The Chapter 39

1.1K 132 16
                                    

-Author's POV-

Alex menceritakan semua hal ke Alvord. Tidak ada perubahan ekspresi darinya. Hanya saja, aura dingin darinya sangat terasa. Lebih dari biasanya.

"Kau punya saran?" tanya Alex.

"Ya."

***

"Pergi kau, dasar makhluk biadab!!!"

Olivian terus mencari cara menyingkirkan kecoak-kecoak itu. Menendang, menyentil, memukul, bahkan sampai memaki ia lakukan. Di sisi lainnya, Olivian juga tengah memeluk Dellysa yang masih belum sadarkan diri.

"Kalau kalian tidak pergi, aku akan lempar sepatu nih! Makan nih sepatu!!!"

Olivian melempar sepatunya. Namun, satu hal yang membuatnya terkejut. Ia menelan ludah kasar.

Kecoak-kecoak itu baru saja melenyapkan sepatunya menjadi butiran debu.

"Dellysa! Kumohon sadarlah!!" teriak Olivian.

Olivian memeluk Dellysa erat. Perlahan-lahan kecoak-kecoak itu semakin mendekat.

Ting!

Olivian membuka matanya dan mencari-cari. Ia yakin, barusan ia mendengar suara piano.

"Pasti pikiranku sudah gila sekarang. Tidak mungkin ada piano di tempat seperti ini. Kecuali gadis brengsek itu yang menambahkan," batinnya.

Ting!

Kali ini ia benar-benar mendengarnya. Bukan hanya itu, ia dapat melihat tetesan air yang jatuh dan menimbulkan suara piano itu di dalam pikirannya.

Ssshhhhh...

Tornado kecoak itu tiba-tiba melebar dengan sendirinya. Seakan-akan menjauh dari mereka berdua.

"Dellysa, apa kau yang me—"

Olivian langsung terdiam dengan mulut terbuka. Tubuh Dellysa bercahaya warna putih. Terlihat juga kerlap-kerlip serpihan emas. Olivian segera melepaskan pelukannya.

"Apa yang terjadi sebenarnya?" gumam Olivian.

Olivian dapat merasakan kalau mereka mulai bergerak turun. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi atau pun yang akan terjadinya.

Mereka mulai menginjak sesuatu. Cahaya dalam diri Dellysa juga meredup dan menghilang. Pemandangannya telah berganti. Sekarang mereka seperti berada di padang bunga. Namun, bunganya menghitam dan layu. Keadaannya pun juga sama.

"Tempat apa ini?"

Olivian melihat sekitar. Ia menemukan tempat seperti pendesaan yang sangat berbeda dan kastil.

"Apakah ini kerajaan? Tapi kerajaan apa?" tanyanya.

***.

"U...uh!?"

Fiora terbangun dari tidurnya dan langsung memegangi kepala. Ia langsung melempar bantalnya ke segala arah.

"Dasar gadis jalang itu!"

Fiora melemperkan kekuatannya ke arah cermin. Seketika cermin itu menjadi seperti monitor untuk mengamati.

"Apa lagi ini? Aku tidak bisa melihat mereka berdua," ujarnya.

Fiora mendecih kesal. Ia mengacak-acak rambutnya dan kembali membaringkan diri.

Ting!

Baru saja akan memasuki dunia bawah sadar, Fiora kembali terbangun karena suara aneh. Fiora menatap sekitar dalam kamarnya.

The Magic of MusicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang