Rumah yang Selalu Menunggu
"I'm home!" seru Aurora lantang begitu menjejakkan kaki di dalam mansion megah milik keluarganya.
Bangunan bergaya abad pertengahan itu berdiri angkuh dengan pilar-pilar tinggi menjulang, jendela-jendela besar berbingkai ukiran klasik, dan dinding-dinding batu yang dihiasi lukisan kuno bernilai sejarah. Tempat itu selalu memancarkan aura elegan dan dingin sekaligus.
Suara langkah hak tinggi terdengar menuruni tangga.
"Aurora, bisa tidak kau masuk rumah tanpa berteriak seperti gadis hutan? Be a lady, darling," tegur Amanda Loredan, ibunya, yang baru saja tiba juga. Penampilannya masih segar, elegan dalam balutan mantel musim gugur berwarna gading, sisa dari acara fashion show yang baru dihadirinya.
Aurora tersenyum dan menghampiri ibunya, lalu memeluknya erat. "Halo Mama. Bagaimana fashion show Chanel musim ini? Masih sekelas dewa?"
Amanda membalas pelukan itu sambil menepuk punggung putrinya dengan lembut. "Cukup menarik. Kalau kamu mau, Mama bisa membawamu ke Dubai musim depan. Mama yakin mereka tidak akan keberatan jika putri tercantik mama turut datang."
Aurora menggeleng pelan. "Terima kasih, Ma. Tapi tidak. Mungkin Mama bisa ajak Papa saja."
Amanda tertawa pelan, penuh cemooh elegan. "Ayahmu? Dia itu pria paling sibuk sedunia, bahkan saat liburan pun pikirannya masih di ruang rapat. Kalian semua, sebenarnya. Terlalu sibuk."
Seakan disambut oleh takdir, dua pria Loredan lainnya masuk bersamaan. Dominic—ayah mereka—tampak seperti biasa: tenang, rapi, dan nyaris tidak pernah terlihat lelah. Di sampingnya, Carley dengan langkah percaya diri, baru saja menyelesaikan hari yang panjang sebagai CFO termuda dalam sejarah perusahaan keluarga mereka.
"Bagaimana pekerjaanmu hari ini, sayang?" tanya Amanda, menyambut Dominic sambil menerima jas dari bahunya dengan gerakan penuh kebiasaan yang anggun.
"Masih sama. Tidak ada yang benar-benar spesial. Dan kamu, bagaimana Milan? Kamu menikmati acaranya?" balas Dominic sembari mencium pipi istrinya.
Amanda mengangkat bahu kecil. "Not bad."
"Hai, Ma," sapa Carley sambil mencium pipi ibunya dengan cepat.
"Hai, sayang. Hari ini bagaimana? Masih seperti biasanya?" tanyanya, sudah hafal dengan ritme hidup anak sulungnya yang nyaris tak berubah.
Carley mengangguk singkat. "Seperti biasa. Tapi sekarang... bisakah kita makan malam? Aku rasa perutku sudah mulai protes ma."
Amanda mengangguk, tersenyum tipis. "Tentu saja. Ayo, kita makan."
Keluarga Loredan itu lalu bergerak ke ruang makan yang hangat, di mana cahaya lampu gantung kristal menari-nari lembut di atas meja panjang penuh hidangan mewah. Rumah itu, meski besar dan megah, masih menyisakan ruang bagi tawa, kebiasaan, dan percakapan yang menyejukkan—setidaknya untuk malam ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aurora Is Mine
RomanceAurora Kiera Loredan Wanita berparas cantik, memiliki khidupan sempurna dan juga memiliki segalanya . Harus menghadapi kenyataan pahit. Penghianatan dari calon tunanganya. Yang terpergok berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Ketika hatinya teng...