46

11.3K 556 42
                                    


"Jadi bagaimana Aurora? Kau sudah percaya pada kami?" Tanya Nicholas memandangi manik mata gadis yang teramat ia rindukan itu.

Carley dan Nicholas saling pandang. Entah apa yang ada di dalam pikiran gadis itu. Yang jelas raut wajahnya tak menunjukan apapun.

"Tapi kenapa harus Evans?" ucap Aurora akhirnya angkat bicara.

Gadis itu kini memandangi ketiga orang yang tengah berada di ruangan itu dengan tatapan putus asa.

Ia menautkan tangannya di atas paha dan terduduk lesu.

"Jika kau bertanya pada kami. Kenapa harus Evans. Tentu saja, kami tidak memiliki jawabanya. Kakak saja tidak menyangka jika yang berada di balik ini semua adalah mantan pacarmu." Ucap Carley seraya meneguk kopi hitam pekat yang ada di atas meja.

"Ini bukan prank kan?" Tanya Aurora hati-hati.

Setelah mendengar penuturan Aaurora. Semua orang yang berada di ruangan itu terkecuali Aurora pun saling pandang. Dan secara bersamaan, tawa mereka pun seketika pecah.

"Hahaha. Kita tidak sekekanakan itu sayang." Ucap Nicholas menyeka airmatanya yang keluar gara-gara tertawa.

"Lagi pula apa untungnya bagi kami Aurora? Kau kira, kita ini tak punya kerjaan. Sudah sangat jelas jika mantan pacar brengsekmu yang ada di balik ini semua. Kau kira, jika nyawaku tidak dalam bahaya. Aku akan sudi ikut denganmu ke sini. Jauh dari Carley. Jauh dari semua keluargaku. Tidak Aurora. Aku tidak sebaik itu jika ini semua hanya untuk prank. " Ucap Philippa akhirnya buka suara.

"Bisakah kau mengerti Aurora. Kau tau kan kita melakukan ini untuk kebaikanmu. Kami ingin melindungimu. Aku mungkin tidak bisa menjelaskan terlau banyak tentang Miguel padamu. Dengan kau tau identitas Miguel yang sebenarnya saja sudah membuatmu dalam bahaya. Dan aku tidak mungkin membiarkanmu tau lebih banyak dari ini." Ucap Nicholas.

"Lalu kita harus bagaimana sekarang?" Tanya Aurora.

"Pergi secepatnya adalah keputusan yang terbaik. Fakta jika Miguel sudah tau tempat ini adalah hal yang teramat sangat berbahaya. Aku akan menghubungi Julian Aksa dan Matteo Pranadipa. Mereka sahabat karib papa. Setidak-," Ujar Carley yang kemudian di ptong Nicholas.

"Untuk apa Carl? Kita tidak sedang berurusan dengan orang biasa. Kita sedang berurusan dengan Miguel. Kau sudah tau bagaimana gilanya bedebah yang satu itu. Kau tak perlu kan mengikut sertakan sahbat karib Dominic dalam masalah ini."

Nicholas mendongak memandangi carley yang saat itu tengah berdiri di dekat kursi yang pria itu tadi duduki. Sesekali Nicholas mencuri pandang pada wanita yang saat ini tengah duduk di kursi sebelahnya.

"Aku tidak akan mengikutsertakan mereka dalam masalah ini Nicholas. Aku hanya akan mengucapkan terimakasih pada mereka, karena telah menjaga adikku dan Philippa selama mereka di sini. Kenyataan jika penthouse ini milik mereka saja, sudah menjadi alasan bagiku untuk menghubungi. Ini yang di namakan tata krama Nicholas. Aku tidak harus menjelaskan masalah se sepele ini pdamu kan? Jadi diam lah! Selesaikan urusan kalian berdua. Aku tidak ingin saat kita pergi nanti suasana canggung ini masih ada. Kalian berdua paham!" ucap Carley kemudian meninggalkan Nicholas dan Aurora berdua di ruangan itu.

BEBERAPA SAAT SETELAH CARLEY PERGI DARI RUANGAN ITU.

Suasana ruangan itu cukup hening. Tak satupun di antara Nicholas dan Aurora yang mulai pembicaraan.

Mereka sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Jadi berita itu tidak benar." Ucap Aurora yang di iringi helaan napas yang cukup keras. "Haaaah."

Nicholas pun langsung menoleh begitu Aurora berbicara. Tatapan pria itu langsung menghujam manik mata Aurora yang saat itu terlihat begitu rapuh.

"Aurora. Kau tau kan jika aku mencintaimu?"

Cewek itu mengangguk pelan kemudian menunduk. "Jika kau tau kenapa kau meragukanku Aurora."

Aurora diam. "Apakah kau mencintaiku Aurora." Lagi-lagi Aurora hanya mengangguk.

"Jadi apakah rasa cintamu padaku tak cukup besar, sampai-sampai kau meragukanku?"

Aurora memandangi Nicholas sejenak. Pria ini sepertinya benar-benar marah. Pikirnya.

"Apa kau marah padaku Nicholas." Tanya aurora akhirnya buka suara. "Tidak." Ucap pria itu cukup tegas. "Memang kau salah apa. Aku tidak marah."

"Maafkan aku Nicholas."

"Apa yang harus di maafkan Aurora?"

"Entahlah." Ucap Aurora terdengar tak yakin.

"Jika kau saja tidak yakin, apa yang membuatmu minta maaf. Untuk apa kau minta maaf padaku Aurora?"

"Entahlah Nicholas. Aku hanya merasa sudah mengecewakanmu. Aku tidak seharusnya curiga padamu. Tapi aku tak mempunyai pilihan lain. Kau tau kan, aku pernah di kecewakan sebelumya. Dan gara-gara itu terkadang aku terlalu kritis untuk memikirkan hubungan ini." Ucap Aurora.

"Mungkin terkadang aku terlalu posesif dan kekanakan. Tapi aku melakukan ini semua semata-mata untuk menjaga agar aku tidak kecewa lagi.  Dan membayangkan kau berhubungan dengan wanita lain saja, sudah cukup membuat hatiku serasa di remas Hulk. Jadi Nicholas. Bisakah, jika kelak ada masalah seperti ini lagi. Kau mau membaginya padaku. Aku tak ingin menaruh curiga padamu lagi." Tambah Aurora kemudian meraih tangan Nicholas untuk ia genggam.

"Baiklah."

"Terimakasih Nicholas."

"Terimakasih untuk apa Aurora?"

"Terimakasih karena telah melindungiku. Dan terimakasih untuk kesabaranmu. Karena bagaimanapun terkadang aku merasa aku terlalu kekanakan. Meskipun aku tidak tau, alasan kenapa kau begitu mencintaiku. Tapi tetap saja terimakasih."

Ucap aurora kemudian menghambur ke dalam pelukan cowok itu.

"Cinta tak butuh alasan Aurora. Kau tak perlu berterimakasih padaku. Memang sudah kewajibanku untuk melindungimu."

"Te Amo Nicholas." Bisik Aurora tepat di telinga Nicholas.

"Ahh.. Senang mendengarnya."





HALOOOOO GUYS....

Author ingin minta maaf karena telah terlalu lama menghilang dari peradaban.

Semoga kalian tidak bosen ya nunggu cerita ini.

Maaf ya kalau chapter ini teramat sangat pendek.

Happy reading semuanya.

Aurora Is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang