Talk to Each Other

191 23 2
                                    

"Bar, can i come in?"

Aku mempersilahkannya lalu dia masuk ke ruanganku.

"Uh ... terima kasih kau telah hadir dan menemaniku di sini." Justin mengusap belakang lehernya. Aku tidak mengacuhkannya dan tetap membersihkan mukaku dari make up yang menempel.

"Jadi ... maksudnya apa?" Aku angkat bicara setelah beberapa menit terjadi keheningan.

"Ah tidak ...," katanya sambil menggaruk kepalanya yang sudah pasti tidak gatal. "Scooter bilang penampilan kita hari ini kurang maksimal."

"Ya, aku tahu. Tidak ada chemistry diantara kita." Aku memperhatikannya dari cermin.

Setelah selesai membersihkan wajahku, aku duduk dikasur bergabung dengan Justin.

Lalu Justin memberikanku segelas susu cokelat panas. Aku menerimanya dengan senyuman.

Aku mulai meneguk perlahan susu ini.

"Have you ever sex with Barry?"

Susu yang baru kuteguk langsung keluar menyembur wajah Justin. Aku terkejut dan mengambil tisu lalu mengelap wajahnya.

"I'm sorry Bar, i'm not supposed to ask it."

"Betul sekali. Itu benar-benar hal yang sangat sensitif." Justin tiba-tiba berjalan keluar menuju pintu sambil memegang pipinya yang terkena panasnya susu.

"Hey," panggilku. Justin langsung menoleh dan aku mengisyaratkan untuk duduk lagi dikasur.

Dia tersenyum lalu kembali duduk disebelahku.

"Maafkan aku, aku masih merasa canggung denganmu semenjak kita makan siang kemarin." Aku menunduk dan memainkan tanganku.

"Yeah, that's my fault. Aku membuat suasana menjadi kacau. Aku berjanji tidak akan melakukan hal-hal yang membuat kita menjadi canggung kembali." Aku tersenyum.

"About my last question ...," tanyanya sambil menyeringai.

Aku mengerutkan keningku dan berpikir sejenak. Ah aku ingat! Aku langsung memutar bola mataku dan mengangguk.

"What?" Justin terlihat sangat terkejut dan seakan tidak percaya atas apa yang baru saja kuberi tahu.

"Apanya yang apa?" Tanyaku tak kalah heran.

"You ...," jawabnya pelan. "And Barry," lanjutnya.

"Justin! Saara!," teriak Casey sambil membuka pintu kamarku lebar-lebar.

"What?!" Bentak Justin. Raut wajahnya berubah menjadi takut dan melemas.

"Scooter memanggilmu." Casey berlari dari pintu kamarku dan Justin berjalan menyusul keluar.

Aku hanya tersenyum melihat kelakuan mereka.

Kuambil handphoneku dari meja dan membuka pesan.

Aku membalas pesan yang dikirimkan oleh Barry 15 menit yang lalu. Aku juga membalas pesan dari Julia dan Mike. Aku sungguh rindu pada mereka berdua.

"Hey." Justin sudah berdiri didepan pintu kamarku. Dan dia mengganti pakaiannya menjadi hanya celana boxer saja.

"Masuk saja." Kutaruh kembali handphoneku dan Justin duduk dikasur dan membawakanku sebotol besar vodka.

"Mau apa kita?" Tanyaku.

"Let's play truth or dare." Justin menyeringai sambil memegang botol tersebut.

"Jadi ... hubungannya dengan itu?" Tanyaku sambil menunjuk botol yang dia pegang.

"Apabila salah satu diantara kita tidak ingin menjawab atau pun melakukan hal yang disuruh bahkan mungkin berbohong, minum ini."

Sudah pasti aku akan meminum vodka sangat banyak.

"Baiklah. Kita mulai saja," kataku pura-pura bersemangat.

"Let me start it. I choose truth. Apa kau senang bertemu denganku?" Aku tersenyum sangat lebar karena ternyata pertanyaannya semudah ini.

"Absolutely, Justin." Dia pun langsung tersenyum sangat lebar seperti Joker. "Okay my turn and i choose dare."

"Okay what is that?"

"Drink vodka." Justin langsung meneguk sekali vodka tersebut dan dia tersenyum terpaksa.

"Oke, apa kau mencintai Barry?" Ternyata pertanyaannya mulai menjurus.

"Yes i do love him. Why you broke up with Selena?" Tanyaku tak kalah menjurus.

"Aku tidak mencintainya lagi. Apa kau masih menyimpan perasaan untukku?"

"Aku tak mau menjawab pertanyaan itu." Seketika Justin menyodorkan botol tersebut dan terpaksa aku meminumnya.

"Hahaha, dia terlihat seperi orang bodoh." Aku tertawa saat Justin bertanya tentang tingkah laku Bodyguardnya saat membawa koper Justin.

"Do you think Casey likes you?" Tanyaku balik padanya.

"Yes, i am. Because i'm rich." Sontak aku tertawa terbahak-bahak bersama Justin berdua.

Aku sudah tidak memikirkan permainan ini lagi dan terus terusan meneguk vodka sama seperti Justin.

"Kepalaku sudah berat sekali dan rasanya ingin pingsan," ucapku pada Justin. Dia mengangguk lemas namun tetap tersenyum.

"Ya, aku juga Bar." Dia menggenggam tanganku.

"Do you love me, Bar?"

"Yes, forever and always Justin."

Aku langsung mencium bibir Justin dan Justin pun membalasnya.

*********

End of Part 26!

Duh aku gabisa mendeskripsikan apa yang mereka lakukan kedalam kata2 wkwk jadi segitu doang yah! Makasih banyak yang sudah baca dan jangan lupa voteeeee

Btw kalian pilih teamjustin atau teambarry?

Duh si Saara ....

I am Your Love SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang