Bab 29 - Bicara empat Mata

275 22 0
                                    

Aku menceritakan semua yg kulihat tentang Muthia kepada Davin. Aku menceritakan secara lengkap dan detil, tanpa ada tambahan maupun pengurangan dalam ceritaku.

Pada awalnya Davin memang tidak percaya kepada ceritaku ini. Tapi setelah kuberikan foto-foto yg kuambil, keraguannya mulai timbul. Keningnya berkerut, menandakan banyak hal yg sedang ia pikirkan saat ini.

"Kenapa lo ngikutin dia?" tanya Davin dengan suara dalam

"Eng..  Kan waktu itu lo cerita ke gue tentang Muthia dipeluk cowok. Ya gue ikutin dia biar tau sebenernya kenapa dia ngejauh dari lo." jawabku hampir mati kutu menatap mata Davin yg menyipit

"Tapi itu kan bukan urusan lo. Apa gak ada alesan lain selain yg lo sebutin tadi?"

Ada Vin. Aku mau buktiin kalo Muthia jauh lebih buruk dariku. Dia gak pantas buat kamu.

"Nggak ada. Ini murni karena lo sahabat gue vin. Cuma itu aja. Gue gak mau lo galau galau gak jelas tiap malem trus nabrak orang mulu pas disekolah."
Pembohong ulung, gelar itu akan menempel padaku sampai akhir hayat nanti.

Hari Minggu ini tak secerah kemarin. Langit mengikuti aura gelap yg terpancar oleh Davin.

Ia mengambil kunci motor di atas nakas dan pamit pergi. Entah dia pergi kemana, aku akan tunggu disini. Sampai dia kembali. Aku harus memastikan dia selamat sampai ke rumah.

Sepuluh menit. Dua puluh menit. Tiga puluh menit. Satu jam. Mataku masih terjaga diatas kasur Davin. Aku melangkah bangkit dan mengambil album kecil di dekat rak playstation miliknya. Album ini nampak asing dimataku.

Sempat plin-plan, apakah aku harus membukanya? Atau menaruhnya kembali? Karena rasa penasaranku sudah tak tertahankan lagi, album yg nampak asing itu kubuka. Terdapat tulisan tangan Davin di pembuka album.

"Untuk nostalgia perjalanan cinta pertama seorang Davin;)"

Begitu tulisannya. Rasa penasaranku semakin meningkat, berharap aku lah yg ia maksud. Namun seketika hatiku mencelos, foto ku tak terdapat dalam album.

Lembaran demi lembaran ku buka. Foto Muthia terpajang berderet di dalam album dengan berbagai pose. Saat ia tersenyum, saat lagi cemberut, ngambek, dan semuanya lucu.

Aku salah. Harusnya album ini ku kembalikan pada tempatnya, karena rasa penasaran ini membawa kepedihan hati tersendiri.

Sempat ku berpikir bahwa Davin ada sedikit rasa kepadaku, mengingat banyaknya ia memberikan perhatian kecil untukku. Namun nyatanya tidak. Tidak ada sama sekali.

Tanpa kutanya kepada Davin pun, apakah dia menyukaiku, jawabannya jelas. Dia tidak menyukaiku karena cinta pertamanya telah jatuh kepada Muthia.

Dengan langkah lemas, album ini kutaruh kembali di tempat semula. Kembali menuju kamar. Tidur dalam tangisan pedihnya hati.

__________________

DavinPOV

Gue bukan tipe orang yg suka makan mentah-mentah perkataan orang, terutama yg negatif. Tapi ini tentang Muthia, pacar gue. Dan yg ngelapor adalah sahabat gue sendiri, Chelsea.

Walau dia sahabat gue dalam delapan tahun terakhir ini, gue tetep harus ngebuktiin perkataannya, mengingat dia pernah ada masalah sama Muthia. Gue takut aja ini cuma fitnah.

Dengan langkah lebar gue turun dari motor dan masuk kedalam pekarangan rumah Muthia.

'Tok.. Tok.. Tok..'
Gak lama kemudian, pintu terbuka.

"Pagi tante. Muthia ada?"

"Ohh Muthia lagi pergi, Davin. Ada apa?" gue melirik jam. Pukul 9 udah pergi? Kemana? Kenapa gak ada kabar?

"Kalo boleh tau, dia kemana ya?"

"Tadi sih dia bilang pergi sama temen. Dijemput pake mobil. Tante gak sempet liat siapa yg nyetir, vin. Ada masalah serius?"

"Ohh gitu. Gak apa apa sih tan. Cuma mau ngomong bentar aja. Yaudah aku pamit ya, tan."

Setelah pamit, gue langsung menuju rumah. Dengan perasaan gak karuan gue banting helm dan langsung menuju ke kamar.

Ranjang bersepraikan biru laut itu terlihat berantakan. Chelsea kemana?

Gue unlock smartphone dan sesegera menelepon Chelsea. Beberapa detik berjalan, telepon tak kunjung dijawabnya. Dari kamar gue mendengar nada dering yg deket banget suaranya. Setelah menyibakan selimut, gue menemukan hpnya.

'Lah ini hpnya! Bocahnya kemana?' pikir gue

Kaki gue melangkah kearah balkon dan mengetuk pintu Chelsea. Pintu masih belum terbuka sampe gue mau ngetuk lagi tiba tiba pintu kebuka, menampilkan Chelsea yang aneh.

"Lah? Lo kenapa Chels? Kok make sarung ala ala ninja hatori?" tanya gue sambil nahan tawa.

"Gak apa-apa. Gue kedinginan. Kenapa lo ngetuk-ngetuk pintu? Gue lagi tidur sore." jawabnya parau. Karena gue curiga, gue tarik sarungnya biar bisa ngeliat mukanya.

"TUH KAN LO NANGIS! Lo kenapa? Ini kan pagi, bukan sore!" gue pegang kedua tangannya biar bisa ngeliat muka dia dengan jelas

"Nggak apa-apa elah. Ih. Gue abis nonton drama tadi makanya nangis."

"Lo serius? Tadi katanya abis bobo. Itu mata lo sampe sembab. Lo dijahatin? Bilang sama gue, biar gue yg hajar orangnya. Siapa Chels? Ngomong aja! Gue disini buat lo" kata gue meyakinkan dia

"Nggak. Udah ah sana jangan ganggu gue dulu! Sana balik."

Dengan sekuat tenaga, Chelsea berusaha dorong gue untuk keluar dari kamarnya. Mau gak mau gue pun menyerah dan memutuskan keluar dari kamar dia yg bernuansa biru, sama seperti kamar gue.

Kaki gue melangkah ke kamar dan menenggelamkan diri diatas spring bed. Gue mencoba menghubungi Muthia namun sia-sia karena gak diangkat.

Gue berusaha berpikir positif, berpikir bahwa semuanya baik-baik aja dan hubungan gue masih bisa dipertahankan tanpa adanya pihak ketiga.

Dan gue berharap, Muthia gak bener-bener 'main' dibelakang gue.

Ya, I wish.

____________________

Holaaaaaa.. Udah sebulan w pkl dan bener-bener capek banget. File numpuk udah kayak apaan tau. Just info aja, menurut gua orang Jakarta strong banget hahahaa. Ciyeee orang Jakarta yg lagi dipuji sama saya, Ariana Grande. Hehehe

VOTE jangan lupa!

-shyerenmgtha

Sewindu...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang