"Ini yang bener"
"Begini Nis" bantah April.
"Apaan sih lo berdua begini yang bener" seru Eka.
Mereka bertiga saling ribut satu sama lain hanya karena sedang mengerjakan tugas di sebuah caffe dekat kampus, untung saja tempat itu sedang tidak ramai.
Kringg...
Bunyi bel pertanda ada yang masuk dan mereka tidak peduli karna sedang asyik berdebat."Apaan nih ribut-ribut, gue baru buka pintu udah pengang nih kuping" canda Aldi sedangkan Ardine disampingnya hanya diam sambil memainkan ponselnya.
"Diem aja deh, gak diajak juga" sahut Eka.
"Gitu amat" Aldi menarik kedua pipi Eka.
"Ihh gak usah pegang-pegang, bukan muhrim" Eka segera menyingkirkan tangan Aldi dari pipi-nya.
"Jaim amat Ek" ledek Annisa.
"Jaim amat Ek dua" sambung April.
Eka tidak menggubris ucapan mereka, saat ini wajahnya terlihat kesal tapi siapa yang tau dengan isi hati nya? saat ini hanya Tuhan dan dirinya yang tau dan dia pun langsung mengalihkan perhatiannya kembali ke tugas-tugas.
"Tugas apaan sih?" Tanya Ardine yang sedari tadi baru bergabung.
"Ohh ada kak Ardi toh" ucap Annisa.
"Iya halo Annisa" sapa Ardine.
"Jangan baper Nis" kini saatnya Eka untuk balas dendam kepada Annisa.
"Jangan baper Nis dua, hahaha" sambung April lagi yang sedari tadi hanya ikut-ikutan dan jadi nyamuk juga disana.
"Pertanyaan gue belom di jawab nih" ucap Ardine.
"Iyaa ini lagi ngerjain tugas kampus" jawab Annisa.
"Sini gue bantuin"
Ardine langsung duduk di samping Annisa dan mengambil alih laptop miliknya.
"Lo yang bantuin atau lo yang kerjain?""Jadi satu aja biar asyik"
"Sok asyik" seru Annisa.
"Jaim amat Nis" ucap April dan Eka bersamaan.
"Diem lo berdua gak diajak"
"Cie yang mau nya berdua aja sama kak Ardine" celetuk April.
Annisa langsung menatap April dengan tatapan tajamnya yang tidak memberi pengaruh apa-apa untuk gadis itu.
"Nih lihat! bener kayak gini gak?"
Tanya Ardine meminta pendapat dan langsung di lihat oleh Annisa."Iya bener" ucap Annisa lirih yang masih fokus terhadap layar kemudian mengalihkan matanya menatap wajah Ardine "kenapa lo bisa paham? Kita aja gak paham" sebenarnya jantung gadis itu sedang berpacu di dalam sana karena melihat wajah Ardine dalam jarak yang sedekat ini.
"Yaiyalah sebelum pindah jurusan, gue kan di fakultas Ekonomi" jawab Ardine santai sambil menyandarkan tubuhnya.
"Trus kenapa lo pindah?"
"Alasan manusiawi" Ardine kembali menatap layar ponselnya lalu berdiri dan menarik Aldi untuk pergi dari sana. Sebelumnya Ardine adalah mahasiswa jurusan ilmu Ekonomi tapi karena ia merasa salah jurusan jadi dia pindah ke jurusan hukum.
"Duluan yaa" ucap Aldi sedangkan Ardine berjalan duluan tanpa basa-basi mengucap salam, di lihat dari caranya berjalan dia seperti terburu-buru seolah akan diberikan mainan baru karna wajahnya terlihat sangat cerah.
Bel pintu berbunyi lagi lalu punggung mereka berdua sudah tidak terlihat lagi.
"Cie akhirnya bisa ngomong langsung sama gebetan" celetuk April.
"SStt" Annisa memberi isyarat untuk diam "Hp siapa tuh yang bunyi?"
"Hp lo Nis..." sahut Eka.
"Oh iya hapal aja lo Ek" Annisa langsung mengangkat panggilan masuk tersebut.
"Walaikumsalam iya dengan saya sendiri" jawab Annisa sopan.
April dan Eka meminum moccachino pesanannya sambil menatap Annisa yang tengah menjawab telepon kemudian tiba-tiba saja muka Annisa menjadi pucat dan matanya mulai berair.
"Haaa bunda masuk rumah sakit?!" teriaknya yang sukses membuat April dan Eka memuncratkan minumannya lalu terbatuk batuk.
"Oke saya segera kesana"
Annisa langsung berdiri dan membereskan peralatannya dengan cepat, diikuti oleh April dan Eka."Ayo cepet" Annisa memakai tas nya dan langsung bergegas pergi menuju mobil diikuti oleh April dan Eka dibelakang.
Karna April membawa mobil sendiri mereka berpisah, Annisa dengan Eka dan dia sendiri, langsung saja mereka tancap gas menuju rumah sakit lokasi Bundanya di rawat.
Sepanjang perjalanan Annisa menangis dan mengucapkan doa untuk keselamatan ibunya, Eka yang duduk disampingnya hanya bisa membantu menenangkan karena saat ini mereka tengah di jalanan dan resiko kecelakaan cukup besar melihat kondisi Annisa yang seperti ini.
Setelah memarkirkan mobil, mereka langsung bergegas lari ke dalam rumah sakit menuju ruang rawat inap karena bunda dipindahkan kesana.
Mereka bertiga langsung masuk ke dalam dan menghampiri bunda yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit lalu berdiri disampingnya.
"Bunda kenapa gak bilang kalo sakit?" Ucap Annisa lirih padahal dia tau bunda-nya tidak akan menjawab pertanyaannya itu.
Tiba-tiba pintu terbuka dari luar dan masuk seorang perawat "keluarga pasien harap ke ruang dokter" setelah itu perawat kembali pergi.
Annisa segera keluar dan melangkah menuju ke ruang dokter yang terletak di lantai satu sedangkan kamar ibunya terletak di lantai tiga.
Annisa POV
Aku membuka pintu berwarna putih itu dengan perlahan tentu dengan mengetuk terlebih dahulu sebelumnya.
Sepanjang perjalanan kemari aku selalu berharap bahwa semua yang dikatakan dokter mengenai penyakit Bunda tidak terlalu parah, aku berharap penyakitnya hanya yang ringan saja.
Kini aku sudah duduk dihadapan dokter yang hanya terhalang meja kerja miliknya, aku sudah menyiapkan diriku untuk menerima kenyataan.
"Ibu Rosmalia mengalami radang usus tidak terlalu parah tapi kemungkinan bisa semakin parah jika tidak diperhatikan pola hidupnya terutama pola makan jangan makan yang pedas, biji-bijian, caffein, selama seminggu dia akan dirawat disini"
"Baik dok, terimakasih" aku mengangguk paham untunglah penyakitnya tidak terlalu parah.
Setelah urusan selesai aku langsung keluar dari ruangan itu dan bergegas menuju ruangan Bunda dan mendapati bahwa yang dikhawatirkan telah sadar.
Aku langsung memeluk erat Bunda "Bun kenapa gak bilang sih kalo sakit, kan Anis jadi khawatir gini"
"Bunda kira cuma sakit perut biasa ternyata sampe masuk rumah sakit gini" jawab bunda tenang sambil mengelus rambutku.
"Jangan suka nyepelein penyakit bun"
"Iya Nis. Maafin bunda"
Sudah tiga jam kami disini menemani bunda sekalian menumpang wifi gratis lumayan buat ngerjain tugas plus browsing internet.
"Nis udah malem nih gue balik dulu yaa" ucap Eka
"Mau bareng gue gak Ka??" Tanya April.
"Boleh"
"Sudah mau pulang toh?" ucap Bunda.
"Iya bun udah malem" jawab Eka.
April dan Eka menyalami tangan Bunda dan kemudian mengucapkan salam lalu keluar dari ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Different Religion (On Revision)
عاطفيةBukan cerita religi!! Cuman cerita gak jelas. Dibuat pas zaman SMP, pengen hapus tapi sayang... Takdir mempertemukan Alifah dengan Nathan yang berbeda keyakinan dengannya itu, berawal dari Alifah yang menemukan Nathan tergeletak lemah di pinggir jal...