13. Imbal Jasa Ilmu Pedang dan Ilmu Pukulan

3.7K 74 0
                                    

"KEK....!" Si dara menjerit kaget.

Kakek berjenggot perak itu merogoh keluar sebatang pisau kecil lalu dilemparkan ke tanah. Dengan wajah serius berkatalah dia, "Sudah lama kusiapkan pisau kecil ini. Sebelum aku mati, jika jalan darahmu Seng-si-hian-kwan belum terbuka, urat-urat Sau-im-sim-keng di lengan kirimu, akan kupotong agar kepandaianmu punah...."

Mendengar itu ngerilah Siu-lam. Ia gemetar dan mengucurkan keringat dingin. Pikirnya, "Kakek ini kejam sekali. Terhadap darah dagingnya sendiri, ia begitu dingin...."

Tiba-tiba kakek berjenggot perak itu menghela napas. Ujarnya, "Sejak kecil aku telah mendapat pelajaran ilmu pengobatan dari suhuku. Aku paham sekali akan letak jalan darah tubuh manusia. Andaikata sampai salah, paling-paling kau hanya kehilangan sebuah lengan. Kejam tampaknya tetapi demi untuk kebahagiaan hidupmu, Song-ji!"

Diam-diam Siu-lam mengakui kebenaran ucapan kakek itu. Memang lebih bahagia bagi seorang anak perempuan jika tak mengerti ilmu silat. Dia menikah, menjadi isteri dan ibu yang merawat rumah tangga dan anak-anak.

Berkata si kakek lebih lanjut, "Ketahuilah, kepandaianmu sekarang ini tak sembarangan tokoh persilatan mampu menandingi. Jika aku mati dan kau berkelana di dunia persilatan, tentu akan bertempur dengan orang. Dan sekali bertempur, orang tentu akan mengetahui sumber ilmu silatmu. Lalu menyelidiki asal-usulmu. Pada waktu itulah...." tiba-tiba kakek itu hentikan bicara dan memandang wajah si dara.

Si dara tertawa rawan, "Apakah kakek menguatirkan musuh-musuhmu akan melakukan pembalasan kepadaku?"

"Benar! Jika tahu asal-usulmu, mereka tentu berusaha keras untuk menangkapmu. Dan sekali kau sampai jatuh ke tangan mereka, kau tentu akan merasakan derita siksaan yang paling ngeri di dunia...."

Si kakek berhenti sejenak, lalu berkata pula, "Siksaan itu benar-benar tak terperikan sakitnya. Song-ji, menghadapi saat-saat seperti itu, sekalipun kau ingin mati juga tak bisa!"

Kakek dan cucu itu bicara asyik, Siu-lam tak dihiraukan sama sekali.

Tampak si dara merenung diam. Bukan karena ngeri mendengar kata-kata kakeknya. Tetapi sedang mempertimbangkan sesuatu hal penting.

Beberapa saat kemudian si kakek melanjutkan lagi, "Merekapun berusaha mencari aku, tetapi sampai begitu juga tak berhasil. Tetapi mereka tetap belum puas. Bulan yang lalu, kedua orang yang kau totok jalan darahnya dalam warung itu, setelah kuperiksa mereka mengaku memang orang Beng-gak. Karena itu maka segera kututup warung dan kuajak aku pindah kemari. Ah, di tengah perjalanan kudengar lagi tentang tersiarnya peta Telaga Darah. Serentak kurobah rencana dan menuju ke gunung Kiu-kiong-san. Tetapi tak kunyana, karena perjalanan itulah maka penyakit lamaku kambuh lagi...." ia berhenti terbatuk-batuk.

Si dara mengelus-elus punggung kakeknya. Setelah kakek itu berhenti batuk, bertanyalah dara itu, "Kakek pandai sekali ilmu obat-obatan. Masakan tak dapat mengobati penyakitmu sendiri?"

Kakek itu gelengkan kepala! "Ah, memang dalam ilmu pengobatan, tiada yang mampu menandingi aku. Jika tidak, tentu aku sudah mati sepuluh tahun yang lalu!"

Diam-diam Siu-lam terkejut. Dalam dunia persilatan hanya tabib Gan Leng-po yang termasyhur pandai. Mengapa kakek itu membanggakan dirinya tiada tandingan?

Mendengar ucapan si kakek, menangislah si dara, "Kalau begitu penyakit kakek tiada obatnya lagi?"

"Untuk menyembuhkan lukaku, hanya kecuali jika kakek gurumu Lo Hian muncul di gunung sini lagi!"

Siu-lam terbelalak. Jika kakek itu mengatakan si dara sebagai cucu-murid dari orang sakti Lo Hian, tentulah kakek itu adalah murid dari Lo Hian.

"Tetapi kakek-gurumu Lo Hian sudah lama meninggalkan dunia fana ini. Nak, jangan memimpikan hal yang tak mungkin!"

Wanita IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang