Six

19.4K 1.6K 82
                                    

Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat.
Cinta bukan mengajarkan kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan.

Dan jalan menuju cinta sejati yang kita inginkan, tidak akan pernah mulus.

    ♢♢♢     

"Kalian sudah selesai?" Rilly merasa canggung karena Kafka dan Rafa yang menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan olehnya.

Kafka hanya mengangguk, ia berjalan keluar lapangan begitu saja membuat Rilly menghela napas sabar. Rilly kembali harus mengejar Kafka hanya untuk memberikan cupcake yang sudah ia buat.

"Gue duluan ya!" pamit Rilly yang langsung berlari tanpa menunggu jawaban dari yang lainnya.

Ardan bertepuk tangan secara tiba-tiba membuat Rafa yang masih memerhatikan Rilly menoleh ke arahnya. Ardan membuat kehebohan sendiri, ia merentangkan kedua tangan seperti menyambut kedatangan Rafa.
"Selamat datang di tim basket sekolah kita Raf, gue yakin lo bakalan bisa membuat tim basket kita semakin jaya, sentosa, aman, makmur dan sejahtera."

Sophia tertawa mendengar ucapan Ardan yang mengada-ada, "Bang Ardan aneh-aneh aja."

"Dia memang aneh," desis Aldi yang berdiri di samping Sophia, ia melihat ke arah Rafa yang masih menatap mereka bingung. "Lo harus tahu, baru kali ini Kafka nerima anggota tanpa tes terlebih dahulu. But, gue acungin jempol buat kehebatan lo dalam bermain basket. Gue sama Ardan aja kalah dengan kehebatan lo."

Rafa tersenyum menanggapi ucapan Aldi, "Makasih dan gue pikir, kemampuan main basket gue nggak seperti yang kalian kira."

"Selama ini nggak ada yang bisa ngerebut bola dari tangan Kafka, sekarang udah ada yang bisa ngerebutnya, cuman lo doang, yang artinya lo itu hebat!" jelas Ardan dengan nada berlebihan.

Rafa hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Ardan, ia sibuk memikirkan tentang Rilly yang pergi begitu saja. Kafka? Apa Kafka seseorang yang selama ini Rilly ceritakan kepadanya? Apa Kafka adalah orang yang Rilly sukai? Mungkinkah? Kalau iya, apa dirinya bisa merebut hati Rilly dari Kafka seperti ia merebut bola basket dari tangan Kafka? Ya, ini hanya perempamaan saja.

  ♢♢♢     

"Kafka!" panggi Rilly beberapa kali, Kafka menghentikan langkah saat mendengar panggilan itu. Ia melihat ke arah Rilly dengan bingung, "Gue dari tadi manggilin lo tapi nggak dengar-dengar, nyebelin deh!"

Kafka memutar badan menghadap Rilly, mereka berhadapan dengan posisi yang sangat dekat membuat Rilly menahan napasn dan mencoba mengatur detak jantungnya. Detak jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Tidak perlu berlari untuk membuat detak jantungnya seperti ini, cukup di dekat Kafka saja detak jantungnya bisa seperti ini.

Rilly berdeham, membaguskan suaranya yang tiba-tiba serak karena berada di dekat Kafka. Ia menyodorkan kotak makannya ke Kafka, "Gue mau ngasih ini ke lo, di makan ya jangan nggak! Aturannya gue mau ngasih ke lo waktu acara tadi malam cuman kelupaan, jadi baru kasih sekarang." 

Kafka menerima tempat makannya, ia melihat tempat makannya dengan tatapan yang sulit Rilly artikan. "Tenang aja, kuenya belum basi kok. Lo nggak bakalan keracunan atau sakit waktu makannya, gue buatnya dengan sepenuh hati jadi gue jamin lo bakalan baik-baik aja."

Kafka mengangguk mendengar ucapan Rilly. Melihat Kafka tidak bicara apapun, membuat Rilly bersabar. Ia mengembungkan pipi dan mencoba tersenyum seperti biasa, "Ingat, di makan jangan di buang. Lo yang makan jangan di kasih ke Ardan atau Aldi, pokoknya harus lo sendiri yang ma...."

YuanfenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang