41. Terjebak . . . atau Jalan Keluar . . . ???

2.6K 54 0
                                    

"Mana ayahku?" tanya Kat Hong. Memang pada saat Kat Thian-beng mengalami nasib yang menggenaskan, buru-buru Sin Ciong tojin menutuk jalan darah kedua pemuda itu agar jangan sampai goncang hatinya, maka kedua anak muda itupun tak tahu kemana sang ayah.

"Sebaiknya saudara memulangkan napas dulu dan berusaha untuk mengenyahkan racun dalam tubuh saudara. Nanti tentu akan kuberitahukan semua peristiwa..."

Siu-lam memberi penjelasan, "tempat ini masih dalam daerah berbahaya, begitu saudara sudah sembuh, kita harus lekas tinggalkan tempat ini!"

Kedua saudara Kat itu menurut. Mereka segera duduk bersemadhi menyalurkan darah. Pil kim-tan yang dibawa Sin Ciong tojin merupakan pil pusaka buatan dari Tio Sam-hong, pendiri partai Bu-tong-pay. Hanya dibuat sebanyak lima butir pil, turun-menurun diserahkan pada Ciang-bun-jin (ketua) Bu-tong-pay. Pil itu tak boleh digunakan sembarangan kecuali menghadapi suatu peristiwa yang luar biasa.

Pada saat diterima oleh Sin Ciong tojin, pil itu hanya tinggal dua butir. Pil itu memang mujijat sekali. Begitu kedua pemuda Kat itu menyalurkan napas, mereka segera rasakan dadanya longgar, semangatnya segar. Tiba-tiba mereka muntah-muntah. Tetapi setelah itu tampaknya mereka mulai sehat.

"Kau lapar?" tanya Hian-song yang masih kekanak-kanakan.

"Jangan adik Song," cegah Siu-lam, "memang setelah muntah tentu merasa lapar. Tapi bekal yang kita bawa itu tentu sudah mengandung racun. Sebaiknya dibuang saja!"

Dara itu menurut.

"Ai, kali ini kau benar-benar mendengar kata!" Siu-lam tertawa bergurau.

Hian-song berbangkit dan menghampiri dekat pemuda itu. Serunya dengan lemah lembut, "Engkoh Lam..."

Belum selesai ia mengucap tiba-tiba terdengar letusan yang dahsyat dan segumpal asap tebal menyambar dari belakang. Terkejut mereka bukan kepalang. Mereka seolah-olah digodok dalam api. Keringat mengalir seperti anak sungai. Hawa panas merangas cepat sekali sehingga tak menyempatkan mereka untuk bertahan diri.

Siu-lam cepat kerahkan tenaga dalam untuk menahan panas lalu memanggul kedua saudara Kat terus dibawa.

"Adakah saudara terluka?" tanyanya.

Kedua saudara Kat itu gelengkan kepala. Saat itu racun dalam tubuh mereka sudah sebagian besar hilang. Keadaan berangsur-angsur baik.

"Engkoh Lam, aku teringat..." tiba-tiba Hian-song tersenyum.

"Teringat apa?" Tanya Siu-lam heran.

"Nona baju putih itu tak cinta padamu maka ia sengaja suruh orang menjerumuskan kau ke dalam terowongan gunung berapi supaya kita terkubur hidup-hidup!"

Siu-lam tertegun. Diam-diam ia mengakui memang kata-kata si dara itu benar juga. Tetapi pada lain kilas ia teringat. Bahwa jika nona itu benar-benar bermaksud jahat, tak nanti ia memberi pil penawar racun di ruang Hwe-lun-tian....

"Ah, tetapi kalau dia berbuat begitu, aku malah lega." Hian-song tertawa lalu menggelendot di dada Siu-lam. Sebagai seorang dara yang menjelang alam kedewasaan, sebagai seorang yang sudah sebatang kara, ia anggap Siu-lam itu adalah satu-satunya manusia di dunia yang menjadi tiang andalannya. Maka ia tak senang apaibila si nona baju putih bersikap baik pada Siu-lam.

Siu-lam tergerak hatinya melihat sikap mesra dari dara itu. Dipeluknya dara itu seraya berbisik, "Cukuplah kalau kau sudah tahu, jangan suka mengada-adakan pikiran apa-apa lagi!"

Tiba-tiba terdengar Kat Hong menghela napas dan berkata pada saudaranya, "Adik, samar-samar aku masih ingat bahwa ayah telah dilukai si nona baju merah dalam ruang Hwe-lun-tian!"

Wanita IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang