Bab 47 - The Day.

147 13 0
                                    

Chelsea menatap ke cermin di toilet sekolahnya. Tangannya bergerak membetulkan letak rambutnya.

'Coba tadi gak ada apèl! Kalo nggak ada kan muka ku gak akan kusem gini?!' Omelnya dalam hati

Hari pengambilan rapot semester pertama dikelas dua belas sudah di depan mata. Hari itu adalah hari penting untuk mengetahui apakah nilainya sudah memuaskan atau belum. Tapi baginya, yg terpenting adalah hari ini. Hari Rabu. Hari janjiannya dengan Davin.

'Aku harus mulai darimana ya?' Batinnya panik. Ia tak pernah akan berbicara se serius ini sama Davin. Biasanya obrolan mereka tak penting dan tak berbobot. Tapi ini beda! Ini sangat penting dan berbobot.

"Udah siap lo?" Kiran keluar dari bilik toilet dengan senyum miring, berupaya membuat sahabatnya itu tambah nervous.

"Ki gue harus ngomong apa ya awalnya? Gue bener-bener buta kalimat!" Chelsea memegang kepalanya, pusing.

"Basa-basi aja dulu. 'Gimana Vin? Sehat?' Atau 'lo sama Dian gimana? Cocok gak? Makin asik atau gimana? Cerita kek' dan semacamnya. Lo kan biasanya pinter cari bahan obrolan." Jawab Kiran sambil mencuci tangannya

"Ki ini beda! Gue bahkan gak tau ini hari terbaik atau terburuk buat gue." Chelsea mendesah pasrah

"Pokoknya meding lo nyusul sekarang ke cafè. Kalo terjadi seauatu, buruan telepon gue. Oke?"

"Emang kalo gue kenapa-napa terus nelpon lo, lo mau kesini?" tanya Chelsea

"Nggak."

"Sial lo. Nipu gue aja terus." Respon Chelsea kesal dan mencebik, masih berkaca. Kiran balas dengan cengiran jahilnya

"Gue sohib lo Chels. Gue pasti dateng buat lo. Santai aja."

Akhirnya Kiran pamit dan Chelsea berjalan menuju cafè tempat janjiannya. Ia bisa melihat motor balap Davin yg sudah terparkir rapih. Chelsea menelan ludah susah payah. Dirinya mulai panik, takut gugup dan gagal untuk bicara jujur. Ia takut lidahnya kelu, omongannya jadi berputar-putar. Atau yg lebih parahnya lagi ia tidak jadi mengatakan apa yg seharusnya ia katakan.

Pintu masuk cafè hanya berjarak dua setengah meter dari sudut sepatunya. Tapi Chelsea nampak mulai ragu dan agak menyesal mengapa harus bicara dengan Davin. Ia mulai berpikir yg tidak-tidak. Ia mulai berpikir reaksi negatif Davin yg mungkin akan terjadi.

Dengan cepat, ia menggelengkan kepalanya. Berusaha positif dan membuang segala keraguannya.

'Chelsea bisa! Harus bisa!' Pikirnya, berusaha menyemangati diri sendiri

Dengan langkah pelan namun pasti, ia melangkah ke dalam cafè dan mencari keberadaan Davin. Tunggu, itu Davin. Tapi kenapa ada Dian disana?!

'Astaga, Davin gimana sih?! Budeg atau gimana deh?!' Dumelnya dalam hati

Ia mengumpat dalam hati. Mau tidak mau setelah menguatkan hatinya, Chelsea berjalan kearah mereka.

"Hai kak Chels!" Sapa Dian girang ke kakak kelasnya itu

"Hai Dian." Jawab Chelsea dengan senyum paksa yg mau tak mau ia berikan. Bagaimana tidak? Perempuan itu menyapanya dengan senyum hangat! Ya walaupun ada aura 'takut tersaingi' dalam dirinya.

"Bentar ya." Ucap Chelsea dan menarik pergelangan tangan Davin, menyeretnya sedikit menjauh

"Vin, kan gue bilang jangan ajak siapa-siapa! Termasuk Dian!" Katanya setengah berbisik, agak kesal dengan kebodohan orang dihadapannya ini.

"Lo kayaknya gak bilang tuh kalo Dia gak boleh ikut." Davin merespon sambil mengunyah kentang goreng yg ada dalam mulutnya

"Vin, please gue bener-bener mau ngomong serius. Dan gue gak mau Dian tau." Pinta-nya pada Davin, sahabat yg telah lama ia cintai secara diam-diam.

Sewindu...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang