79. Juru Damai

2.5K 62 0
                                    

Thian Ce totiang menyahut dingin, "Masing-masing partai menpunyai kelebihan dan kekurangan. Ada yang mengutamakan pelajaran yang serba aneh. Ada pula yang mengutamakan gerak kecepatan dan keganasan. Pinto seorang yang tak ternama, bagaimana berani menilai ilmu pedang setiap partai persilatan."

"Dengan begitu kecuali sama sama termasyhur, pun ilmu pedang keempat Toa-kiam-pay itu juga hampir berimbang," kata Siu-lam pula.

"Ah, tak berani pinto mengadakan penilaian."

"Kalau begitu, wanpwe pun tak berani mendesak juga ......"

Thian Ce totiang serentak berbangkit, "Agaknya pinto harus bersembahyang. Jika Pui-sicu tak ada lain urusan, pinto tak berani menahan lebih lama."

Cara ketua Kun-lun-pay mengusir secara halus kepada tamunya itu, bukan saja Siu-lam merasa tersinggung, pun Tay Ih siansu juga kurang puas.

Ketua Siau-lim-si itu segera berbangkit dan memberi salam, "Baiklah, loni tak berani mengganggu lagi ......"

"Jangan tergesa-gesa dulu, lo-siansu," cepat Siu-lam menukas, "wanpwe masih ada sedikit urusan hendak mohon petunjuk Thian Ce totiang.

Sikap anak muda yang keras kepala itu, benar-benar membuat Thian Ce tociang tidak berdaya. Sebagai seorang ketua partai ternama, ia tetap harus berlaku sabar.

Dan tertawalah ia dengan sikap yang tak wajar: "Ah, karena Pui-sicu begitu memperhatikan pinto terpaksa pinto pun akan meladeni."

Siu-lam tersenyum seperti tak terjadi sesuatu apa. Ujarnya, "Jika ilmu pedang dari keempat Toa-kiam-pay itu berimbang, sudah tentu kepandaian murid merekapun hampir sejajar."

Ucapan anak muda itu benar-benar tak dapat dimengerti kemana tujuannya. Tay Ih siansu berbatuk-batuk kecil dan berseru, "Pui-sicu ......"

"Ah, jika lo-siansu hendak memberi petunjuk wanpwe mohon supaya lain waktu lagi kita bicarakan. Saat itu waktu berharga sekali. Wanpwe hendak mohon pelajaran pada Thian Ce locianpwe."

Berobahlah wajah Thian Ce totiang seketika, "Apakah tayhiap benar-benar hendak mempersulit pinto ......"

Dan demi menjaga gengsinya sebagai ketua partai, Thian Ce totiang tertawa ringan, ujarnya lebih lanjut, "Dalam ilmu silat, yang terutama mengandalkan bakat. Dan kedua tergantung dari guru. Maka sekalipun sesama perguruan, tetapi berbeda juga tingkat kepandaiannya. Ini tergantung dari bakat masing-masing!"

"Apakah sejak seratus tahun ini, didalam keempat Toa-kiam-pay pernah muncul murid yang berbakat cemerlang?" tanya Siu-lam.

"Apakah kau hendak menyelidiki pinto?"

"Ah, tidak. Wanpwe hanya bersungguh hati hendak mohon pelajaran saja," Sahut Siu-lam.

"Diantara empat Toa-kiam-pay, sejak seratus tahun yang terakhir ini hanya Siau-yau-cu yang tergolong berbakat cemerlang"

"Pernahkah locianpwe bertemu dengan Siau-yau-cu?" tanya Siu-lam pula.

"Pada masa keempat partai pedang itu mengadu kesaktian untuk merebut kedudukan, pinto masih belum menyelesaikan pelajaran maka tak sempat bertemu."

Siu-lam menghela napas panjang. Serentak ia berbangkit dan menjurah, "Bagaimana hasil dari pertandingan keempat partai pedang itu?"

"Masing-masing menderita korban!"

"Bagaimana peristiwa itu terjadi?"

Sesungguhnya Thian Ce totiang tak puas atas sikap Siu-lam yang bertanya begitu melilit. Tetapi melihat perbawa dan wajah pemuda itu terpaksa ia tertawa hambar, "Hanya soal merebut nama saja."

Wanita IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang