117. Sekutu Dewa dan Wanita Iblis

3.1K 55 8
                                    

Dengan enggan Sip Siau-hong menyambuti pil merah itu. Seketika senyum tawanya lenyap dan bertanyalah ia dengan dingin, "Apakah guna pil beracun ini?"

"Setelah minum pil itu, seumur hidup harus mendengar perintahku!"

"Jika membangkang?" Sip Siau-hong menegas.

"Jika membangkang, dalam waktu sepeminum teh saja, pil itu akan bekerja!"

"Apakah orang itu akan mati seketika?"

"Ah, terlalu enak bagimu!" sahut Dewa Iblis.

"Bilanglah, bagaimana orang itu jadinya!" Sip Siau-hong makin mendesak.

"Tulang dan urat-uratnya akan menyusut semua, ilmu silatnya lenyap. Tiap hari akan menderita kesakitan sampai tiga jam. Dan akan berlangsung seumur hidup!"

"Sungguh ganas sekali!" Sip Siau-hong seraya terus menelan pil itu.

Tindakan Sip Siau-hong itu benar-benar mengejutkan Ban Thian-seng. Ia tak menyangka kalau wanita itu sedemikian beraninya. Tetapi pada lain kilas ia teringat bahwa Sip Siau-hong itu seorang wanita yang licik dan ganas.

"Harap membuka mulutmu," katanya dengan tertawa. "Akan kulihat. Aku tak percaya engkau berani sungguh-sungguh menelan pil itu"

Sip Siau-hong tersenyum, ujarnya, "Ah, locianpwe benar-benar banyak curiga!" Ia lalu mengangakan mulutnya.

Dengan cermat Ban Thian-seng mengamati mulut wanita itu. Ah, ternyata pil itu memang tak ada lagi atau sudah ditelan ke dalam perut. Kebalikannya, hidungnya terbaur oleh serangkum hawa harum yang membuat orang seperti mabuk.

Dengan perlahan Sip Siau-hong menghembuskan hawa harum dari mulutnya itu lalu menutup mulutnya lagi. "Tentunya locianpwe mau percaya sekarang!"

Sambil menengadahkan muka, berkatalah Ban Thian-seng dengnn serius, "Menilik Lo Hian orang begitu cerdik toh celaka di tangan wanita ini, masakan aku Ban Thian-seng mampu menandingi kepandaian Lo Hian?"

Sebenarnya kata-kata itu adalah suara hatinya, tetapi entah bagaimana telah diucapkan dengan mulut.

Sip Siau-hong tertawa dan berkata lembut, "Pil telah kutelan, jika masih ada syarat lain, silahkan locianpwe mengatakan lagi!"

Sejenak merenung, tertawalah Dewa Iblis itu. "Sekalipun engkau main siasat tak menelan pil itu, tetap engkaupun bukan tandinganku!"

Sip Siau-hong kerutkan dahi, sahutnya, "Tetapi benar-benar aku sudah menelannya. Mati hidupku kini berada ditangan locianpwe ......"

Sesaat ia membereskan rambutnya yang terurai lalu melanjutkan. "Saat itu seluruh tokoh persilatan sudah berkumpul di kota Khik-ciu. Menghadapi lawan seberat itu, sudah tentu aku tak kuasa melawan dua macam bahaya. Daripada menanggung hina kalau sampai jatuh di tangan mereka, lebih baik menyerah dan bersatu dengan locianpwe."

Mendengar alasan yang kuat itu, tertawalah Ban Thian-seng. "Ho, masakan gelarku sebagai Dewa Iblis itu hanya gelar kosong saja!"

"Dengan memaksa aku supaya menelan pil beracun itu, tentulah locianpwe mempunyai alasan. Silahkan locianpwe memberitahukan."

Ban Thian-seng terbahak-bahak. "Lo Hian memang satu-satunya manusia yang dapat mengalahkan aku. Aku pernah bertanding ilmu, pedang dengannya sampai tiga kali. Yang pertama, ternyata berimbang, tiada yang kalah dan menang. Tiga tahun kemudian kami bertarung lagi. Ternyata dia jauh lebih kuat...."

"Sayang dalam kedua pertandingan itu, aku belum hadir!" kata Sip Siau-hong.

Ban Thian-seng mendengus dingin. "Hanya dalam waktu tiga tahun saja. dia sudah dapat lebih unggul. Benar-benar bukan sembarang orang mampu melakukan. Tetapi saat itu pikiranku hanya diburu kemarahan. Tak kusadari hal itu dan terus kutantangnya untuk bertempur nanti sepuluh tahun kemudian. Dalam waktu sepuluh tahun ini, kusiksa diriku untuk meyakinkan ilmu pedang. Setelah yakin kesaktianku bertambah maju, segera kudatangi. Tetapi ah, dalam pertempuran itu aku telah menderita kekalahan yang hina. Belum mencapai seratus jurus saja, aku sudah kalah. Hal itu kurasakan sebagai suatu hinaan yang besar dalam hidupku. Siang malam aku selalu ingat untuk merencanakan pembalasan dendam.

Wanita IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang