SIP SIAU-HONG berhenti lalu mencekal tangan Tong Bun-kwan. Bentaknya bengis. "Ah, kau tetap mengikuti aku seperti bayangan saja!"
Tong Bun-kwan mendesis pelahan dan mengukap beberapa patah kata yang tak jelas. Tetapi diam-diam hati nona itu tegang sekali. Ia siapkan lwekang. Jika suhunya mengetahui bahwa ia pura-pura terkena obat pembius, saat itu ia akan melawannya.
Tetapi ternyata Sip Siau-hong segera lepaskan cekalannya dan menghela napas panjang, "Ah tak seharusnya tadi kuberimu obat pembius itu. sekarang aku tak mempunyai kawan bicara lagi!"
Ia melangkah lagi kemuka dengan pelahan.
Tong Bun-kwan membiarkan saja sang guru menghela napas panjang pendek. Dia tetap bersikap diam. Hanya dalam hati ia senantiasa memperhatikan saat dimana ia dapat bergabung dengan Bwe Hong-swat untuk menindak gurunya itu.
Percikan air itu makin deras dan airnya pun dingin sekali sampai terasa seperti menggigil tulang.
Tiba-tiba dari depan memancar sinar api yang menerangi lorong. Disebelah muka tampak sebuah altar batu yang datar, menghadang ditengah lorong jalan.
Diatas altar batu itu duduk seorang tua berjenggot panjang, mengenakan jubah pertapaan. Sikapnya seperti seorang dewa....
Melihat itu serentak menjeritlah Sip Siau-hong, "Suhu....!" serta merta ia terus berlutut memberi hormat.
Tong Bun-kwan memandang kemuka dengan seksama. Ternyata orang tua yang berdandan seperti pertapa duduk diatas batu altar itu, perlahan-lahan menyurut mundur.
Diam-diam nona baju biru itu heran. Jika orang tua itu benar Lo Hian mengapa melihat muridnya yang berkhianat, tak menunjukkan reaksi apa-apa.
"Hm, jangan sam-sumoay main-main lagi," ia menarik kesimpulan lalu mengambil lima batang senjata rahasia beracun terus dilontarkan.
"Tak, tak, tak," dada orang tua itu tertabur senjata rahasia namun tetap diam saja.
Sip Siau-hong terkejut dan cepat berpaling menyambar tangan Tong Bun-kwan. "Bagus, hampir saja aku kau kelabuhi."
Dalam keadaan seperti itu tak dapat Tong Bun-kwan menyangkal lagi, cepat-cepat ia menyahut: "Murid memang telah minum obat itu, tetap perasaan hati murid masih terang!"
Terdengar suara berdering-dering. Mata Sip Siau-hong berkicup kicup. Tiba-tiba ia tersenyum, "Mungkin aku keliru mengambilnya...." ia lepaskan cengkeramannya dan berkata pula, "Kwan-ji, lontaranmu tepat mengenai
dada kakek gurumu....""Menurut pandangan murid, orang tua itu bukanlah manusia melainkan patung...."
Sip Siau-hong tertawa gembira, "Benar jika kau tak melemparkan senjata rahasia, hampir saja kau tertipu. Hayo, kita kejar...."
Saat itu sinar peneranganpun padam dan gemerincing senjata tak terdengar. Lorong terowongan kembali gelap gulita dan sunyi senyap lagi.
"Biarlah murid yang maju dimuka," kata Tong Bun-kwan seraya maju luruskan pedang ke muka dada. Perjalanan itu panjang dan gelap. Tong Bun-kwan lari cepat tanpa gentar.
Kebalikannya Sip Siau-hong tetap berhati-hati. Wanita Beng-gak itu tahu betapa lihaynya mendiang Lo Hian. Kira-kira sepeminum teh lamanya, mereka tiba diujung terakhir dari lorong.
Pemandangan disitupun berlainan juga. Sebuah ruangan batu yang luas, penuh bertabur mutiara. Sebatang obor besar dan tinggi, memancarkan sinarnya keseluruh ruangan sehingga mutiara-mutiara itu bergemerlapan memantulkan cahaya yang beraneka warna.
Disamping kanan kiri ruangan itu terdapat dua buah lorong gang, masing-masing mempunyai pintu yang tertutup. Bwe Hong-swat dan rombongan entah berada dimana karena keadaan sunyi-sunyi saja.
![](https://img.wattpad.com/cover/88779281-288-k887721.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Iblis
FantasíaWanita Iblis (Sip Siau Hong) bukanlah wanita yang jelek seperti hantu, bahkan adalah wanita yang sangat cantik. Jangankan laki-laki biasa, seorang tokoh agama yang sudah terlatih mengekang nafsu seks sekalipun tetap tidak mampu menahan kegoncangan h...