Tigapuluh Delapan

32.1K 1.7K 69
                                    

Sudah satu bulan Aurora dan Nicholas berpisah. Sudah satu bulan jugaa Aurora mendiamkan ayahnya.

Aurora tidak tau bagaimana kabar pria itu. Ia tidak tau kenapa Nicholas terkesan menyiksanya.

Kesal..

Tentu saja.

Rindu..

Apa lagi...

Ia tidak butuh Nicholas datang dengan pesawat jet pribadinya. Atau menghubunginya setiap hari.

Aurora hanya ingin tau bagaimana kabar pria itu.

Apakah dia sehat.

Apakah ia baik baik saja.

Aurora hanya ingin tau itu saja. Ia tidak butuh yang lain.

Tapi belakangan tanpa sengaja Aurora mendengar pembicaraan Philippa dan kakaknya.

Hanya sekilas memang. Namun Aurora yakin jika Nicholas lah yang mereka bahas.

Dalam pendengaranya Aurora ahirnya mengetahui jika pria itu sudah bertunangan satu minggu yang lalu.

Banyak hal yang sangat ingin Aurora tanyakan. Tapi rasanya Aurora terlalu malas.

Ia merasa di buang.

Di abaikan.

Dan jugaa di hianati.

"Aurora. Kau dimana.?" Teriak Philippa menyadarkan Aurora dari lamunannya.

"Di balkon. Ada apa.,"

"Ini Nicholas menghubungiku. Dia mencarimu. Ada apa dengan ponselmu. Nih.. mau bicara tidak.,"

Ujar Philippa sembari memberikan ponselnya pada Aurora.

Untuk apa Nicholas mencarinya. Apa pria itu ingin memberikan kabar bahagia jika ia ingin menikah.

"Tidak.! Untuk apa aku bicara padanya. Lain kali jika ada telpon darinya. Katakan jika aku tidak ingin mendengar suaranya. Hahh mendengar namanya saja membuat aku ingin muntah.,"

Ucap Aurora dingin.

"Ya Tuhan kasar sekali. Kau ini kenapa Aurora. Apa yang salah denganmu.?"

"Don't ask me anything Philippa. Cukup katakan pada semua orang jika Aurora sedang tidak ingin di ganggu okay. Apa lagi di ganggu oleh mahkluk bernama Nicholas, Dominic dan pacarmu.,"

Mendengar itu Philippa hanya bisa diam saja. Apa yang merasuki pikiran Aurora.

Apa yang membuat sahabatnya terdengar terluka.

"Are you ok Aurora.? Apa yang salah denganmu.? Semua orang mencarimu Aurora. Setidaknya berikan ibumu kabar. Semua orang cemas Aurora.,"

"Aku mohon Philippa. Jangan tanyakan apapun.,"

Tangis yang Aurora tahan. Ahirnya pecah dengan sendirinya.

Melihat sahabatnya menangis. Langsung saja Philippa membawa Aurora ke pelukanya.

"Everything's gonna be okay Aurora. Lupakan saja pria itu untuk sementara. Sudah jangan menangis.,"

"Jahat sekali Philippa. Benci sekali rasanya.,"

"Lebih baik kau tidur okay. Kau butuh istirahat.,"

Begitu Aurora di bawa Philippa ke kamar untuk tidur. Sedikit pun Aurora tidak bisa memejamkan matanya.

Seluruh kepalanya penuh dengan pria itu. Benci sekali rasanya.

"Kau harus tidur Aurora. Kau sudah demam sejak kemarin.,"

Aurora Is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang