Bab 53 - Bandung

106 5 3
                                    

Dari lorong ke lorong, siswa dan siswi yg memegang kertas tanda kelulusan bersorak-sorai. Sekolah penuh dengan isakan bangga dan haru. Tidak terkecuali aku yg langsung mau nangis pas berpelukan sama si Kiranti kupret ini. Rasanya seneng banget bisa lulus barengan sama dia. Dan... Davin.

"Perhatian untuk siswa siswi, dilarang untuk mencorat-coret baju seragam di area sekolah maupun diluar area sekolah. Bisa dipahami?" Ucap seorang guru lewat speaker sekolah

"PAHAM BU!!" teriak semuanya

Aku tersenyum puas dengan hasilnya, aku rasa aku siap mulai ke jenjang pendidikan yg baru. Rama datang mendekat,

"Boleh peluk?" Tanpa persetujuan, aku senyum dan melangkah maju memeluknya

"Selamat, Chels."

"Selamat juga, Ram."

"Gue nggak, Ram?" Kiran menginterupsi kami

"Ck bawel dateng. Selamat ye Kiranti." Rama memberi semangat dengan nada ngebayol
(Baca: bercanda)

"Awas lo nyet. Liatin aja gue mah."

"Jangan pake pelototan yak!"

Ya, lulus. Sekarang apa?
Aku senang tapi sedih juga karena harus berpisah dan mengakhiri masa main-main kami di sekolah. Ku dengar dari para sepupu ku yg duduk di bangku kuliah, mereka pusing sekali. Capek dengan semua tugas yg ditumpuk oleh Dosen. Atau Dosen yg jarang masuk kelas. Dosen killer yg tidak menerima tipsen (baca: titip absen). Dan harus kejar-kejaran sama nilai.

Apalagi tujuanku Universitas yg cukup mumpuni, pasti banyak sekali yg akan masuk ke sana. Persaingan akan jadi lebih ketat. Aku harus berjuang keras untuk masuk kesana.

Aku sudah memutuskan untuk mengambil Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Cukup berani kan mengingat banyak sekali yg akan masuk ke sana? Mari kita lihat nanti.

"Jadi tetep Bandung?" Rama bertanya kembali

"Iya." Jawabku mantap

"Oke. Semangat!" Tangannya mengepal di udara, berupaya menyemangatiku secara simbolis. Dia itu, Rama. Masih sama seperti dulu.

Beberapa minggu lalu kami sempat bertengkar. Katanya, aku semakin berbeda. Rama bilang aku jadi cuek. Aku tidak tau apa yg dia pikir sehingga bilang begitu kepadaku. Tapi aku merasa sama saja, gak ada yg berbeda. Cuma memang aku lebih sibuk sendiri, mempelajari materi yg akan aku hadapi untuk tes masuk Universitas. Maka itu aku jarang memainkan ponsel untuk membalas pesannya. Itu saja. Tidak ada yg berubah. Mungkin perasaannya saja. Aku tidak tau.

Untungnya kami baikkan. Dan aku jadi tidak dibuat ribet olehnya.

Dari tempatku berdiri, kulihat Davin yg bersorak sorai dengan teman-temannya. Berteriak,

'Lulus Yess!! Lulus Yess!!'

Masih tampan seperti dulu. Masih dengan sikap yg sama. Kekanakannya yg sama. Kekonyolannya yg sama. Kepribadiannya yg tidak pernah berubah. Aku masih suka dia.

Aku tau aku salah. Aku juga berusaha melupakan Davin. Tapi bagaimana aku harus move on kalau jadian saja tidak? Aku pasti gila.

--------------------------

Barang terakhir yg harus ku bawa sudah ku masukkan ke dalam bagasi mobil. Ku tutup bagasi mobil dan menepuk tangan, menghilangkan debu yg menempel.

"Udah semua?" Rama menginterupsi

"Udah." Jawabku spontan

"Jaga diri ya? Nanti aku kesana buat main." Rama tersenyum lembut kearahku, mengarahkan tangannya kearah puncak kepalaku dan mengusapnya pelan.

Sewindu...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang