10. Jarum Rahasia Chit-jiau-soh

4.3K 79 0
                                    

"Anak bulus itu barang kali sudah mati tenggelam di dasar telaga!" teriak si orang aneh.

"Jangan ribut!" bentak si dara. "Orangnya sudah berada di bawah pondok ini, kau masih memaki-maki tak karuan!"

Wan Kiu-gui terkejut....

"Gadis itu benar-benar lihay," serunya seraya menyelam lebih ke bawah lagi.

Gerakan Wan Kiu-gui yang pelahan sekali itu, tertangkap juga oleh telinga si dara baju merah. Ia pun kaget dan cepat taburkan tangannya. Serangkum benda bersinar putih menyusup ke dalam air.

Wan Kiu-gui mengira bahwa dengan menyelam ke dasar telaga ia tentu sudah aman, tetapi ternyata dugaannya itu meleset. Benda itu ternyata kuat sekali menyelam ke dalam air dan mengejar korbannya. Sebelum Wan Kiu-gui menyadari, tahu-tahu bahu kirinya terasa sakit kesemutan, kejutnya bukan kepalang. Dengan mati-matian ia meluncur ke tepi telaga.

Setelah muncul ke tepi dan tak nampak si nona mengejar, ia segera lari menuju ke mulut lembah untuk mencari anak buahnya yang menjaga di situ. Tetapi belum berapa jauh ia lari, tubuhnya terasa kaku sekali sampai tak dapat digerakkan.

"Celaka," keluhnya. Senjata rahasia yang dilepaskan si dara berbaju merah ternyata mengandung racun. Walaupun selama berenang tadi ia sudah berusaha untuk menyalurkan darah menutup kemungkinan dijalari racun, toh ternyata gagal.

Dengan sekuat sisa tenaganya, Wan Kiu-gui berlari. Tetapi makin menggunakan tenaga, racun makin cepat berkembang dan kakinyapun makin berat. Ia menghela napas. Sambil mendongak ke langit ia merintih: "Ah, tak kira aku Wan Kiu-gui akhirnya harus binasa di gunung Kiu-kiong-san ini tanpa diketahui orang...."

Rintihan itu timbul dari keharuan duka. Rasa duka telah menghapus nyali kegagahannya. Dan tenaga yang dipertahankan untuk menjaga keseimbangan tubuhnya akhirnyapun goyah. Ia rasakan matanya nanar, alam di sekelilingnya gelap gulita dan pada saat kedua kaki lantas ia pun rubuh....
Entah berapa lama ia pingsan. Hanya ketika ia membuka mata ternyata ia dikerumuni oleh tujuh delapan orang. Mereka bukanlah anak buahnya. Yang tegak di hadapan seorang paderi berjenggot panjang. Ah, paderi itu bukan lain Thian Hong totiang, pemimpin dari golongan putih di daerah Kang-lam.

Di sebelah kanan kiri paderi itu adalah tokoh-tokoh terkenal dari Kang-lam. Mereka tergolong jago-jago silat dari golongan putih. Hati Wan Kiu-gui tergetar, namun setenang mungkin ia menegur sinis: "Bagus benar siasat toheng. Malam ini bunuhlah Wan Kiu-gui. Toheng bakal merajai daerah Kang-lam tanpa lawan lagi!"

Thian Hong totiang tersenyum: "Harap saudara Wan jangan kuatir. Aku bukanlah orang yang suka mencelakai orang yang sedang menderita!"

"Aku terkena senjata rahasia beracun. Kau tak mau membunuh aku, pun nyawaku tak sampai besok pagi!"

Thian Hong tertawa tawar: "Jelek-jelek aku mengerti ilmu obat-obatan. Jika saudara percaya, aku bersedia mengobati lukamu."

"Bagiku mati hidup bukan soal. Silahkan totiang memeriksa!" sahut Wan Kiu-gui.

Thian Hong segera memeriksa. Ternyata pada lengan kanan Wan Kiu-gui terdapat lubang sebesar kelingking. Anehnya luka itu tiada berdarah. Thian Hong minta ijin untuk merobek baju Wan Kiu-gui.

"Sekalipun lenganku dikutungi, akupun takkan merintih. Silahkan, totiang," kata Wan Kiu-gui.

Wan Kiu-gui itu seorang rase tua yang kenyang makan asam garam dunia persilatan. Dia tahu bahwa racun yang mengeram pada lengannya itu ganas. Bila Thian Hong berhasil menyembuhkan, ia tidak perlu berhutang budi. Karena Thian Hong adalah seorang pemimpin golongan putih yang biasa melakukan kebaikan.

Tapi sebaliknya apabila Thian Hong gagal dan Wan Kiu-gui sampai mati, dunia persilatan tentu akan mengutuk paderi itu. Paderi itu tentu disangka membunuh seorang lawan yang terluka dengan cara pura-pura mengobati. Demikian kelicikan Wan Kiu-gui sekalipun dalam bahaya maut!

Wanita IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang