88. Rahasia Murid Perempuan Beng-gak

2.7K 57 0
                                    

Ia menyingkap rambutnya yang terurai ke bahu, lalu berkata, "Guruku tak takut pada siapa saja. Sekalipun ke sembilan partai itu bersatu, tetap takkan menang dengan guruku. Didunia ini, hanya seorang yang ia paling takuti. Ialah terhadap kakek guru Lo Hian. Itulah sebabnya maka guru cepat-cepat menarik mundur anak buahnya dari Siau-lim-si ketika tiba-tiba mendengar seruling kakek guruku. Hanya aku seorang diri ditinggal disini untuk memata-matai gerak gerik orang Siau lim-si!"

Ceng Hun makin tertarik. Ia hendak menyelidiki lebih lanjut rahasia mereka. Maka ia gunakan siasat mengulurkan waktu agar kawan-kawannya datang.

"Jangan-jangan suara seruling itu bukan Lo Hian yang meniup?" tanyanya.

"Huh, guruku adalah bukan tokoh sembarangan sudah tentu ia dapat membedakan nada seruling dari kakek guru Lo Hian dengan suara seruling lainnya. Seruling dari kakek guru itu dapat menyemburkan beberapa macam paduan nada. Jauh berlainan dengan seruling biasa. Sekalipun bukan kakek guru sendiri yang datang, tetapi yang pasti seruling itu adalah milik kakek guru. Maka gurupun cepat-cepat pulang ke Beng-gak ......"

"Jika Lo Hian itu benar belum meninggal, apa guna gurumu pulang Ke Beng-gak?"

Nona itu merenung beberapa saat. Tanyanya, "Jawab lebih dulu, engkau bersedia kerja sama dengan aku atau tidak? Nanti akan kuberi tahukan hal itu lebih lanjut!"

"Beritahukan dulu soal itu baru nanti pinto mempertimbangkan setuju atau tidak!"

"Kita bersama-sama masuk ke Telaga darah mencari pusaka itu!"

"Hanya terbatas pada sebuah soal itu saja?" Ceng Hun menegas.

Nona itu tiba-tiba tertawa mengikik, "Sudah tentu tak terbatas itu saja!"

"Ingin pinto mendengar penjelasan nona."

Berkata nona itu tanpa malu-malu, "Jika engkau bersedia bersamaku mencari pusaka itu tentu aku takkan mengecewakan engkau. Selain akan membagi rata pusaka itu, akupun bersedia menyerahkan jiwa dan raga ......"

Sungguh tak terduga oleh Ceng Hun bahwa si nona bakal mengucapkan kata begitu. Sesaat terpukaulah ketua Ceng-sia-pay itu.

"Pinto adalah seorang pertapa. Seumur hidup takkan menikah," akhirnya Ceng Hun berkata.

Nona itu mendengus dingin, "Huh, sejak dahulu kala hingga sekarang, orang gagah maupun pahlawan manakah yang tak mengalami kehidupan romantis. Aku tak percaya kalau ucapanmu benar-benar keluar dari lubuk sanubarimu."

"Pinto sejak kecil telah menghisap ajaran suhu. Tinggalkan debu dunia, menutup diri dari segala persoalan duniawi, termasuk urusan wanita. Bagaimana nona dapat gembira dengan orang semacam aku!"

"Cret," tiba-tiba pedang nona baju merah itu memapas jenggot Ceng Hun yang memanjang ke dada, lalu berkata "Lebih dulu kupotong jenggotmu baru lalu kuminta engkau berganti dengan pakaian orang biasa ......"

Bukan kepalang cemas Ceng Hun. Dia serentak membentak dengan keras, "Diluar lembah telah menunggu paderi-paderi Siau-lim-si. Asal pinto berseru nyaring, tentu segera mereka datang kemari."

"Bentakanmu ini, apakah tak cukup keras? Karena ternyata engkau tiada bermaksud kerja sama dengan aku dan menipuku memberi keterangan-keterangan. Maka tak dapat aku biarkan engkau lagi!" Nona itu berbangkit perlahan-lahan lalu menusuk ke dada Ceng Hun.

Ceng Hun totiang yang sudah siap, segera menghindar kesamping. Tapi karena jalan darahnya masih tertutuk, gerakannyapun lamban. Serempak dengan tertawa mengikik dari nona itu, jubah ketua Ceng-sia-pay, itupun pecah dan lolos separoh.

Tapi dikarenakan nona itu menderita luka dalam yang parah, maka setelah menusuk dua kali, tubuhnyapun terhuyung dan sesaat kemudian ia muntah darah.

Wanita IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang