" Cukup dengan perhatian rasanya aku ingin melayang. Bersama rembulan menemani sang bintang. "
______________________________________
Pagi ini Ticha sangat semangat menuju ke SMA Jaya Bakti. Ia tak sabar menceritakan kejadian tadi malam dengan Allea, Aulia serta Ziva.
Ia memilih berangkat diantar Ayah nya daripada bersama Agatha. Ia masih merindukan sosok disampingnya kali ini."em.. Cha?"
"i–iya pa? " tanyanya terbata karena terkejut.
"kamu sama Rivan gimana? "
"Apanya yang gimana? "
"Kalian masih pacaran kan? "
Ticha diam. Pertanyaan tadi seakan menyudutkannya disini. Ia mendadak menjadi gerogi. Ia memilih untuk menatap sekitar melalui kaca mobil yang ia tumpangi. Farhan hanya tersenyum simpul melihat tingkah putrinya. Karena sebenarnya ia tahu bahwa putrinya tersebut dengan Rivan sudah putus. Tapi sepertinya masih ada harapan untuk balikan. Itu pemikiran Farhan.
Lampu merah. Hal yang paling tidak Ticha sukai. Satu menit berhenti membuat setiap satu detiknya sia sia. Ia sekarang lebih menghargai waktu walaupun itu satu detik. Karena apa yang kita lalui satu detik ini, akan menjadi kenangan di masa depan. Dan masa ini tidak akan bisa diulang sedetikpun. Matanya menerawang keluar kaca mobilnya. Percakapan tadi tidak berlanjut. Ia memilih diam daripada menimpali dan akhirnya salah bicara.
"itu bukannya Rivan? "
Tangan Ayahnya yang menunjuk seseorang dengan sepeda ninja disamping mobilnya diikuti Ticha. Padahal Rivan menggunakan helm full face nya. Tetapi kenapa Farhan bisa langsung mengenalinya. Farhan membuka kaca mobilnya yang tepat berada di samping Rivan.
Teriakan Farhan membuat Rivan mencari sumber suara dan menemukan Farhan serta Ticha didalamnya.
Rivan membuka kaca helm nya. Menampakkan batang hidungnya."kamu bisa nggak Om repotin sebentar? "
Ucapan Farhan membuat Ticha ketakutan. Ia takut Ayah nya akan menyuruh Rivan melakukan yang membuatnya mati kutu. Dan benar. Farhan menyuruh Rivan untuk mengantar Ticha kesekolah. Dengan alasan ia ada meeting pagi pagi ini. Dan rupanya, permohonan Ticha gagal. Doanya tidak dikabulkan. Rivan menerima dengan senang hati. Sepuluh detik terakhir, Farhan menyuruh Ticha untuk turun dan boncengan dengan Rivan. Mau tak mau akhirnya Ticha mengalah. Toh kalau Ayah nya memang benar ada meeting kan nanti bermasalah.Lampu hijau menyala. Ticha sudah naik di belakang jok motor Rivan. Farhan meng—klakson mereka setelah itu melaju mendahului mereka. Ticha berpegangan tas ransel Rivan yang melekat di punggung Rivan. Terlihat canggung memang. Sebab selama dia berpacaran dengan Rivan dahulu baru kali ini dia dibonceng olehnya. Anehnya, ketika dulu dia dibonceng Velix, ia tak merasa canggung seperti ini. Tapi itu dulu.
Selama perjalanan tidak ada yang bersuara. Rivan yang membawa motornya menurut Ticha pelan hanya sesekali meliriknya dari kaca spion dan itu membuatnya salah tingkah. Lalu menghadap sekitar untuk mengurangi kegugupan nya. Padahal tadi malam mereka bertemu dan tidak canggung seperti ini. Entah kenapa pagi ini hati Ticha serasa sensitif.
Akhirnya sampai juga di SMA Jaya Bakti. Rivan memarkirkan motornya tepat disamping motor sahabat sahabatnya. Ticha buru buru turun dan langsung berjalan meninggalkan Rivan."Cha! "
Mendengar teriakan Rivan, Ticha berhenti dan berbalik. Didapatinya senyuman Rivan dan berjalan kearahnya. Tangannya langsung melepas helm yang sedari tadi masih menempel di kepala Ticha. Ticha malu bukan kepalang. Sebeginikah efek dari boncengan dengan Rivan? Mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
360 Derajat [Completed] ✔️
Teen Fiction"Percayalah, berhentinya putaran itu karena elo." Kata orang, cinta itu seperti matahari. Tenggelam di satu tempat, terbit ditempat yang lain. Tapi bagi Rivan Aditya Putra, kalimat itu sama sekali tidak berlaku buat mantan satu-satunya yang bernama...