One

44.8K 2.7K 98
                                    

Ketika anda tulus mencintai, tak akan pernah ada kata menyerah. Meski pikiran ini ingin berputus asa, namun hati tetap ingin mencoba.

Setiap perlakuan seseorang yang dicintai, pastinya perlakuan itu akan selalu disukai seseorang yang mencintainya. Walaupun itu hanya hal-hal kecil yang biasa.

♢♢♢♢

Rilly menatap langit-langit yang gelap melalui jendela kelasnya. Langit itu seperti ingin memberitahu, bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Ia sama sekali tidak mengalihkan pandangannya. Untuk sementara waktu, Rilly sama sekali tidak peduli dengan guru yang akan mengetahui, bahwa ia tidak fokus ke pelajaran.

Rilly sangat menyukai pemandangan langit, lebih tepatnya ia menyukai pemandangan lain ketika langit itu berwarna gelap. Di saat langit itu ingin menurunkan beban yang ia punya. Rilly selalu memerhatikannya dan tidak pernah meninggalkan momen seperti ini. Saat melihat langit-langit itu, entah kenapa mampu membuat ia tersenyum.

Namun, Rilly tidak menyukai hujan. Memang sangat aneh, dirinya sendiri saja merasakan ke anehan itu. Ia menyukai langit gelap namun tidak menyukai hujan. Bagi Rilly, hujan itu terlalu membuat banyak orang menjadi sibuk dan ribet sendiri. Membuat orang banyak celaka dan menunda sejumlah aktivitasnya.

Rilly tidak menyetujui orang yang berpendapat : jika kita ingin menangis, sangat bagus di bawah hujan. Kenapa? Karena hujan dapat menghapus air mata kita dan tidak akan seorangpun tahu kalau kita menangis. Ia tidak menyetujui pendapat itu. Entahlah kenapa. Menurutnya, jika ingin menangis ya menangis saja. Untuk apa menangis jika ingin di hapus? Memang sangat tidak jelas, namun dia bebas berpendapat. Semua orang berhak berpendapat dan itu pendapatnya, sama sekali tidak akan ia ubah walau terdengar aneh.

"Rilly," panggil teman sebangkunya pelan. Ia sudah memanggil dari tadi, dari suara terkecil hingga sedikit kuat. Namun, Rilly sama sekali tidak meresponya. Ia takut jika membesarkan suaranya lagi, "Rilly!"

Guru yang mengajar memerhatikan Rilly. "Caroline Rilly Matthew!" panggil guru itu dengan suara tingginya.

Badan Rilly respon menjadi tegap karena keterkejutannya. Ia sama sekali tidak menyadari, jika guru yang mengajar di kelas ini sudah berada di samping mejanya.

Dengan senyum takutnya, Rilly menatap balik gurunya itu. "Iya Bu?"

"Kamu kerjakan soal di papan tulis!" perintah guru itu tanpa mau di bantah.

Rilly mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia melihat dan membaca dengan teliti soal yang ada di papan tulis. Ia lagi-lagi mengedipkan matanya. Kepalanya mendadak pusing saat membaca soal-soal itu. Soal matematika tentang logaritma. Rilly sama sekali belum mengerti tentang pembahasan pelajaran ini. Dari tadi, ia hanya sibuk melihat langit-langit dan berpendapat mengenai banyak hal. Ia sama sekali tidak memerhatikan pelajaran dan mendengarkan penjelasan gurunya itu.

Rilly mendekat ke teman sebangkunya. Ia merapatkan giginya dan dengan suara sekecil mungkin. "Lo kenapa nggak kasih tahu gue kalau gurunya dekatin kita?!"

Temannya itu berdeham mendengar ucapan Rilly. Ia mengikuti Rilly dan ikut berbicara dengan suara sangat kecil dan pelan. "Gue udah manggil lo dari tadi, dasar lonya aja yang ke asyikan ngelamun!"

Masih dengan posisi yang sama, "Ini gue jadinya gimana?"

Temannya itu menaikkan bahunya, "Lo maju aja dari pada lo dimarahi."

"Gue nggak......"

"Rilly," panggil gurunya lagi yang membuat ia berhenti berbicara. "Ayo maju!"

Rilly menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal. Ia sibuk mencari contoh-contoh soal di buku, contoh-contoh soal yang sama persis seperti di papan tulis. Dengan bingung, ia beberapa kali membalikkan kertas demi kertas namun, dia tidak menemukannya.

YuanfenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang