Thirty Seven

12.5K 1.4K 169
                                    

Terkadang, kamu sadar akan perasaanmu ketika dia sudah menghilang dari hidupmu. Ketika dia sudah tidak mencintaimu lagi. Akhirnya, kamu terpaksa merelakannya.

Perasaan cinta itu rumit. Terkadang dia mencintai orang yang tidak mencintainya. Sedangkan orang lain mencintainya, tapi dia tidak.

Cinta itu kesetiaan yang mutlak.

♢♢♢♢


Kaki Kafka perlahan melangkah mundur. Ia sudah tidak tahan melihat pemandangan didepannya. Dari pada ia tersulut perasaannya yang sangat aneh ini, lebih baik ia pergi. Ia tidak ingin terjadi sesuatu karena tidak bisa mengontrol diri. Lagi pula, Rilly tidak akan kenapa-kenapa jika bersama Rafa.

Kafka menutup pintu mobilnya cukup kuat. Membuat sopir yang dari tadi berada di dalam mobil terlonjak kaget, "Rumah, Pak."

Sopirnya hanya bisa mengangguk tanpa mengeluarkan suara, ia tidak mampu berkata-kata lagi. Apalagi melihat raut muka masam Kafka. Ia tidak ingin menjadi korban emosi Kafka. Kafka lebih menyeramkan dari pada orang tuanya jika sedang emosi.

Kafka menyandarkan badannya, ingin merelakskan diri. Ia perlahan memejamkan mata dan mencoba menghilangkan emosi yang menyelimuti dirinya. Menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Tangannya sudah berada di kening, ia memijat keningnya secara perlahan.

Perasaan apa ini?! Sial!!

Kafka mengumpat pelan, ia tidak boleh seperti ini terus menerus. Apa ia harus mennggakhiri persembunyiannya? Bagaimana kalau Rilly tidak bisa menerimanya lagi? Come on, ini seperti bukan dirinya! Ia bukan seorang pengecut! Maka dari itu, ia harus menyusun rencana atau memilih untuk bersembunyi terus menerus di balik kegelapan.

Selama perjalanan, pikiran Kafka terus bergulat dengan hatinya. Ia bimbang harus memilih yang mana. Mengikuti kemauan pikirannya atau hatinya. Untuk menentukan pilihan ini, pasti membutuhkan waktu yang lama dan ia rasa, ia tidak punya waktu yang lama. Berbeda dengan pikirannya yang mengatakan, ia punya waktu yang lama.

"Bang Kafka!!!" teriakan Shilla membuat Kafka menghentikan langkahnya untuk masuk ke dalam kamar, "Bang Kafka dari mana aja? Dari tad...."

"Diam!! Jangan ganggu gue!!"

Bentakan dari Kafka begitu juga dengan bantingan pintu yang cukup kuat, membuat Shilla terdiam ditempat. Belum pernah Abangnya ity membentaknya. Semarah apapun Kafka, dia tidak akan pernah membentak Shilla. Dan kali ini, Kafka membentaknya untuk pertama kalinya. Ada apa dengan Abangnya itu? Tidak biasanya Kafka seperti ini!!

Kalau saja tadi Shilla tidak bisa mengontrol jantungnya yang sangat terkejut, mungkin ia bisa pingsan ditempat. Entah setan apa yang merasuki tubuh Abangnya itu, yang jelas itu bukan Abangnya!! Kalau ia masuk ke dalam kamar Kafka dan bertanya, ia pasti akan terkena bentakan lagi.

Shilla menggeleng cepat, ia tidak ingin. Yang tadi aja mengerikan, apalagi kalau ia masuk ke dalam kamar Abangnya itu sekarang. Itu pasti sangat mengerikan!!

"Tadi Bang Kafka ngomongnya pakai gue? Tumben banget pakai gue!!"

Ya iyalah Shilla, dia lagi entah kenapa. Pastinya dia bakalan kayak gitu. Kalau dia masih pakai kata-kata ABANG, pastinya dia masih dalam keadaan yang biasa-biasa saja.

Kafka langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Ia baru tersadar dengan sikapnya tadi. Kenapa ia membentak Shilla? Kenapa adiknya itu terkena imbas perasaan aneh ini?! Kalau sekarang ia menemui Shilla, mungkin bukan perminta maafan yang keluar dari mulutnya melainkan bentakan lainnya.

YuanfenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang