★ Chapter 02 ★

4.9K 451 2
                                    

"Salam kenal."

Rasanya langsung lega mengetahui mereka tidak curiga. Kami pun sedikit bercerita tentang asrama ini. Lebih tepatnya hanya Alex yang bercerita. Tidaklah sangat menyeramkan. Andai aku tahu dari awal kalau tempat ini mengijinkan yang namanya musik, aku tidak akan percaya dengan teman sekelasku dulu yang membuatku takut.

"Di sekolah lamaku, banyak temanku yang mengatakan tempat ini sangat seram," tuturku seraya mengingat masa lalu.

Olivian menganggukkan kepala setuju dengan ucapanku. "Ditempatmu juga sama. Malahan banyak yang tidak tahu kalau tempat ini mengijinkan musik dan sejenisnya."

"Berarti kemungkinan pihak sana merahasiakan soal akademi ini dan membuatnya menakutkan..."

Sekarang semuanya masuk akal. Seelah tidak ada urusan lain lagi di ruangan ini. Kami semua berjalan keluar dari ruang musik tersebut. Alex berpamitan dengan kami dan berjalan pergi berlawanan arah dengan kami. Namun, Alvord menahan tanganku saat itu.

"A--ada apa, Pangeran?" tanyaku.

Ia menatapku tajam. Aku juga bisa merasakan aura dingin dari Alvord setelah keluar dari ruangan. Alvord masih tetap memegangi tanganku dari belakang.

"Pa--pangeran?" tanyaku lagi sambil membalikkan badan.

Dia tersenyum kecil, senyuman yang sangat irit. Rasanya wajahku memanas melihatnya. Bagaimana tidak! Tangannya masih menggenggam tanganku dan yang satunya melingkar di pinggangku. Ia juga mendekatkan diri dari belakang.

Rasanya sangat memalukan. Bagaimana tidak, posisi kami seperti Alvord tengah memelukku jika dilihat dari belakang. Ralat, dia memang tengah memelukku.

"Dellysa Elvethera Meldyn, itu namamu kan," bisiknya di dekat telingaku.

"Ba--bagaimana?"

Alvord melepaskanku dan langsung meninggalkan kami. Alex melambaikan tangan dan menyusul sahabatnya itu.

Aku hanya memegangi pipiku. Bagaimana dia bisa mengetahui identitas asliku? Aku bahkan tidak pernah memberitahu siapa pun termasuk Olivian sendiri.

"Mukamu merah, ciiee!" seru Olivian tiba-tiba berada di depanku.

"Apaan sih!"

"Okey-okey! Ayo kita sambung jalan-jalannya!" Kami pun kembali berkeliling. Lebih tepatnya kembali menuju kamar kami. Ada satu hal yang membuatku heran, kami berada di kamar 01. Padahal kami adalah murid baru.

Aku hanya menggeleng pelan. Mungkin saja pemilihan kamarnya acak, tidak urut seperti kebanyakan asrama lainnya. Sama halnya dengan asrama lainnya, di sini juga terbagi asrama cowok dan asrama cewek.

Ada satu hal lagi, aku akan menjelaskan sedikit mengenai infrastruktur di akademi. Selain asrama yang terpisah 3 bagian, yaitu khusus murid cewek, khusus murid cowok, serta guru dan karyawan, rupanya Melody Academy terbagi lagi menjadi 3 gedung : gedung utama, gedung melodi, dan gedung harmoni. Aku tidak tahu apa maksudnya. Namun, kita lihat saja nanti.

Kami kembali menelusuri lorong yang penuh dengan ukiran paranada yang indah. Aku masih terkagum-kagum dengan ukiran timbul itu. Aku mencoba menyentuh ukiran itu. Tiba-tiba yang kusentuh itu bercahaya. Aku langsung berundur dengan terkejut. Cahaya itu langsung hilang detik.

"Apa itu?"

Aku melirik ke Olivian. Gadis itu tidak memperhatikan. Dia sedang berputar-putar. Sepertinya aku akan menyimpan kejadian aneh ini sendiri.


***

Aku menatap diriku mengenakan seragam. Seperti seragam biasanya cuma yang berbeda adalah dua tali pita di kanan kiri pinggang. Kedua tali itu ikat ke belakang dan dibentuk pita. Baju dominan berwarna putih dan rok berwarna biru.

"Dellysa, apa kamu memang menguncir rambutmu twinstail dengan beda pita?"

Di sebelah kanan, aku menguncirnya dengan pita berwarna hitam. Sedangkan yang sebelah kiri hanya kukuncir dengan ikat rambut polosan warna hitam.

"Kebiasaan plus ciri khasku yang aneh," jawabku.

Jam menunjukkan pukul 07.00, sudah waktunya untuk sarapan di meja makan utama. Dengan membawa tas, kami berdua pergi menuju ke sana. Jadi penasaran dengan murid-murid di sini.

Sesampainya, aku dan Olivian kebingungan memilih tempat duduk. Bisa dibilang hampir semuanya penuh. Kami pun memilih duduk dengan kakak senior kalau dilihat dari wajahnya. Kami memutuskan bergabung dengan mereka ketika melihat kakak senior itu melambaikan tangan ke arah kami.

"Kalian murid baru pastinya kan?" tanya salah satu kakak senior. Kami berdua mengangguk.

"Dellysa."

"Olivian."

"Kalian bisa memanggilku Kak Fia dan ini Kak Jim, hati-hati dia playboy," ujar Fia.

Jim yang dimaksud merenung tajam ke arah temannya itu. Fia hanya berpura-pura asyik mendengarkan lagu melalui headsetnya.

"Aku gak playboy, hanya suka aja lihat cewek-cewek imut saja. By the way Dellysa, kamu imut banget," ujar Jim merayu.

Tiba-tiba muncul aura dingin yang mencekam di sebelahnya. Jim langsung memandangi orang di sebelahnya lagi. Dua sosok pemuda dengan sikap dinginnya berada di sebelahnya. Siapa lagi kalau bukan Alvord dan Alex. Alex meneruskan makan buah apelnya. Alvord hanya memejamkan matanya dan menyilangkan tangan.

"Berhenti merayunya," ujar Alvord.

Jim mengernyitkan dahi. "Pffttt.. aku mana ada merayunya. Anda cemburu, Pangeran," ujar Jim sedikit nada mengejek.

Alvord memberikan renungan tajam ke arahnya. Jim langsung melahap buah anggur di depannya. Aku dan Olivian saling memandang dan tertawa kecil.

Ms. Harmony dan kepala akademi memasuki ruang makan. Semua murid terdiam seketika. Seorang pria sekitar berumur 30-an masuk bersama dengan Ms. Harmony. Keadaan seakan mulai membeku saat kehadirannya.

"Saya dengar ada dua murid baru. Silahkan untuk maju memperkenalkan diri," ujar kepala akademi itu.

Aku dan Olivian pun maju ke depan. Aku sedikit terkejut mengetahui kalau Olivian adalah murid baru juga. Kami berdua sama-sama menatap para murid di sini. Aku kira akan perkenalan di kelas, tak kusangka akan melakukannya di sini, di depan banyak orang.

"Perkenalkan, aku Olivian Hernades, dari Kerajaan Gytis. Semoga kita berteman baik! Yeah!" seru Olivian sambil melakukan gaya hormat dan mengedipkan mata.

"Kalau aku Dellysa Calianda Edga, dari Kerajaan Transville."

Banyak yang berbisik tentang asalku. Memangnya ada apa?

"Ini pertama kalinya kami menerima murid dari Kerajaan Transville," ujar kepala akademi.

***

Tbc.

The Magic of MusicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang