Twenty

13.5K 1.4K 64
                                    

Jangan pernah mengelak akan perasaanmu karena kamu akan kecewa nantinya. Jangan pernah menyembunyikan perasaanmu yang sesungguhnya dari seorang yang kamu cintai karena itu percuma. Bersikap lah terbuka.

Seorang perempuan yang menertawakan cinta itu seperti seorang anak kecil yang menangis dimalam hari karena ketakutan.

♢♢♢

Ruangan osis, ruangan yang hanya dikhusukan untuk anggota osis saja. Jarang sekali yang bukan anggota osis masuk ke ruangan itu. Mungkin jika mereka harus masuk kesana, mereka mempunyai tujuan. Mereka juga tidak akan berlama-lama disana.

Kafka menyerahkan kembali lembaran kertas yang ia baca ke seseorang yang mengantarnya. Pastinya bukan anggota osis.

"Ada apa ya, Bang?" herannya.

Kafka melirik adik kelasnya itu sekilas, sebelum kembali fokus dengan sesuatu yang ia kerjakan. "Perbaiki proposalnya dulu, baru gue tanda tangani."

'Tapi...."

"Udah, mau lo ngotot bilang proposalnya udah benar. Tetap aja Kafka bakalan bilang itu nggak benar," potong Zizi.

Adik kelas itu terlihat sedikit kesal, "Iya Bang, kami perbaiki dulu. Permisi."

Zizi yang melihat itu hanya bisa menahan tawanya. Sudah beberapa adik kelas dari beberapa organisasi kesini dan hampir semuanya bernasib sama dengannya. Mereka pun sama-sama menggerutu saat keluar dari ruangan ini.

Zizi menoleh ke Kafka, ia lupa tentang ini. "Oh ya, gue dengar katanya osis bakalan ke puncak?"

Kafka mengangguk, "Kenapa?"

Zizi berdecak, "Gue ini bukan kertas loh. Gue yang ngajak ngobrol, kenapa lo ngelihatnya ke kertas?"

Kafka menutup matanya sebentar, sebelum melirik ke Zizi. Ini belum terlalu siang dan ia masih terlalu malas untuk mendengar ocehan Zizi.

Zizi tersenyum lebar melihat reaksi Kafka, "Osis aja ya?"

Kafka menaikkan satu alisnya, "Kenapa?"

Zizi cemberut, "Kalau misalnya osis aja, berarti....."

"Ardan nggak ikut?" potong Kafka.

Zizi melotot mendengar ucapan Kafka, "Kalau dia nggak ikut, malah bagus banget pakai banget. Yang gue masalahin itu, Rilly, Sophia sama Rafa."

Kafka menaikkan satu alisnya, "Rafa?"

"Iya Rafa, temannya Rilly itu. Dia itu kan anggota band kami juga. Terus kalau acara itu di adakan besok dan di adakan selama lima hari, berarti kami nggak bisa latihan. Sedangkan lombanya aja itu dua minggu lagi," jelas Zizi.

Entah karena apa, Kafka malah kembali fokus dengan bacaannya. Aneh sekali.

"Kaf, lo...." Zizi terdiam saat Kafka menyerahkan proposal tentang acara ini. Ia membaca dengan teliti proposal itu, dari pada Kafka menatapnya dengan tatapan yang paling ia tidak sukai itu. Ternyata, acara ini di adakan untuk semua organisasi sekolah yang mau mengikutinya. Zizi menyengir saat selesai membaca proposal itu, "sorry, Kaf."

"Hm."

Zizi baru teringat sesuatu, "Ini ada titipan dari anak PMR. Dia nggak bisa ngasih langsung ke lo karena tadi dianya di panggil guru."

Kafka lagi-lagi menerimanya tanpa melihat ke arah Zizi. Dia memang seperti itu dan mungkin akan terus seperti itu. Pastinya sedikit menyebalkan untuk orang yang baru mengenalnnya dan tidak mengetahui sifatnya itu.

YuanfenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang