What Are You Waiting For?

143 16 2
                                    

"Permisi... uh... apakah kau tahu dimana Barry? Barry Allen? Yang ahli forensik?" Aku memberanikan diri bertanya kepada salah satu polisi yang sedang bersantai.

Sekarang aku berada di LAPD (Los Angeles Police Department) untuk menemui Barry. Aku sudah membuat janji sebelumnya.

Semua mata tertuju padaku. Karena seorang Justin Bieber datang lagi kesini. Karena sebelumnya aku berkasus dan... dibawa kesini. Tak lain halnya dengan paparazi didepan tadi. Mereka seperti kerasukan melihatku datang ketempat ini.

"Oh Barry, dia ada dan ruangannya disebelah sana." Dia menunjuk sebuah ruangan di lantai atas. Dengan sigap aku mengucapkan terima kasih dan berjalan keatas.

Jantungku makin berdetak tidak karuan saat sudah berada didepan pintu ruangannya.

Pintu pun tiba-tiba dibuka dari dalam. "Come in."

Aku sangat terkejut saat melihat wajah Barry. Wajah rivalku dulu. Aku pun mengikuti sarannya dan masuk kedalam ruangannya... yang terbilang luas dan banyak sekali bahan kimia yang tidak ku mengerti.

"Jadi... ada apa kau ingin bertemu denganku?" Tanya dia saat aku baru saja duduk di sebuah kursi dekat dengan papan tulis. Entahlah, tidak tergambar diwajahnya apakah dia senang melihatku atau tidak.

"I need to talk you... about something." Aku sudah mulai gugup.

"Apakah ini menyangkut Saara?" Tanya nya santai.

"I'm gonna propose her." Ekspresinya tidak berubah sedikitpun. Aku merasa heran sekaligus senang.

Sebenarnya aku berharap dia tidak rela dan aku akan berkelahi dengannya. Tidak, aku hanya bercanda.

"Wow... that's actually not suprised me." Barry menaikkan kedua alisnya. "Aku sudah tahu kalian saling mencintai dan... sudah saatnya dan ini memang saat yang tepat untuk kau melakukan hal itu. Lagipula, dia memang ditakdirkan untukmu dan bukan untukku."

Mulutku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Aku kesini untuk meminta persetujuannya--agar semuanya berjalan lancar. Namun, aku mendengar pengakuannya yang membuatku merasa bersalah.

"If you love her, why you left her in the first place?"

"I had to protect her from something bad. By leaving her." Aku tidak memberitahukan hal itu secara detail. Ini adalah masalah pribadiku dengan ibuku.

"Saara told me everything. Oh i should call her Bara too." Dia mencoba untuk tertawa. "She was trying to throw off the pain. Thank god i had a chance to made her happy. And i was the first man ever to touched her. She was so happy with me, Justin. But you came, again, and tried to separate us. Break us. And you made it. You forced me to leave her just that. So she can go back to you. Am i right?

"Aku yakin dia akan menerimamu. Dan aku sudah merelakannya untukmu. Dia memang mencintaimu. Denganku itu hanya selingan saja. Hatinya hanya untuk kau, Justin."

Aku berdiri dari kursi untuk memeluknya. Aku lega sekali mendengar dia setuju. Namun aku juga tidak tega melihatnya meneteskan air mata. Aku tahu dia sangat mencintai Saara. Namun aku lebih mencintainya dari siapapun.

"Thanks, man. Thank you so much." Kujabat tangannya dengan sangat erat.

"Barry! Justin!" Aku dan Barry terkejut melihat pintu yang dibanting dan muncul Saara yang sedari tadi kami bicarakan.

                    -     -    -     -    -    -     -     -      -

Kuletakkan kakiku diatas meja. Entah angin apa yang membuatku datang kestudio dan bermalas-malasan.

"Saara!!! Kau tahu tidak apa yang sedang terjadi!!!"

Ku pukul lengan kanan Julia karena dia berteriak tepat di telinga kiriku.

"You better tell me the hottest news or i will punch you again." Mataku mendelik.

"Aku bersumpah ini adalah berita yang sangat penting dan menyangkut hidup matimu."

Ku putar bola mataku. Sebenarnya berita apa sih?

Julia lalu memberikan handphonenya kepadaku. Lalu aku membaca sebuah judul artikel.

Justin Bieber comes to LAPD. Getting arrest again?

Hah? Apa maksud berita ini? Justin ke LAPD? Untuk apa? Bukankah dia tadi bilang mau bertemu dengan temannya?

Tunggu. Barry bekerja di sana. Justin pasti bertemu dengannya. Untuk apa? Apa dia mau bertengkar dengan Justin? Bagaimana kalau sampai Barry dipukul Justin?

Pikiranku menjadi sangat kacau. Kulempar handphone itu ke sofa dan aku langsung memesan uber. Semoga saja aku punya waktu untuk melerai mereka.

-

Aku berlari dengan sekuat tenaga setelah aku sampai di LAPD. Kunaiki anak tangga dengan ceoat namun hati-hati karena aku memakai sepatu ber hak tinggi.

"Barry! Justin!" Kubanting pintu ruangan Barry dan kulihat Justin sedang berjabat tangan dengannya.

Lalu mereka berdua menatapmu dengan heran.

**********

End of part 49

I am Your Love SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang