur dan memejamkan matanya.

"Urusan perasaan gue aja belom kelar, Ini lagi rekaman masalah perasaan orang lain."

_______________

Chelsea termenung di dalam kamar, menatap awan yg gelap dari jendela. Matanya melamun menatap ke atas sana. Ia sedikit melamun. Ya.. sedikit

Jika boleh jujur, ia ingin memenangkan argumennya untuk memojokkan posisi Muthia. Ia ingin Davin marah-marah karena Muthia ada 'main' dengan yg lain. Ia ingin Davin kecewa terhadap Muthia. Ia ingin hubungan mereka pupus. Ia ingin egonya menang. Ingin sekali.

Tapi Chelsea masih memiliki hati. Ia sepaham dengan Muthia karena mereka sama-sama perempuan.

Ia jadi ikut galau bersama awan hitam yg sedang bergelut melawan matahari, sang sumber penerang utama bumi, yg enggan untuk mengalah.

Sewindu...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang