The Chapter 24

2.9K 295 25
                                    

"Senangnya! Kita semua lulus babak pertama!!" seru Myelan.

Aku mengangguk senang, begitu pula dengan lainnya. Walaupun begitu masih tinggal tiga babak lagi. Babak kedua ialah permainan alat musik individu. Aku memilih alat musik biola kali ini.

"Mari kita buktikan para cewek centil itu kalau kita berada di number one!" seru Yeronia dengan bangga di atas kasur.

"Hei, ayo kita temui para cowok. Aku penasaran dengan keadaan mereka. Habis, mereka kan sekamar dengan tim lawan," ujar Yurita.

Yeronia melompat turun dari atas kasur. Ia meraih gitar miliknya dan mengangkat tinggi.

"Ya! Mari kita buktikan siapa pemimpinnya!" serunya.

"Ya!!!"

Semua langsung mengikuti Yeronia. Kami mengangkat alat musik tinggi-tinggi. Semua tampak menikmati persaingan ini. Dan juga ini adalah pertama kalinya aku melihat Yeronia seperti ini. Dia tomboi, tidak seperti saat di akademi.

Tok! Tok! Tok!

Seketika kami semua menatap pintu. Dikarenakan aku yang terdekat, aku pun memutar kenop pintu. Dua pria yang baru saja ingin kami hampiri malah datang kemari.

"Kalian para gadis, boleh kami mengungsi di sini sebentar?" tanya

Kami sempat saling memandangi satu sama lain sebentar. Kami pun mengangguk dengan sedikit perasaan penasaran. Dua pria itu tersenyum dan berjalan masuk sambil membawa dua kotak hitam.

"Huft, terima kasih," ucap Cruz menyandarkan diri di tembok.

"Kalian para gadis, boleh titip alat musik kami di kamar kalian?" tanya Reston.

"Kenapa?"

"Tim sekamar kami, mereka tampak ingin merusak alat musik kami agar tak bisa ikut babak selanjutnya," jawab Cruz.

Kami pun langsung menyetujui. Kami berbincang ria. Entah topik lama atau pun terbaru, bahkan teraneh pun kami bahas. Tapi, rata-rata kebanyakan mereka membahas Alvord dan Alex.

"Ohya Dellysa."

"Hmh?"

"Apa benar kalau kau itu pacarnya Alvord?" tanya Reston.

Semua mata langsung tertuju ke arahku. Memang benar sejak aku sering berdua dengan Alvord, isu-isu kalau kami sedang berpacaran. Walaupun isu itu benar, mereka percaya kalau itu hanya gosip bohongan.

"Ah, tak mungkin. Kami hanya sekedar teman," jawabku.

Para gadis mengelus dadanya dengan perasaan lega, kecuali Yurita. Kalau aku memberitahukannya, pasti aku akan jadi sasaran utama para penggemar fanatiknya Alvord.

Drrtt..

Sebuah panggilan masuk di rollerphoneku. Tertera di layar kalau itu dari Alvord.

"Ada apa, A—"

"Cepat pergi dari sana!!"

Panggilan langsung terputus. Aku hanya menatap tidak mengerti. Apa ia menyuruhku untuk lari? Tapi, lari dari apa?

DUAR!!!

Suara ledakan disertai dengan goncangan hebat. Kami semua langsung terkejut. Apakah ini yang dimaksud Alvord tadi? Aku langsung meraih headphoneku dan mengalungkannya di leher. Entah kenapa aku sangat tak ingin meninggalkan barang itu.

"Semuanya lari!!" teriakku.

Suara alarm bertanda bahaya mulai menggema di seluruh penjuru istana. Mr. Tensho langsung menghampiri kami dan menunjukkan jalan menuju tempat evakuasi.

The Magic of MusicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang