twenty three

834 34 3
                                    

"Salahin aja gue terus" keluhku sambil memukuli gagang setir mobil.

Saat sedang kesal sekesal-kesalnya orang kesal, mobil ini mendadak berjalan tersendat-sendat dan akhirnya mati total. Sontak aku langsung menghentikan mobil dan keluar dari sana.

Aku langsung membuka tempat bagian mesin berada, persetan dengan namanya. Dan keluar banyak asap dari dalam sana, horee mobil ini mogok sungguh menyedihkan sekali diriku.

"Nih mobil segala mogok udah di tempat sepi lagi, pengertian sedikit kenapa kalo ada begal gimana? Nanti gue juga yang repot. Bengkel jauh pula gue juga mau ke kampus" rutukku sambil menendang ban mobil.

"Telpon siapa yaa?" Aku melihat-lihat kontak di ponselku untuk mencari bantuan dari orang terdekat, kontak nya sih banyak tapi yang terdekat bisa di hitung jari.

"Jangan Tian ahh nanti sibuk lagi dia, hmmm... Nathan aja kali yaa?"

Aku menekan nomor 'Nathan' dan dalam deringan kedua sudah di angkat, siap siaga sekali pria itu.

"Haloo..."

"Nat bisa tolongin gue gak?"

"Maunya gue jawab apa?"

"Seriusan ih"

"Bantuin apa?"

"Mobil gue mogok, tolong jemput gue disini gue takut banget jalanan juga sepi," ucapku.

"Oke tunggu sebentar"

"Jangan lam- tuuuuuuut.... kurang ajar belum selesai ngomong udah dimatiin, otaknya setengah kayaknya"

15 menit berlalu

"Lama banget sih gue bosen" tidak lama kemudian setelah aku mengeluh, aku bisa melihat motor yang mirip seperti milik Nathan dan sekarang dia sudah berhenti di hadapanku dengan stelan kantornya.

Benarkan otaknya setengah, mana cocok sih pakai baju formal gitu naik motor sport ditambah pake helm. Ehh tapi dia taat aturan juga yaa... jarang ada cowok kayak gini.

"Gue kira tukang bengkel yang gue panggil tadi"

"Lo nungguin gue atau tukang bengkel sih?" Jawabnya sambil melepas helm.

"Dua-duanya"

"Masa iya cowo sekeren gue dikira tukang bengkel, mata lo rabun ya?"

"Diam lo"

"Yaudah gue balik lagi lo tungguin aja itu tukang bengkel" Dengan cepat aku memegang tangan Nathan, menahannya agar tidak pergi.

"Ihh gitu aja baper"

"Gue kan gak dibutuhin"

"Siapa bilang? Lo anterin gue aja ke kampus" lalu aku naik ke atas motor besarnya ini dan dia langsung melesat seperti orang kesetanan, mentang-mentang jalanan lengang seenaknya saja dia ngebut gitu. Sepertinya nyawaku sudah tertinggal bersama dengan mobil itu. Hmm

Oke yang jadi permasalahanku saat ini adalah punggung lebar Nathan yang tampak sangat nyaman, jangan Alifah kau tidak boleh tergoda oleh punggung makhluk ini.

Meskipun sudah berusaha untuk tidak memeluk pinggang itu tapi akhirnya terjatuh juga dalam kenyamanannya, tak apa lah sekali-kali.

Bruum ciiittt...

"Ehem, sampai kapan mau peluk gue?"
Mendengar ucapan itu, aku langsung turun, menatap mukanya sekilas lalu bilang terima kasih dan berlari pergi menuju ke kelas.

Oke kurasa saat ini wajahku sudah merah karena ketahuan asyik memeluk punggung Nathan, aku duduk di kursiku dan mendapati Fio sudah ada disana "kenapa muka lo? Sakit?" Dia meletakkan tangannya di dahiku dan langsung kutepis, semerah itukah?

"Gapapa"

"Cieee kayaknya gue tau nih" ucap Fio sambil memandangku penuh arti.

"Berisik"

"Ayo cerita sama gue, siapa orangnya?"

"Udah diem ahh, lupain aja"

"Oke lo punya utang cerita sama gue"

"Ya ya ya up to you"

"Ehh lo udah tau belum?"

"Belum" ucapku sambil memandang wajahnya yang selalu ceria itu, seperti Annisa.

"Jadwal kuliah kita diubah jadi seperti biasa lagi dan besok libur sehari"

"Serius lo!? Yeayy akhirnya" akhirnya aku bisa tidur seharian besok lalu kembali menjadi manusia normal lainnya.

Love Different Religion (On Revision)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang