Bab 49 - Gelisah

147 18 1
                                    

Davin menutup pintu balkonnya kasar, tak perduli barang-barangnya yg ada di depan pintu. Ia kesal entah mengapa.

Ia merasa... ditinggalkan?

Davin mencari smartphonenya disela bantal, berusaha mencari nama Chelsea. Baru saja ia ingin menelepon, ia tersadar bahwa mereka sedang bermarahan. Lantas Davin membanting smartphonenya ke kasur. Benda itu berdering. Davin kembali mengangkat

"Halo kak Vin? Jadi gak? Jalan jam 11 kan?"

Davin menjauhkan telepon genggamnya, Dian. Pacarnya.

"Oh iya iya. Ini masih jam 10 kan?" Ia melirik jam dinding

"Iya. Baru bangun kak?" tanya Dian takut mengganggu jam tidur pacarnya

"Ng..nggak sih. Udah daritadi, lagi sibuk beresin kamar aja." Davin kembali membuka pintu balkonnya dan membawa barang-barang kiriman Chelsea kedalam. Ia merobek post yg tertempel dan membacanya.

"Berharap baikkan lagi?" tanya Davin pada dirinya tanpa sadar ia sedang berbicara di telepon

"Baikkan apanya kak? Aku lagi muji kakak loh karena rajin beresin kamar." Dian tertawa, biasanya ini membuat Davin senang. Tapi tidak kali ini, semua jadi biasa saja.

"Nggak kok, aku nemu novel gitu tadi hehe. Gak penting. Tapi makasih pujiannya. Udah dulu ya, sampe ketemu nanti." Davin memutuskan sambungan teleponnya tanpa sempat mendengar Dian membalas

'Dia beneran balikkin semua barang gue? Segampang itu?'

Davin terduduk di lantai, menghadap kearah tumpukan barang yg pernah Chelsea curi. Ada sebagian dirinya yg menolak, tidak ingin barang yg Chelsea curi lalu dikembalikan.

Ia ingin Chelsea menyimpannya karena Davin tau beberapa barangnya menjadi kesukaan sahabatnya itu. Rautan berbentuk Pooh contohnya.

Hatinya seakan menolak semua ini, membuatnya seakan merasa bersalah karena telah memulai pertengkaran. Seperti... ada yg hilang entah apa itu.

Davin kesal, tidak dapat menemukan sesuatu yg hilang itu. Ia segera bergegas mandi.

------------------
davinPOV

Gue melesat kerumah Dian. Sepanjang perjalanan yg gue inget hanya kejadian dimana Rama naik motor sama Chelsea. Gue gak tau kenapa, tapi jujur aja gue kesel.

Pasti mereka sekarang lagi jalan-jalan dan seneng-seneng juga. Dufan. Iya Dufan!

Tadi gue sempet denger Chelsea ngomong Dufan. Apa gue harus ke Dufan?

Setelah Dian masuk mobil, gue langsung nanya

"Di, gimana kalo kita ke Dufan?" Tanya gue semangat

"Dufan? Sekarang kak?"

"Yuk! Pasti seru." Gue agak memaksa

"Nggak ah. Panas tau kak, gosong nanti." Gue mendengus kesal, Dian ternyata beda dari Chelsea. Dian gak suka panas-panasan.

"Yaudah ke mall jadinya ya?"

"Sip! Nanti kakak aku traktir es krim, bebas mau yg mana. Kakak paling suka rasa apa?" Dian bertanya dan menunggu jawaban gue

"Emh.. apa ya? Matcha?"

"Ohh.. pahit kan. Gak enak tau."

"Chelsea juga suka matcha."
Tunggu, gue salah ngomong. Iya! Gue salah ngomong.

"Emh.. Dian suka rasa apa?" Tanya gue mengalihkan

"Dian suka coklat. Suka banget malah."

Oke, gue akuin gue terus kepikiran Chelsea. Apa yg dia lakukan sekarang? Di wahana apa mereka sekarang? argh!!
Setiap kali gue ngobrol sama Dian, Chelsea selalu ada dalam cerita gue. Dan gue tau Dian mulai gak nyaman, seakan gue sedang membandingkan dia sama Chelsea.

Sewindu...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang