The Chapter 44

922 122 37
                                    

"Akhirnya ujian selesai!!!"

Olivian melompat kegirangan. Semua buku yang ia pegang dilempar ke udara. Nasib baik ini taman, bukan kelas ataupun perpustakaan. Aku memakan puding sambil melihatnya kegirangan itu.

"Liburan segera tiba! Oh yeah!!!" teriak Olivian.

Aku menyahutinya dengan anggukan kepala. Olivian memungut buku-bukunya dan kembali. Ia duduk di sebelahku.

"Aku sudah tidak sabar. Habis, orangtuaku akan mengajakku jalan-jalan. Kyyyaa!! Senangnya!!" teriaknya lagi.

"Hah.. berarti aku akan sendirian," sahutku.

Aku mengangkat kedua kaki dan memeluknya. Olivian menatapku. Ia menyandarkan diri dan meletakkan kepalanya di atas bahuku.

"Cup-cup-cup, Pangeran Alvord pasti menemanimu kok, hehehe," ujar Olivian dengan nada yang aneh.

Aku menjitak kepalanya itu. Bukannya berhenti, ia malah tertawa tambah keras. Walaupun begitu, Olivian mengelus kepalanya.

"Ada apa dengannya?"

Aku melihat Alvord dan Alex. Olivian masih tidak menghentikan tawanya. Tanpa sengaja aku dan Alvord bertatapan. Sekilas aku kembali teringat perkataan Olivian. Aku langsung mengalihkan pandangan.

"Apa yang ku pikirkan? Argh! Pikiranku bisa gila gara-gara Olivian!"

Alex menghampiri Olivian. Dia menempelkan punggung tangannya pada dahinya Olivian. Alvord duduk di sebelahku sambil menyilangkan tangannya.

"Lysa, saat liburan kamu akan ke mana?" tanya Alvord tiba-tiba.

"E-eh.. tidak ke mana-mana.."

Aku menghela napas. Aku mendongakkan kepala dan mengarahkan pandangan pada dahan pohon. Tidak berdaun, tentu saja. Hari ini musim dingin. Mataku terpejam, menikmati angin lembut yang berhembus sejuk. Tanpa sadar kalau kesadaranku direnggut perlahan.

***

Ini terjadi lagi akhirnya. Mimpi mengenai kerajaan yang legam dan menakutkan. Asap hitam di mana-mana. Bukan lain, kerajaan yang kumaksud adalah kerajaan tertinggi.

"Sebelum aku tersadar, aku harus mendapat petunjuk."

Aku berlari memasuki kastil itu. Aku terus menyelusuri lorong. Olivian pernah cerita mengenai batu wujud manusia. Aku harus menemukannya.

Ketemu. Sepertinya ini berada di aula. Di tengah-tengah para manusia yang membentuk lingkaran, terdapat simbol yang aneh. Aku memperhatikan salah satu patung itu.

"Sepertinya mereka adalah para dayang. Tapi, kenapa mereka semua bersimpuh?"

Aku berjalan menuju tempat lain, ke tempat awal. Tempat di mana para raja dan ratu memerintah. Tiga singgahsana masih berdiri kokoh. Aku juga melihat lukisan di sekitarnya. Hitam putih dan bahkan tidak ada wajahnya. Sangat cocok dijadikan tempat berhantu. Aku memutuskan ke tempat lain.

Deg!

Tepat saat aku membalikkan badan, ada seorang gadis seumuran denganku berdiri dihadapanku. Gadis itu menundukkan kepala. Kalau diperhatikan, dia bukanlah gadis yang mendorongku ke dalam air mancur. Aku memberanikan diri untuk bertanya.

"Siapa kau?"

Dia mendongakkan kepalanya. Aku tertegun melihatnya. Dia tersenyum. Aku bisa tahu kalau dia sama dengan sosok yang sering kutemui, walaupun dia terlihat seperti hantu, hanya hitam putih.

Matanya, bisa ditebak kalau dia memiliki dua warna mata yang bergradasi. Tapi, masih ada yang aneh. Sesuatu yang membuatku membeku seketika.

The Magic of MusicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang