The Season 2 (sequel) of "You're a Song To Me"
Saara living her new lifes and found someone who stole her heart.
How about Justin? Let's find out!
[Saara menjalani kehidupan barunya dan menemukan seseorang yang mencuri hatinya.
Bagaimana dengan Just...
'My new single perfect will out tomorrow! Don't forget to check out!'
Aku men-tweet single ku yang akan keluar besok dan syukurlah mendapat respon positif dari kebanyakan Beliebers dan yang lainnya.
"We should celebrate it tomorrow!" Ajakku pada mereka.
"Uh ..." Julia terlihat bingung. "You know my friend from high school that i told to you like 2 weeks ago?"
"Yeah. Dia bekerja di LAPD (LA Police Departement) bukan?" Aku jelas sangat mengingatnya dan ... sedikit penasaran dengannya.
"Yes! Dia ingin makan siang bersamamu," kata Julia sambil menatap handphonenya. "Kau mau tidak?"
"Sure, why not? Aku juga ingin mempunyai teman baru. Bosan berteman dengan kalian." Semua menatap sinis padaku. "I'm joking my bestfriends."
"Kau datang langsung saja ke restoran xyz di jalan (gatau jalan apa). Nanti kalian akan bertemu disana. Dia tahu kau yang mana. Kau itu terkenal. Btw he use red bomber jacket."
"Alright. Tell him i'm on my way." Aku berpamitan kepada semuanya lalu pergi keluar dari studio dan mencegat taksi.
-
Aku telah sampai di restoran yang Julia sebutkan tadi. Restoran ini sangat luas dan ramai sehingga aku sulit mencari teman Julia yang memakai jaket bomber berwarna merah.
Bodoh juga aku tidak menanyakan siapa namanya dan seperti apa rupanya. Bagaimana kalau dia menyeramkan?
Aku berjalan menuju tengah ruangan dan aku melihat pria dengan jaket bomber berwarna merah. Lalu aku memperhatikan sekitar lagi dan tidak ada yang memakai jaket itu selain dia.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
(Abaikan tulisan difoto)
Dengan perasaan was-was (ini bahasa Indonesia bukan sih?) dan gugup aku menghampiri pria yang membelakangiku ini.
"Are you Julia's friend?" Terlihat dia tersadar dari lamunannya dan langsung menatapku sambil mengangguk. Lalu dia berdiri dan menyodorkan tangannya.
"Hi i'm Saara." Aku menjabat tangan pria tampan dihadapanku ini.
"Oh you're Saara Palvin, right? I'm Barry. Barry Allen." Nama yang sangat bagus untuk wajah yang sangat tampan. "Have a sit, Saara."
Aku duduk dihadapannya.
"It's nice to know you." Aku menunduk karena pipiku sudah pasti memerah.
"Thanks. Julia talked a lot about you." Aku kembali menatap wajahnya. Berarti dia sudah tahu tentangku, sedangkan aku belum tahu sama sekali tentangnya?
"Oh really? Pasti dia menceritakan hal buruk tentangku, bukan?" Aku sedikit menutup wajahku karena aku malu.
"No, she actually said something nice about you." Aku kembali menatap Barry dan dia tersenyum sangat lebar.
Aku hanya tertawa mendengarnya.
"Oh btw, you can call me Bar if Barry is too long."
Seketika aku terdiam mendengar kata 'Bar' disebutkan. Aku teringat dengan 4 orang yang sering memanggilku dengan nama itu. Ayah, ibu, Calum dan Justin. Sekilas bayangan suara mereka yang memanggilku 'Bar' terngiang ditelingaku.
"Saara? Saara are you alright?" Aku tersadar dari lamunanku dan melihat Barry yang bingung.
"Maafkan aku. Aku tadi terpikir sedikit tentang pekerjaanku." Aku berbohong agar dia tidak banyak tanya. Pelayan datang dan kami memesan makanan selera masing-masing. Setelah itu pelayan pun pergi.
"Terima kasih sudah mau makan siang bersamaku. Sebenarnya aku terlalu takut untuk mengajakmu. Jadi, aku meminta bantuan Julia." Barry menaruh kedua tangannya dimeja.
"It's okay. Aku juga senang bisa bertemu teman baru."
Aku memperhatikan sekitar dan mendapati beberapa orang mengeluarkan handphone mereka dan memotret kearahku. Aku tidak bisa apa-apa selain berpose agar foto yang keluar di internet nanti bagus.
"Kau sedang apa?" Barry menangkap basah aku sedang berpose aneh.
"Haha ... tidak ... aku hanya berpose karena ada yang mempotretku dari jauh." Aku menyengir malu dan Barry terlihat sangat senang.
Tak terasa makanan pesanan kami datang dan kami pun makan.
"Kau bekerja di LAPD?" Aku membuka percakapan.
"Yes. Sebagai ahli forensik." Aku mengangguk. "Aku aktif ketika ada suatu pembunuhan saja. Kalau tidak ada, aku hanya datang ke LAPD untuk mengecek keadaan saja."
"That's cool. Kalau aku, hampir sama sepertimu, aku menulis lagu untuk beberapa penyanyi dan walaupun aku tidak ada kegiatan, aku tetap datang ke studio untuk menulis lagu dan membantu beberapa artis untuk rekaman." Kini giliran Barry yang mengangguk.
"Aku mengikutimu di Twitter dan kau besok akan merilis single terbarumu?"
"Yes. Don't forget to purchase it tomorrow." Aku jadi mempromosikan single ku sendiri.
"Of course i will."
Makan siang ini pun selesai dan kami bergegas untuk kembali ke tujuan masing-masing.
"Thank you for today, Saara."
"Sure, Barry. We need to hangout again, ASAP (As Soon As Possible [secepatnya kalo bisa])."
"Yes!" Barry terlihat sangat senang sekali. Begitu juga aku. "Can i have your number, or maybe something so i can contact you?"
"Oh here's my number." Aku menunjukkan nomorku padanya dan dia langsung mengetik dengan cepat.
"Okay, see you soon Saara." Barry berjalan kearah kiri dan aku berjalan kearah kanan. (Ceritanya mereka lg didepan pintu restoran.)
* * * * *
End of Part 4 - Barry Allen.
Wait for next part!
*fyi, Barry Allen itu karakter fiksional dari sebuah TV series 'The Flash'. Dia memang benar seorang ahli forensik tapi di CCPD (Central City Police Departement [kota fiksi doang]). Kalo di TV Seriesnya, dia itu kena sengatan kilat dari langit dan badannya kena cairan kimia yang ada di kantornya yang dipakai utk kerja. Dan .... untuk dicerita ini aku gabakal nambahin kalo Barry itu adalah The Flash. Disini Barry hanya seorang manusia biasa yang banyak salah. Dan semua cerita kehidupan Barry akan disesuaikan dengan cerita di TV seriesnya. (Kalo dikomiknya ak gatau yah).