Hari kedua di Hawaii pun kembali dimulai. Semua kegiatan kami direkam oleh kru Justin. Sebenarnya ini terasa sedikit menyebalkan. Namun apa daya.
Aku dan Justin berjalan lagi dipantai. Tentu saja dibelakang kami ada kameramen walaupuj jaraknya cukup jauh. Mereka tidak bisa mendengar percakapan kami.
"Bagaimana kabar Barry?" Justin membuka percakapan.
"Entahlah, dari kemarin dia tidak mengangkat teleponku." Aku hanya tersenyum pasrah.
"Kau ... tidak berhubungan lagi dengannya? Kubaca di internet dia dekat dengan orang lain." Kugigit ujung bibirku takut dia akan marah.
"Haha ...," dia tertawa sejenak. "She's not mine anymore dan aku tidak peduli lagi tentangnya. Aku hanya peduli padamu, Bar."
Dia menatapku sangat dalam. Aku benar-benar hanyut sekarang. Namun aku mengalihkan pandanganku kembali.
Aku seperti berada di ujung tebing. Dan aku harus memilih antara selamat dengan Barry atau mati dengan Justin.
Aku menggenggam tangan Justin erat. Sangat erat.
"Kau mau tidak berfoto disana?" Kutunjuk sebuah bongkahan batu besar atau apalah itu. Tapi disitu terlihat sangat bagus.
"I'd love to." Kamipun langsung bergegas disana.
"Done." Kumasukkan handphoneku kesaku."Kau tidak mau difoto?" Tawar Justin. Aku hanya menggeleng pelan dan berjalan menjauhi tempat tadi.
Aku terlalu terbawa suasana ini. Sampai aku lupa ada kamera yang mengikuti kami.
"Ayo kita bermain di pinggir pantai," teriaknya ke kru yang ikut. Dia langsung mengganti kaos dan celananya menjadi celana pendek.
Aku menolak ajakannya dan duduk di kursi. Kulihat dia sangat bahagia sekali.
Dia memakai topi dan bunga yang diberikan oleh seorang penggemar, mungkin?
Kufoto lagi dia secara diam-diam. Dia sibuk sendiri dengan kegiatannya.Dan akupun langsung teringat Barry. Sedang apa dia sekarang?
Kucoba untuk menelepon dia.
Tidak diangkat. Pesan-pesan dariku juga tidak ada balasan.
"Bara! Come here!" Justin melambai-lambaikan tangannya kearahku. Dengan malas kudatangi dia.
"Hey beauty." Tangannya langsung merangkulku. Aku hanya tersenyum tipis.
"Saara, what happen?" Dia melepas rangkulannya lalu menggenggam kedua tangannku.
Aku mencoba menahan air mataku dan menggeleng. Lalu dia menarik tanganku dan menjauh dari kerumunan.
"Tell me what happen." Mata kami saling beradu hebat. Aku tidak bisa menahan lagi air mataku dan akhirnya tumpah.
Kupeluk Justin dan aku menangis dipelukannya. Dia mengelus rambutku pelan.
"He ... he didn't answer all my calls," isakku.
Aku melepas pelukan dan Justin menyentuh wajahku dengan kedua tangannya.
"I promise you, you both gonna be alright, okay?"
Aku mengangguk pelan dan dia mencium ujung keningku.
"Ayo sekarang kita kembali ke villa." Kami berdua berjalan kembali menuju villa dan meninggalkan kru yang masih sibuk di pantai.
Setelah sampai, Justin masuk ke kamarnya untuk mandi sejenak.
Akupun menuju kamarku dan mengganti pakaianku. Lalu aku berjalan ke kolam renang yang dangkal dan berendam disana.
Aku sangat berharap dulu Justin akan menjadi pacarku. Lalu dia membuangku dan malah pacaran dengan Selena. Bodohnya aku mencoba bunuh diri dulu.
Aku sangat beruntung bisa bertemu dengan Barry. Dia benar-benar penyelamat hidupku. Dia membuatku lupa akan Justin.
Sampai akhirnya Justin datang lagi kedalah hidupku yang baru kubangun bersama Barry. Rasanya sulit sekali untuk berkata aku tidak menyukai Justin lagi.
Dia benar-benar mencuri hatiku lagi. Namun bagaimana dengan Barry? Aku tidak mau berpisah dengannya. Aku sayang padanya.
Aku tidak bisa memilih diantara mereka. 2 orang yang sangat berarti dihidupku.
"Hi." Justin datang dan duduk di pinggir kolam dengan membawa gitar.
"Kau mau menyanyikan lagu apa untukku?" Tanyaku senang.
Justin mulai memetik senar gitar tanpa menjawab pertanyaanku.
"If I was your boyfriend, I’d never let you go ...
I can take you places you ain't never been before
Baby, take a chance or you’ll never ever know
I got money in my hands that I’d really like to blow on you
Chillin' by the fire while we eatin’ fondue
I don't know about me but I know about you
So say hello to falsetto in three, two, swag ..."Aku hanya bisa tersenyum mendengarnya bernyanyi. Seolah-olah lagu itu untuk aku.
"I’d like to be everything you want
Hey girl, let me talk to you
If I was your boyfriend, never let you go
Keep you on my arm girl, you’d never be alone
I can be a gentleman, anything you want
If I was your boyfriend, I’d never let you go."Dia tidak akan melepaskanku kalau dia adalah pacarku. Haha ... aku tertawa dalam hatiku. Pantas saja kau mencampakkanku dulu. Aku bukan pacarmu.
"So give me a chance, ‘cause you’re all I need girl
Spend a week with your boy I’ll be calling you my girlfriend ...
If i was yo-""Well we spent time together more than one week, but you still didn't call me your girlfriend."
"Bar about that ..." Dia langsung berhenti bermain gitar.
"Kau tidak usah menjelaskan apapun," balasku mencoba untuk mencairkan suasana. "I have someone who could be called 'my boyfriend'."
"I am really sorry Bara. This is really complicated."
"Do you love me?" Tanyaku dengan berani. Yang pasti sesungguhnya aku sangat takut.
* * * * *
End of part 33!!! Mudah2an kalian suka dan jangan lupa beri vote
KAMU SEDANG MEMBACA
I am Your Love Song
Fiksi PenggemarThe Season 2 (sequel) of "You're a Song To Me" Saara living her new lifes and found someone who stole her heart. How about Justin? Let's find out! [Saara menjalani kehidupan barunya dan menemukan seseorang yang mencuri hatinya. Bagaimana dengan Just...