Seharian Aurora di diamkan Carley. Dan entah kenapa ia merasa. Seluruh penghuni penthouse ini juga mendiamkanya.
Termasuk Nicholas. Pria yang sangat ia rindukan. Tapi ia enggan untuk mengakuinya.
Jadi salahku di mana sih. Aku kan korban.
Jika sudah begini ia bingung siapa yang harus ia ajak bicara lebih dulu.
Nicholas lebih dulu rasanya bukan ide bagus. Carley kakaknya itu juga sangat mustahil.
Haruskah ia menyapa Philippa. Tapi kenapa aneh sekali rasanya.
Memang sialan. Apa yang salah dengan semua orang.
Sebel.!
"Kak Carley.," Bisik Aurora saat menemukan kakaknya tengah meminum segas wine di dapur.
"Kak Carley.," bisiknya lagi yang berhasil di dengar kakaknya.
"Hemm.," jawab Carley.
"Sorry.,"
"Sudah tau salahmu di mana.," Tanya Carley. Begitu mendengar apa yang Aurora katakan.
Dan hanya di jawab Aurora dengan gelengan.
"Huhh. Kakak sampai bingung. Apa yang di lihat Nicholas sampai menyukai gadis tidak peka dan keras kepala sepertimu.,"
"Ini tidak ada hubungannya dengan Nicholas, Kak Carley. Kenapa kakak mengungkit hal itu. Aku tidak pernah meminta dia menyukaiku.,"
"Haha. Coba turunkan gengsimu. Kau ini mirip sekali dengan papa. Keras kepala dan tidak mau kalah. Dari sekian juta sifat baik papa. Kenapa hanya sifat jelek yang turun kepadamu.,"
"Ini tidak ada hubungannya dengan sifat papa. Lantas dari sekian juta sifat baik mom. Kenapa kekanakan menurun ke kakak. Wajar aku marah dengan kalian. Aku tidak tau apa apa kak. Aku seperti orang bodoh. Kenapa Kak Carley tidak mengerti.,"
"Semua hal di dunia ini tidak butuh pengertian.! Kau bisa mempertahankan argumenmu yang katanya benar itu.! Tapi, apa kau tidak berpikiran kalau argumenmu bisa saja salah. Semua yang ada di otakmu belum tentu benar. Sekarang coba kau bayangkan. Nicholas datang ke sini beribu ribu mil untuk menemuimu. Dan kau menyambutnya dengan perlakuan bar barmu. Hah kau luar biasa sekali. Coba bagaimana perasaanmu jika berada di posisinya.,"
"Hentikan Carley.! Kau tidak harus menghakimi adikmu seperti itu.," kata Nicholas.
Sejak kapan pria itu ada di sini.
"Dia tidak mengerti apa yang kita lakukan Nicholas. Kau mau di perlakukan adikku seperti ini.," Ujar Carley sambil mengacak rambutnya sebal.
"Wajar Carley. Dia tidak tau apa apa. Lebih baik kau panggil Philippa. Kita harus membicarakan ini se segera mungkin. Aku tidak ingin Aurora semakin salah paham.,"
Siang itu. Semua yang tinggal di penthouse berkumpul di ruang tengah. Sembari menunggu. Aurora hanya bisa memandangi pemandangan luar gedung yang begitu terik.
Perasaanya mengatakan. Jika hal yang akan di sampaikan Nicholas adalah kabar buruk. Aurora di liputi perasaan cemas dan juga sedikit rasa bersalah.
Kalau saja ia tak kekanakan dan egonya tak terlalu besar. Ia pasti akan memperlakukan Nicholas dengan baik. Rasa cemburunya yang tak berdasar membuat Aurora merasa jahat.
"Karena semuanya sudah berkumpul di sini. Aku akan jelaskan permasalahanya.," Ujar Carley.
"Biar aku saja.," Jawab Nicholas. "Aurora setelah aku menjelaskan ini aku harap persepsimu terhadapku bisa berubah. Aku tidak pernah memiliki niatan menghianatimu.,"
"Aku ingin percaya Nicholas. Aku tidak ingin memiliki pemikiran buruk tentangmu. Tapi bagaimana caranya aku tidak tau. Kau membuat segalanya rumit. Teror itu membuat aku gila Nicholas. Aku tidak bisa berpikiran jernih.,"
"Maka dari itu ijinkan aku menjelaskan Aurora.," Ucap Nicholas seraya meraih tangan Aurora untuk ia genggam.
"Baiklah.," Ujar Aurora.
"Sebenarnya semua masalah ini berawal dari Evans Aurora. Mantan pacarmu itu bukan pria baik.,"
"Apa hubungan Evans dengan semua ini.,"
"Awalnya tidak ada yang tau kan kenapa kita bisa bertemu secara kebetulan. Mungkin itu yang di namakan takdir. Apa kau ingat awal mula kita bertemu. Malam itu saat kau menemukan aku menabrak trotoar di pinggir jalan. Dan paginya kita bertemu di ruang rapat.,"
"Tentu saja aku ingat. Kau menciumku dan berahir terpergok oleh om Luke.,"
"Percaya atau tidak. Ternyata gerak gerimu selama ini di awasi Aurora. Dan kedekatan kita membuat seseorang marah. Setidaknya itu yang aku tangkap di sini.,"
"Bagaimana bisa.?" Tanya Aurora tidak percaya.
"Aku juga tidak tau Aurora. Sejak teror pertama itu terjadi. Aku tak ingin membuang waktu. Aku mengatakan pada diriku sendiri jika aku harus tau siapa dalang di balik semua ini. Aku tidak bisa membuatmu dalam bahaya. Dari situ aku menghubungi Benedict. Salah satu temanku dari The Royal of Investigation and Security Services.,"
"The Royal of Investigation and Security Services.? Kenapa terdengar tidak asing.," Tanya Philippa.
"The Royal of Investigation and Security Services sebenarnya semacam organisasi Intelijen Independen yang ayah Benedict dan beberapa pengusaha dirikan termasuk Dady dan ayahmu dirikan ketika mereka masih muda. Sebenarnya Carley dan aku juga bagian dari organisasi itu.,"
"Ahh.. Pantas saja. Papa pernah secara tidak sengaja menyebut jika ia salah anggota yang ada Biro Investigasi itu. Organisasi ini bersifat rahasia. Tidak sembarangan orang bisa masuk. Kalau aku tidak salah dengar. Kantor pusat mereka juga di samarkan sebagai perusahan percetakkan koran. Agen agen mereka juga bukan main main. Ada beberapa politisi dan professor handal yang ada di baliknya. Ada juga beberapa petinggi dari Biro Investigasi Federal (FBI) dan Central Intelligence Agency (CIA) yang juga ikut di jaringan swasta itu. Makanya pemerintahan pun tidak bisa mengendus keberadaan mereka.," terang Philippa.
"Kurang lebih seperti itu. Dan salah satu agen kami menemukan penyadap suara dan kamera pengintai di penthouse milikmu. Dan kau tau. Keamanan kantor Loredan Group yang se ketat itu juga tertembus Aurora. Apa kau tau siapa dalang di balik semua ini.,"
"Siapa Nicholas.?"
"Evans Regan yang ada di balik semua ini Aurora. Mantan pacarmu lah yang ada di balik kekacauan ini.!"
![](https://img.wattpad.com/cover/71617713-288-k25378.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aurora Is Mine
RomansaAurora Kiera Loredan Wanita berparas cantik, memiliki khidupan sempurna dan juga memiliki segalanya . Harus menghadapi kenyataan pahit. Penghianatan dari calon tunanganya. Yang terpergok berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Ketika hatinya teng...