Fourteen

15K 1.4K 178
                                    

Bagaimana mungkin aku merasakan sakit akan sesuatu hal yang bukan milikku?

Aku tidak ingin kamu mendengar bahwa aku mencintaimu, tapi aku ingin kamu merasakannya tanpa harus mengatakannya.

♢♢♢

"Rilly."

Aldric dan Rilly langsung mengangkat kepalanya saat mendengar ada yang memanggil Rilly. Mereka berdua kompak mencari sumber suara yang memanggil Rilly itu. Rilly tersenyum lebar saat menemukan orang yang memanggilnya itu.

"Papa!"

Aldric mengerutkan keningnya, "Papa?"

"Hai sayang," jawab Ricky - Papa Rilly-, Ricky langsung menghampiri anaknya itu. Ia melihat Aldric dengan tatapan menyelidiki, "Ngapain lo nyentuh-nyentuh tangan Rilly?"

Refleks Aldric melepaskan pergelangan tangan Rilly, "Eh?"

"Jangan nyentuh-nyentuh pacar gue ya atau lo gue bunuh!" ancam Ricky.

Rilly melongo mendengar ucapan Papanya itu. Pacar? "Ha?"

Aldric tertawa tidak percaya mendengar ucapan Ricky, "Nggak mungkin Rilly mau sama om-om kayak lo!"

Ricky menatap Aldric tenang, ia tersenyum miring. "Kenapa Rilly nggak mau sama gue? Gue ganteng, pintar nyanyi, punya rumah sakit, bahkan gue bisa dengan mudah ngedepak lo dari sini. Gue kenal yang punya sekolah, siapa itu yang punya sekolah namanya? Ah gue pakai lupa nama orang gila satu itu. Siapa sih?"

"Om Thomas, sahabat sendiri di lupain," heran Rilly.

"Nah ya! Thomas," beo Ricky.

Aldric berdecak, ia menggelengkan kepalanya beberapa kali. Kenal tapi lupa namanya, "Kelihatan banget Om kalau lo bohong. Namanya aja nggak tahu."

Ricky melotot mendengar ucapan Aldric, "Eh gue tahu ya! Gue tahu tempat tanggal lahirnya, alamatnya, perusahaannya bahkan gue bisa buat dia bertekuk lutut di hadapan gue sekarang juga!"

Aldric berdecih, "Buktiin kalau ucapan lo itu benar Om!"

Ricky mengambil HPnya, mencari nomor Thomas dan memperlihatkan nomornya ke Aldric. "Apa perlu gue telepon sekarang?"

"Astaga! Kalian berdua lagi ngapain sih?!" kesal Rilly.

"Silahkan telepon, buktikan!" jawab Adlric yang menghiraukan kekesalan Rilly.

Ricky menaikkan satu alisnya, "Gue telepon ya."

"Gue tunggu kebenarannya! Kalau lo bohong, lihat aja," tantang Aldric.

"Kalau gue benar, lo adu tanding dengan gue di lapangan!" ucap Ricky yang menantang Aldric balik.

Rilly menarik rambutnya frustasi. Mereka berdua kenapa sih?! Papanya juga kenapa?! Bosan jadi orang tua? Kangen masa SMA? Ah, jangan-jangan kerjaan Papanya semasa SMA dulu cuman gini aja. Tapi, kenapa bisa jadi dokter ya? Perlu di pertanyakan itu!

Sebelum tersambung ke telepon, Ricky maju mendekat ke arah Aldric.
"Btw ya, lo beneran nggak tahu siapa gue?"

Aldric menggeleng, "Penting ya gue tahu siapa lo?"

Rilly mundur perlahan dari keributan kedua orang itu. Ia harus mencari seseorang yang bisa menghentikan mereka berdua. Tapi siapa? Kafka? Mana mungkin bisa. Mama? Mamakan lagi enggak disini. Terus siapa?

"Rilly, kamu kenapa?"

Rilly tersenyum lebar melihat guru yang menyadari kebingungannya, "Ibu kenal sama Papa Rilly nggak, Bu?"

YuanfenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang