Hint

123 13 0
                                    

Aku tidak menceritakan kejadian itu pada siapa pun. Termasuk Justin. Kurasa itu hanya perlu disimpan untukku dan Barry.

•••••

"Babe, what do you want?" Sedari tadi aku hanya bingung memilih menu makanan.

"Entahlah... aku tidak ingin makan apapun." Kututup kembali buku menu dan diam.

"Kalau begitu kita pulang saja," ajaknya sambil mengulurkan tangan.

Dengan terpaksa aku menggenggam tangannya dan keluar dari restoran ini. Padahal suasananya sangat nyaman, namun hatiku tidak.

"Tell me what happened." Dia bertanya saat kami sudah masuk dalam mobil SUV. Dimobil ini hanya ada aku, Justin dan supirnya.

Aku menghela nafas senejak. "Aku takut kau akan meninggalkanku. Seperti dulu."

Kutatap terus layar handphoneku yang mati. Takut akan balasan dari Justin. Belum ada jawaban darinya.

"I promise you, i will never leave you." Justin menarik tangan kiriku. Namun pandanganku beralih ke jalanan dari jendela mobil. Entah mengapa aku menjadi ragu padanya. Padahal dia sudah menunjukkan cintanya untukku.

"But there's no guarantee that you will never leave me, Justin."

Mata kami saling beradu. Saling sibuk memandang masing-masing.

Kukembalikan pandanganku ke jendela. "Maafkan aku, kita seharusnya tidak membicarakan hal ini."

*

"Saara?" Terdengar suara berbisik di telingaku. Entah siapa itu. Aku tidak bisa melihat sekelilingku karena sejak aku pulang, listrik sedang padam.

Seketika aku merinding. Aku memejamkan mataku berharap hari akan segera pagi.

Akupun tidak berani bergerak sedikitpun. Berbalik badan pun enggan. Entah dimana handphoneku berada sekarang. Rasanya aku ingin langsung kabur saja.

"Babe? Are you awake?" Tunggu dulu. Sepertinya ini suara Justin.

"Justin?" Tanyaku berbisik. "Is that you?"

"Yes my baby. It's me." Hatiku langsung lega mendengarnya. Namun tetap saja hal ini terasa aneh.

"What are you doing here?" Kubalikkan badanku untuk menghadap Justin walau dia tidak terlihat.

"Hehehe... aku kesini sebenarnya ingin mengejutkanmu saat kau bangun pagi nanti. Tapi ternyata listrik padam... dan aku berakhir tidur dikasur ini bersamamu."

Aku hanya diam dan mengerutkan dahiku. Aku tahu Justin tidak akan mengetahuinya. Aku hanya berekspresi saja dalam kegelapan ini.

Untung saja yang datang Justin. Bagaimana kalau pria lain? Bisa gawat.

Kugerakkan tanganku untuk menyentuh wajahnya yang entah dimana.

"Why are you touching my nose?" Suaranya terdengar sangat terkejut sekaligus risih. Aku tertawa pelan dan meraba wajahnya.

"This is the face of my... beautiful boyfriend."

Kugigit ujung bibirku. Sebenarnya aku sangat takut untuk memanggilnya 'pacar'. Dia memang tidak menyatakannya secara resmi. Namun, perlakuannya semenjak aku putus dengan Barry membuatku yakin kalau dia memang 'ingin' padaku. (Ingin jadi pacar gitu.)

"Do you really love me, Justin?" Pertanyaan itu langsung saja keluar dari mulutku tanpa persetujuan otakku.

"Yes. I do love you. And i'll make you believe that i love you. I want you in my life. And i will never leave you again. You are my everything, Saara."

Tiba-tiba saja bibir Justin mendarat di mata kiriku.

"What are you doing?" Kudorong wajahnya pelan dan tertawa.

"I was about to kiss your lips. Instead, i kissed your eye." Justin pun ikut tertawa.

"Thanks for being such a light for my life."

*********

End of part 47

I am Your Love SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang