Bab 55 - Natural

120 12 0
                                    

Vote dulu baru baca. Oke?

ramaPOV

Walaupun putus, gue tetep komunikasi rutin dengan Chelsea. Setidaknya, dugaan gue kalo keadaan akan berubah itu gak terjadi. Gue paham Chelsea lebih nyaman temenan sama gue.

"Terus gimana si Eby?" Tanya gue menahan tawa geli

"Ram stop lah. Lo bahas dia mulu. Gue gak suka dia lagian." Jawabnya disana dengan kesal

"Eh, ngomong tuh dipikir. Nggak suka kan bisa jadi suka tau."

"Bodo amat ya. Gue mau nugas. Sana lo, jangan ganggu gue. Pusing jadinya." Kesalnya di seberang sana

"Yaudah sih, sewot banget lo. Lagi period ya?" Goda gue jahil

"Berisiiiiiikkk!!!" Teriak Chelsea di telepon yg mau gak mau buat gue ketawa abis

"Ditemenin salah. Gak ditemenin salah."

"Ya ya ya ya ya ya ya." Chelsea menjawab bosan. Gue terkekeh

"Nugas sana. Gue matiin ya?"

"Gitu kek. Siap boss!! Take care, Ram."

Sambungan telepon kami terputus. Lo tau, Chels? Hubungan kita emang berakhir. Kita bukan pasangan lagi. Tapi perjuangan gue belum berakhir. Gue akan buat lo nyaman sama gue. Tanpa lo harus kembali ke Davin. Eby. Atau siapapun itu.

Gue akan buat lo sayang sama gue senatural mungkin. Gue akan buat lo cinta sama gue senatural mungkin. Kemarin gue memang agak memaksa, tapi nggak kali ini. Gue akan ngelakuin semua ini dengan benar. Tanpa kesalahan.
---------------------
authorPOV

Davin tertunduk dalam bis kuning yg mengarah menuju gymnasium milik kampusnya. Napasnya teratur, matanya terpejam. Ia membayangkan Chelsea-nya. Ia membayangkan mata, senyum, tingkah, kelembutan, dan segala hal tentang Chelsea.

Kini ia begitu menyesal mengapa harus memarahi sahabatnya itu. Ia sadar sekarang, masalah itu bisa diatasi jika dibahas bersama. Dibahas secara terbuka.

Davin sadar, tidak ada yg bisa mengatur perasaan. Cinta datang sendirinya. Ia tak seharusnya memarahi Chelsea dan menjauhinya. Bahkan menyakiti hatinya.

Tapi, Davin tak paham mengapa ia melakukannya. Ia tak paham kenapa harus marah sehebat itu pada sahabatnya, sahabat yg mempunyai perasaan padanya. Davin juga tak paham sekarang, mengapa rindunya begitu hebat, mendesaknya untuk terus menghubungi nomor baru Chelsea yg ia curi dari ponsel Kiran.

Napasnya mulai memburu menahan emosi. Ide muncul di otaknya. Jika ingin tau tentang Chelsea, Davin rasa ia harus menemui Rama.

Ia melirik jam tangannya. Pukul 3. Davin mengurungkan niatnya untuk turun dekat halte yg menuju gymnasium. Davin harus segera ke danau, ia tau Rama akan berada disana. Rama selalu mendiskusikan materi bersama teman-temannya di dekat danau.

Saat tiba, Davin celingak-celinguk mencari keberadaan Rama. Ia mendapatkannya dalam hitungan detik.

"Ram?"

Yg dipanggil pun menoleh.
"Davin? Ada apa?" Tanya Rama baik-baik, menyembunyikan keterkejutannya.

"Boleh ngobrol bentar?" Davin bertanya tegas, menandakan tidak ingin ada tolakkan. Maka Rama meng-iyakan ajakkannya untuk ngobrol.

"Kenapa?" Rama mulai buka suara, mengisi kekosongan yg membuat ia jenuh dengan Davin

"Chelsea," Davin menjeda sebentar.
"Apa kabar?"

Rama menaikkan sebelah alisnya, disusul dengan kekehan pelan yg masih terdengar Davin.

"Masih peduli rupanya?"

Sewindu...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang