9. Sahabat

744 33 1
                                    

"Kehidupan itu tenang. Seperti air mengalir. Jika kita ikuti alirannya, pasti kita akan menjumpai keindahan di setiap muaranya."

____________________________________

'Kenapa? Kenapa? Kenapa?'

Pikiran Ticha masih berkata kata. Air mata mulai memenuhi kelopak matanya. Tapi ia tahan.

Semua mata masih tertuju pada cowok bertubuh tinggi itu. Semua memberikan tatapan bahagia pada dia. Tetapi, berbeda dengan tatapan Ticha. Matanya terlihat sangat merah karena menahan tangisnya.

Pandangan cowok itu terus menatap Ticha. Seolah ingin menghentikan air mata yang ingin keluar dari matanya.

"Selamat datang! Brother...!" ucap Gashel sambil memeluk tubuh Rivan dari sambing.

"Ini nih! Cowok yang pengen masuk di tim karate kita!" seru Gashel kepada seluruh anggotanya.

Mendengar ucapan Gashel yang ceria, Rivan segera membalas ucapannya.

"Ya, makasih ya semua," tutur Rivan.

Ticha segera mengusap air mata yang mulai membasahi pipinya. Ia segera berpamitan kepada Gashel.

"Shel, gue keluar dulu ya, soalnya habis ini gue ulangan matematika. Gue belum belajar." Ucap Ticha.

Sebenarnya ia tidak ada ulangan apapun. Tapi, hanya dengan cara itulah ia bisa keluar dari ruangan karate ini.

"Oh, ok! tapi besok-besok kalo gue ulangan, kasih tau apa aja yang keluar ya?" goda Gashel. Ticha hanya membalas senyuman lebarnya.

"Sorry ya Shel?" sambung Ticha

"Gpp kog," ucap Gashel datar.

Ticha segera berjalan menjauh dari ruang karate itu. Ia langsung masuk ke kelas. karena istirahat hanya menyisakan waktu sepuluh menit.

Ticha masuk kelas berbarengan dengan Allea serta Ziva yang baru dari kantin.

"Eh Cha, mata lo kog sembab gitu?"  intro Ziva.

"Masa sih?" tanya Ticha balik.

"Udalah Cha, gue tahu kog. Lo itu habis nangis. jangan bohong, nanti dosa loh," ancam Allea.
Ticha langsung duduk dibangkunya. Allea dan Ziva pun ikut duduk dengan menghadap Ticha.

Pikiran Ziva entah dapat ide darimana. Dia dapat menghibur Ticha dengan nyanyian kesukaannya.

"Tenanglah kawan.., aku disini.., akan slalu disini hingga ku mati.., jangan bersedih.., tersenyum... lah.., hapus air ma... tamu, dan genggam tangan... ku..."
Sontak Ticha langsung tertawa terbahak-bahak mendengar suara Ziva yang super cempreng.

Allea yang tadinya minum, langsung tersedak dan terbatuk batuk mendengar guyonan dari temannya itu.

"Hhh...!" tawa mereka bertiga pun terdengar sampai di ruangan sebelah.

"Eh. Shutttt!" ucap Ticha sambil mendekatkan ujung jarinya kearah bibirnya.

"Cie... udah bisa tawa nih ye...?" goda Ziva. Ticha hanya bisa menahan senyum di bibirnya.

"Tadi cemberut ditanyain. Sekarang tertawa digodain!" gerutu Ticha.

"Terserah gue lah. Mau apa aja. Mulut juga mulut gue." Jawab Ziva ketus.
"Udah-udah deh. Sekarang kita to the point aja. Lo kenapa bisa nangis tadi?" tutur Allea secara cepat.

Ziva yang semula sibuk dengan handphone nya, langsung menghadap antusias kearah Ticha.

"Tapi kalian jangan bilang siapa-siapa ya? Kan cuman kalian yang tahu hal itu sama hal ini?" jawab Ticha dengan menghadap wajah temannya itu secara bergantian.

360 Derajat [Completed] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang