"Kau imut. Jadi tertarik menjadikanmu kekasihku."
Aku langsung menarik tanganku. Wajahku benar-benar terasa panas. Belum pernah ada yang memperlakukanku begini. Aku hanya menatapnya tajam.
"Ada apa, My Sweety?"
"Jangan pang-"
"Murid Melodi-1! Ada perubahan materi! Kalian pilihlah pasangan kalian dengan kakak senior Melodi-2!"
Hampir beberapa murid perempuan menjerit histeris. Mereka sangat berharap bisa dipilih oleh Alvord. Alvord sendiri malas melayani para penggemarnya yang seperti itu.
"Yah, sungguh mengecewakan. Padahal aku ingin berpasangan dengan mateku yang manis ini," ucap Key kesal.
Baru kali ini aku bertemu dengan pria yang seperti Key. Satu lagi, barusan ia mengatakan mate. Apa itu mate? Aku semakin mencoba untuk tidak menyahutinya. Aku pun memutuskan pura-pura tidak dengar.
"Tapi biarlah. Ayo berpasangan denganku, Dellysa," ucapnya.
Kau melanggar peraturan laki-laki aneh. Aku menolaknya, tapi dia keras kepala sekali. Pemaksa sekali nih cowok. Pingin kulempar sepatu nih anak.
"Ayolah~ kamu kan mateku yang ma—"
"Siapa yang kau sebut mate?"
Semua kelompokku menatap orang di belakang Key. Key langsung membungkuk hormat, begitu denganku dan lainnya. Gadis-gadis di kelompok lain histeris. Bahkan Giya pingsan setelah membungkuk hormat.
"Dellysa Calianda Edga, dia yang telah merebut hatiku," ucapnya santai.
"Tapi, apa itu mate?" Aku masih penasaran dengan kata itu.
"Seseorang yang akan me—"
Veron tampak langsung menutup mulutnya setelah menatap Alvord. Bahkan dia memberi tatapan maut ke arahnya. Aku hanya bermasam muka. Alvord kini memandangiku.
"Kau tidak perlu tahu, dan satu lagi. Kau tidak bisa mengatakan dia matemu, karena dia adalah mateku," sambungnya dengan nada dingin.
Semua anak di kelompokku bengong, termasuk diriku yang takjub karena rupanya makhluk es di depanku ini bisa berbicara begitu panjang. Bahkan Giya pun langsung tersadar mendengarnya. Alvord langsung menarikku menuju tempat teman-temannya berkumpul. Itu artinya, aku dipilih sebagai pasangannya. Para gadis lainnya seketika kecewa dan lemas dengan siapa yang dipilih Alvord.
Alvord berhenti sedikit ke pojokkan aula. Aku menatap bingung. Habis ia membawaku ke tempat yang jauh dari keberadaan teman-teman sekelasku.
"Pangeran, kenapa anda menyuruh saya di sini?" tanyaku.
"Bisa kau hentikan penggunaan kata formal?"
Aku sedikit terdiam dan mengangguk kecil. Suasana di sekitarku kurang mendukung. Kakak senior perempuan bahkan seangkatan denganku banyak yang menatap tajam ke arahku. Aku hanya menelan ludah dan berusaha tidak menatap mereka.
"Sepertinya anda sudah memilih, Pangeran," ujar Jim.
Alvord melirik kedatangan seseorang. Aku tersenyum melihat kehadirannya di sini. Setidaknya ada penghangat.
"Hanya dia yang kukenal di kelasmu, Dellysa," ujar Jim menunjukkan orangnya.
"Olivian!?"
"Dellysa!"
Rupanya yang dipilih Jim adalah teman sekamarku sendiri. Seketika sebuah ide muncul di kepalaku saat melihatnya. Aku berjalan mendekatinya dan membisikkan sesuatu di telinganya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Magic of Music
Fantasy[TAMAT] Apa yang terjadi jika musik dan segalanya yang berkaitan itu dilarang? Dellysa, gadis yang penuh dengan sejuta rahasia. Namun, dirinya belum menemukan jawaban dari rahasia-rahasia itu. Diantar ke akademi yang dianggap oleh beberapa orang tem...