We're Good

137 21 1
                                    

Kututup pintu mobil Justin yang terparkir diseberang rumah Barry. Aku hanya berharap dia mau menerima kue yang kubeli baru saja bersama Justin.

Untungnya Justin mempunyai mobil banyak, jadi Barry tidak mungkin tahu dengan siapa aku pergi.

Kutekan bel disamping pintu. Mobil merahnya terparkir rapi disamping kananku.

Pintu dibuka dan muncullah Joe.

"Hey Saar." Joe memelukku dan kupeluk balik.

"I just want to give this to Barry. Aku mau langsung pulang saja." Ku tunjukkan plastik yang kupegang ke hadapannya.

"Dia sedang tidak ada dirumah. Dia pergi bersama rekan kerjannya." Wah, ini sangat kebetulan sekali.

"Kau pergi kesini dengan siapa?" Tanya Joe yang membuatku terkejut.

"Oh ... aku kesini dengan temanku." Kutunjuk mobil Justin.

"Is he Justin Bieber?" Matanya mulai memicing tanda curiga.

"No ... no ...," jawabku sambil melambaikan tanganku kearah mobil Justin secara diam-diam agar dia pergi seperti yang ku instruksikan di mobil tadi. "She's Julia ... my friend."

Justin pun pergi dan akhirnya aku bisa bernafas lega.

"Oh thank god not Justin Bieber. Because i don't like that kid." Joe mempersilahkanku masuk dan aku duduk di sofa.

Kutaruh kuenya di meja dan aku bersantai sejenak.

"Barry sepertinya akan pulang jam 5." Aku langsung cek jam tanganku. Ternyata ini masih pukul 2 siang. "Kau bisa pulang sebelum jam 5."

Joe mendekat dan menepuk pundakku. "I'm sorry about what happened with you and him. Semoga keadaannya cepat membaik."

Kubalas dengan senyuman saja.

"Well ... here's the album photo you never seen before." Joe memberikan album foto bertuliskan nama Barry.

Kubuka halaman pertama dan terpampang foto-foto Barry saat masih kecil.

"Dia membawa album itu saat aku mengadopsinya."

Handphoneku bergetar dan kulihat ada pesan dari Justin.

Is everything alright?

Perhatianku jadi teralih ke handphone. Dengan sangat cepat aku membalasnya.

Yes Justin

"Is that from Barry?" Aku sedikit terkejut saat Joe bertanya. Aku langsung memasukkan handphoneku dan kembali menatap album foto.

"No ... it's from Julia." Dengan terpaksa aku berbohong untuk memperkecil masalah.

"He's really cute," gumamku pelan.

"Do you want to see another cute Barry?" Joe menghampiri televisi dan memutar sebuah video dari DVD Player.

Aku menyerngit karena ... aku sangat asing dengan video ini.

Grup laki-laki yang sedang menari dan bernyanyi. Sepertinya ini acara sekolah.

Aku sontak terkejut saat melihat Barry berada dibarisan depan menyanyi dan menari seperti boyband.

"Haha is that him? Haha ..." Aku tertawa terbahak-bahak melihatnya yang sedang menari tidak jelas.

"He's your Barry Allen." Joe pun ikut tertawa bersamaku.

Kuambil handphoneku untuk merekam video lucu ini.

Pintu pun terbuka dan aku refleks berbalik arah untuk melihat siapa yang datang. Handphoneku seketika jatuh ke lantai.

Aku mengambil handphoneku dengan cepat lalu tak lupa mengambil tasku.

"See you later, Joe." Kupeluk Joe cepat lalu aku berjalan ke pintu dan melewati Barry. Wajahnya sangat dingin sekali sampai-sampai aku tidak berani menatapnya.

Kubuka aplikasi Uber saat aku sudah berada di halaman rumahnya.

"Let me drive you." Aku terloncat saat melihat Barry yang sudah ada didekatku.

-

Selama perjalanan, kami hanya berdiam diri. Aku sempat kesal pada Joe. Dia bilang Barry akan pulang jam 5. Sedangkan tadi masih jam 3.

"Bagaimana keadaanmu?" Suara Barry lagi-lagi mengejutkanku. Namun aku tidak menunjukkan ekspresi apapun.

"Tidak terlalu baik." Ku jawab seadanya. "Aku membelikanmu kue tart. Semoga saja kau mau memakannya. Atau mungkin kalau kau tidak mau kau bisa beri ke Joe atau Iris. Atau kalau tidak kau bisa beri ke tetanggamu atau kau buang s-"

"I'll eat it," jawabnya dengan singkat namun membuatku ingin berteriak didalam mobil ini.

-

"Thanks for drove me save and walk with me till we arrive at this door." Aku berbasa basi dengannya karena dia hanya diam tanpa ekspresi.

"Tentang ini (maksudnya 'about that') ... aku minta maaf karena mengabaikanmu berminggu-minggu dan sangat tidak pantas memperlakukanmu seperti orang yang tidak kukenal."

Aku langsung memeluknya tanpa memikirkan dia akan risih atau tidak.

"I'm the only person who supposed to say sorry. Maafkan aku. Aku sangat bodoh. Please just forgive me."

Kurasakan kepala Barry mengangguk.

Pelukan ini kulepas dengan sangat berat. Namun aku sangat bahagia sekali. Akhirnya kami baikan juga.

Entah status kami sekarang apa, yang penting kami saling bicara satu sama lain.

* * * * *

End of Part 39!

Kalian suka cerita yang pakai bahasa baku atau bahasa kasual/sehari2?

I am Your Love SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang