☆ Chapter 15 ☆

3.5K 310 16
                                        

Aku mengikuti Mr. Tensho ke arah bus pertama. Perjalanan ini juga merupakan tanggung jawabku karena aku lah yang memilih tempat itu. Para guru pendamping lainnya turut keluar sambil bersiaga di dekat bus masing-masing.

"Bagaimana bisa mesin tiba-tiba mati?" tanya Mr. Tensho.

Mrs. Hiana mengelengkan kepala. Aku memandangi hutan yang ada di kanan kiri jalan. Bisa jadi musuh sedang bersembunyi di sana dan telah melakukan ini semua.

Suara tembakan terdengar sangat jelas. Semua pandangan langsung mengarah ke asal suara yang sepertinya dari bus kedua. Aku masih terpaku, begitu pula dengan guru-guru yang ada di dekatku. Sampai akhirnya salah satu guru berlari ke arah kami.

"Ada musuh di bus kedua dan sepertinya bersenjata!" teriaknya.

"Apa?!"

Aku menggertakkan gigi kesal dan langsung berlari menuju bus kedua. Aku langsung memunculkan pedang milikku. Mrs. Hiana dan Mr. Tensho juga berlari dengan senjata di tangan mereka.

Suara tembakan lagi dan tiba-tiba pintu bus tertutup rapat. Aku mencoba membuka dan gagal. Terkunci dari dalam dan percuma menembak kacanya. Pintu ini hanya bisa dirusak dari dalam. Aku pun berlari menuju pintu bus bagian belakang. Aku langsung membelalakkan mata. Para pasukan berbaju hitam bersenjata lengkap muncul dari arah hutan di samping kiri bus.

Mereka terus menembak-nembakkan senjata laser dan pistol mereka. Bukan hanya daerah bis kedua yang diserang. Bus-bus lainnya pun juga diserang. Nasib baik masing-masing guru pendamping segera menutup dan mengunci semua pintu.

"Sialan! Apa yang terjadi di dalam?"

Pasukan itu terus menyerang. Mereka tampak ingin mengusir kami dari kawasan itu. Sudah ada satu guru yang terluka gara-gara terkena tembakan mereka.

Aku melihat ke arah jendela. Warna jendela luar sangat tidak mendukung, warna abu-abu gelap. Tapi, aku dapat melihat arah tempat timku berada. Kulihat Dellysa berdiri dan di depannya ada orang mengenakan topi.

"Sepertinya aku kenal orang itu."

Aku tak tahu apa yang dilakukannya. Dellysa terlihat jatuh dari posisinya. Kemudian ia mengusung gadis itu. Kulihat Olivian menatapku dan menunjuk pintu belakang bus. Aku menarik napas panjang dan langsung ke sana dan menangkapnya. Tapi, pasukan itu terlalu banyak. Yang kulihat terakhir adalah ada asap yang memenuhi dalam bus.

Semuanya kelelahan, pasukan itu telah pergi. Aku mengepalkan tangan sampai buku-buku jariku memutih. Kutendang ban bus itu dengan keras. Amarahku benar-benar meluap. Ms. Harmony yang ikut dalam pertempuran tadi berjalan mendekat.

"Pangeran, saya mohon tenangkan diri anda," ucapnya.

Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya. Ms. Harmony menepuk punggungku pelan.

Beberapa guru dan pasukan yang kami punya mulai mencoba memasuki bus kedua. Mereka semua telah memakai masker agar tak terhirup asap yang di dalam.

Satu persatu murid-murid yang berada di bus kedua mulai digotong keluar. Mereka semua dalam keadaan tak sadar, termasuk Olivian dan Alex. Pintu depan telah dibuka oleh pasukan dari dalam. Semua langsung tertegun melihat mayat dari sang sopir saat dikeluarkan.

"Kita kehilangan satu murid bernama Dellysa dari kelas Melodi-1," lapor salah satu pasukan ke Ms. Harmony.

Ms. Harmony memegangi kepalanya. Ia sendiri juga merasa kesal dan bersalah. Ia merasa dirinya telah gagal melindungi seseorang yang penting. Seseorang yang telah dititipkan untuk dilindungi dengan taruhan nyawa. Aku hanya diam menahan semua amarah. Seharusnya aku tidak meninggalkannya tadi.

The Magic of MusicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang