★ Chapter 05 ★

4K 390 12
                                    

Sebentar lagi kelompokku yang akan tampil. Aku begitu takjub dengan penampilan kelompoknya Olivian. Sungguh keren permainan gitarnya. Banyak yang memberi tepuk tangan untuk pertunjukkannya atau mungkin karena ada Alex di sana. Fans nya banyak sekali.

"Beri tepuk tangan untuk mereka!" Seru hostnya. Beberapa murid bertepuk tangan, tidak, semuanya bertepuk tangan bahkan siap dengan light stick ditangan mereka.

"Selanjutnya dari kelompok lima dengan judul lagu Ai Kotoba III. Saksikanlah aksi mereka!!"

Kelompokku pun masuk. Aku langsung mengambil posisiku, pianis plus vokalis. Yah, karena aku yang paling hafal dengan liriknya.

Ada beberapa murid memandang mengejek. Bahkan ada yang sudah tertawa mengejek. Aku hanya menghela napas dan tersenyum puas. Aku yakin penampilan kami ini akan mengubah pemikiran dangkal mereka.

Kami pun mulai memainkan lagu yang kami bawakan. Beberapa murid ada yang terperangah tidak percaya dan takjub. Aku berhasil membuktikan pada mereka kalau aku tidak seperti yang mereka kira.

Pertunjukkan dari kelompokku akhirnya berakhir. Beberapa guru sudah berdiri sedari tadi, kemudian disusul para murid lainnya. Semuanya bertepuk tangan atas pertunjukkan kami tadi. Clara dan Giya bersorak riang. Aku tersenyum lebar. Suasana ini belum pernah kurasakan.

"Dellysa!!! Kau keren!!!"

Aku mendengar Olivian menjerit. Aku tersenyum hambar ke arahnya. Dia melambai-lambaikan tangan seakan tak peduli kalau telah menarik perhatian.

***

"Jadi, Alex itu teman sekelas kita, bukan sekelas dengan Pangeran," ucapku.

Bodohnya diriku tidak mengetahui kalau Alex sekelas denganku. Mungkin karena dia jarang ada di kelas.

Kami sedikit berbincang setelah pertunjukkan. Sekarang aku menyadari satu kebenaran tentang Alex. Sebenarnya lebih tepatnya Clara dan Giya lah yang sedang bergosip. Aku hanya ikut-ikutan mendengarkan mereka.

Kami melihat Alvord dan Alex di belakang. Kami pun menunduk hormat. Alvord membalasnya dengan anggukan dan diam, tidak ada senyuman di wajahnya. Tapi, Alex hanya menatap tajam. Tidak biasanya.

"Dellysa, bisa ikut kami?" tanya Alex.

"Ke mana?"

"Ikut saja," ujar Alvord langsung menarikku.

"Tu—tunggu!"

Giya melihat kepergianku dipaksa dua laki-laki super terkenal itu. Dia langsung berbinar-binar, bahkan ada air liur menetes di mulutnya. Clara memandang ngeri ke temannya itu. Salah satu dari mereka hanya terdiam menatap itu semua. Pandangannya sedikit tajam. Ia menyunggingkan senyuman tipis.

"Aku tidak tahu siapa gadis itu bagimu, Pangeran. Tapi semua orang terdekatmu pun juga menjadi incaranku..."

"... aku pastikan kau akan tersiksa."

Di taman, tempat berkumpulnya para murid untuk menghabiskan masa istirahat. Beberapa murid perempuan memandangiku iri. Bagaimana tidak, aku duduk bersama dengan dua laki-laki tampan super terkenal itu.

Walaupun aku tidak tahu kenapa mereka membawaku ke meja taman.

"Kenapa kalian membawaku ke sini?"

"Hanya menemani kami istirahat," jawab Alex singkat.

Hanya menemani? Gara-gara dua kata itu, aku bisa dapat tatapan pembunuh dari gadis-gadis yang lewat. Dan juga perutku terasa meraung-raung kelaparan.

"Ini perut kenapa baru sekarang minta makannya."

Alvord menyodorkan roti lapis ukuran sedang. Aku ragu-ragu mengambilnya, tapi perutku sangat tidak bersahabat. Jadi aku ambil saja.

"Terima kasih."

Aku melahapnya. Alvord juga memakan roti lapis seperti milikku. Dan Alex, dia menyeruput minuman kotaknya. Aku terus memakan roti lapis itu tanpa memandangi mereka.

"Hai kalian! Boleh aku bergabung?"

Terlihat seorang gadis berambut hitam panjang duduk di sebelahku. Ekspresi Alvord langsung dingin begitu melihat kedatangan gadis itu.

"Kamu Dellysa kan? Kenalkan aku Fiora, calon tunangannya pangeran," ujarnya memperkenalkan diri.

Aku langsung tersedak mendengarnya dan menatap lekat-lekat ke arah Fiora.

"Calon tunangan!?"

"Kau belum tahu ya, aku ini se—"

Seseorang menarikku kasar. Dia tidak membiarkanku menghabiskan roti lapisku itu. Dia menarikku keluar dari taman itu.

"Tu--tunggu, Pangeran! Roti lapisku dan Fiora gimana!?"

Alvord tidak menjawab. Alex turut mengikuti Alvord. Fiora yang dibiarkan duduk sendiri itu langsung kesal dan marah.

"Dasar bodoh, kita masih belum selesai," bisiknya lirih.

Alvord membawaku ke sisi lain taman, lapangan olahraga. Dia akhirnya melepaskan tanganku.

"Menyebalkan," gerutu Alvord.

"Untung saja kau tolak perjodohannya itu dulu. Aku tidak tahu apa jadinya sekarang," sambung Alex.

Aku memegangi pergelangan tanganku. Sedikit sakit dan memerah. Tak kusangka dia menggenggamku erat sekali.

"Ada apa dengan kalian?" tanyaku setengah berteriak.

"Berisik," jawab mereka serentak.

Aku mendengus kesal. Mereka benar-benar irit suara, terutama Alvord. Alvord memandangi pergelangan tanganku.

"Kemarikan."

Aku bingung maksud perkataannya. Aku masih diam tidak mengerti.

"Tanganmu."

Aku menatap tanganku dengan bingung. Tak lama kemudian aku langsung mengerti maksudnya.

"A-ah!? Tidak apa-apa kok! Cuma merah aja," ucapku panik.

Dia langsung memegang tanganku. Dia meraih sesuatu di balik saku celananya. Sebuah bantalan kecil berwarna hijau. Ia membuka bantalan plastik itu dan mengoleskan isinya ke pergelangan tanganku. Rasanya dingin dan sejuk.

"A--apa itu?"

"Obat," jawabnya singkat.

Aku manggut-manggut mengerti. Perlahan-lahan rasa sakit di pergelang tangan mulai hilang. Tidak kusangka prosesnya secepat ini.

"Terima kasih."

***

Tbc.

Di chapter 6 ada perubahan bagi yg belum tau~

Dan juga, ane tiba-tiba ikut wattys2017.. ane hanya iseng ikut itu, wkwkwkw :v

Ohya ada lagi, ada sedikit pembaharuan di beberapa chapter sebelumnya :v *maaf

Thanks and see you!~

The Magic of MusicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang