Rasa tidak percaya diri, takut dan perasaan buruk lainnya akan hilang begitu saja ketika melihat orang yang kamu cintai tersenyum untukmu dan memberikan semangat untukmu.
Aku ingin semua ini bertahan selamanya walaupun ini hanya mimpi. Aku ingin semuanya tetap sama.
Keanehanmu malah sangat aku sukai.
♢♢♢
Tubuh Rilly seakan mengeluarkan api saat mendengar penjelasan Sophia dan Zizi. Ia sama sekali tidak mengetahui soal pertandingan basket itu. Tidak ada satupun orang yang mengatakan kepadanya. Baru pagi ini Sophia maupun Zizi menceritakan soal ini. Sedangkan pertandingan itu diadakan sore nanti yang berarti tinggal beberapa menit lagi.Tangan Kafka!!
Rilly sontak berdiri saat mengingat akan fakta itu. Ia langsung berlari begitu saja tanpa mengatakan apapun ke Sophia dan Zizi. Mukanya pucat dan tangannya sudah berkeringat.
Tangan Kafka seperti itu karenanya dan pertandingan ini juga karenanya. Jika Kafka kalah maka itu juga salahnya. Bodoh!! Kenapa ia bisa melewatkan semua ini?!!
Rilly menghentikan langkah kakinya saat ia tepat berada didepan pintu lapangan. Ia menarik napas dalam-dalam, membuka pintu itu perlahan. Ia mengintip beberapa orang yang sedang bermain basket. Hanya dua orang dan dua orang itu sedang beristirahat.
Rilly menggigit bibir bawahnya saat ia melihat Kafka bermain basket. Kafka tidak selincah biasanya. Bola itu yang biasanya masuk kini tidak mengenai sasarannya. Beberapa kali Kafka mencobanya, hanya ada satu atau dua kali bola itu bisa masuk. Namun, tidak terlihat dia frustasi atau menyerah.
"Rilly? Ngapain lo disini?" heran Aldi.
Rilly menoleh ke arah Aldi dengan tatapan paling tajam yang ia punya, "Kenapa nggak ada yang kasih tahu gue tentang pertandingan ini?!!"
Aldi menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal. Ia menyengir, "Tapi sekarang lo udah tahu, 'kan?"
Rilly mempertajam tatapannya, "Ini karena gue?!"
Lagi-lagi Aldi menyengir, "Lo udah tahu, 'kan?"
"Gue belum tahu sepenuhnya, Al!! Gue cuman tahu ini karena gue dan gue nggak tahu itu apa!!" kesal Rilly.
Aldi menelan salivanya dengan susah payah. Tidak ada yang mau membantunya, kah? Ia takut salah mengucapkan sesuatu.
"Aldric yang buat lo pingsan."
Jawaban itu bukan keluar dari mulut Aldi, melainkan Kafka yang sudah berdiri dibelakang Aldi. Ia masih saja memainkan bola basket itu.
Tatapan Rilly melembut, ia tidak bisa marah ke Kafka. "Tangan lo gimana?"
Kafka mengangkat tangan kanannya. Ia tersenyum tipis agar Rilly tidak khawatir. Lalu ia memainkan bola basket dengan tangan kirinya. Membuat Rilly menghela napas lega.
"Gue pergi, bentar," pamit Rilly yang langsung berlari begitu saja.
Kafka melepaskan bolanya begitu saja saat Rilly sudah keluar dari lapangan ini. Ia menggerakan tangan kirinya yang sudah terasa sakit. Ia terlalu memaksakan diri dengan bermain menggunakan tangan kiri dan hanya satu tangan lah yang bekerja.
"Lo kenapa, Kaf?" cemas Ardan.
Kafka menghela napasnya, ia menatap lurus ke arah Rafa. "Lo kapten."
Rafa mengernyit, "Gue? Gue kapten?"
Kafka mengangguk, "Gue nggak akan keras kepala dengan mempertahkan sesuatu yang nggak bisa gue pertahanin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Yuanfen
Roman pour AdolescentsMenurut kalian, apa pengertian bodoh? Apa bodoh itu orang yang tidak bisa memahami pelajaran sekolah yang sulit? Menurut Rilly bukan itu, karena tidak semua orang punya kemampuan yang sama. Menurut Rilly, bodoh itu dia. Dia yang bodoh karena tida...