Mr. Dangerous ✔ (New Version)

Part 2

'*•.¸♡ ♡¸.•*'
✶﹒❀﹒✷﹒✸﹒

"Kamu sudah bertemu dengan Cathrine?"

Ah, makan bersama anggota keluarga memang tidak selalu menyenangkan, apalagi di saat makan seperti ini selalu ada saja hal yang dibahas dan itu membuat Marius sesungguhnya malas bergabung dengan mereka—anggota keluarga yang berada di kediaman utama. Di meja makan yang terhampar panjang dengan hiasan lampu-lampu chandelier ini, terdapat lima kursi yang terisi termasuk Marius. Sisanya dibiarkan kosong dan posisi duduk mereka tak pernah berubah. Kursi utama yang berada di ujung meja makan ditempati oleh Adrian Kneiling, pria berambut putih dan wajah keriput termakan usia namun masih tetap terlihat berkharisma. Di sisi kanan Adrian ada Marius yang duduk seorang diri dengan sisa kursi kosong di sebelahnya yang seharusnya itu milik Grace—ibunya. Dalam setahun, bisa dihitung berapa kali wanita itu duduk di kursi makannya dan terlihat di Mansion—yang mana artinya Grace sangat jarang berada di rumah sebab ia sibuk mengurusi bisnis keluarganya. Sementara di sisi kiri ada Sawyer, anak kedua sekaligus paman dari Marius. Sebelah Sawyer adalah Sabine istri Sawyer dan tepat setelah Sabine, dia adalah Jace, anak laki-laki tunggal Sawyer, sepupu Marius, cucu paling muda Adrian alias orang yang bisa kapan saja menggeser kedudukan Marius sebagai pewaris kerajaan bisnis Adrian.

Oh hampir saja melupakan pertanyaan Adrian karena terlalu sibuk menjelaskan silsilah keluarga kaya itu. Dia bertanya soal Cathrine? Wanita yang berencana dijodohkan dengan Marius? Tentu saja belum. Jika sudah, Marius pasti tak akan berakhir di kamar hotel sialan bersama wanita asing itu. Semalam ia juga memang sengaja sih tidak menemui Cathrine dan memilih bertemu Damian, sahabatnya.

Astaga, Damian. Benar. Anak itu. Marius harus segera bertemu dengannya untuk membahas soal semalam.

"Belum. Aku ada meeting mendadak, bukankah Pedro sudah bilang kepada kakek?" Marius melirik Adrian sekilas.

"Pedro? Dia lebih patuh terhadapmu dari pada aku. Tentu dia tidak akan melapor semuanya begitu saja."

Marius menusuk turkey sausage di piringnya lalu melahapnya. "Benarkah?"

"Ayah tidak perlu repot-repot merancang perjodohan untuk orang yang tidak mau. Jika itu Jace, dia pasti akan mendengar dan menuruti kakek. Bukan begitu Jace?" Sawyer tersenyum pada anaknya. Paman Marius itu, walau terlihat baik tapi sesungguhnya dia licik dan siap menyingkirkan posisi Marius untuk anaknya. Yah perang dingin seperti ini di dalam keluarga kaya raya pasti sudah biasa, apalagi mereka yang tak cukup hanya dengan satu mukanya.

"Ya sudah, kalau begitu untuk Jace saja," timpal Marius seraya menyisihkan scrambel egg di tepi piring sebab ia sudah kenyang oleh percakapan-percakapan keluarganya. "Aku sudah kenyang." Marius menyeka sudut bibirnya dengan napkin lalu beranjak tanpa menunggu respon mereka, melewati pelayan berseragam yang selalu berdiri siaga di belakangnya.

Di Mansion yang sangat besar ini, sebenarnya hanya Adrian dan Marius yang menempatinya, sementara Sawyer dan keluarganya memiliki kediaman sendiri yang masih berada di lokasi yang sama, tinggal menaiki golf car lalu sampai. Hanya saja, Adrian si kakek tua itu selalu ingin ditemani setiap waktu makan. Maka di sinilah semua orang berkumpul. Selain itu, walau satu tempat dan satu rumah, mereka bisa saja tak saling melihat atau bertemu sebab terlalu luasnya kediaman keluarga Kneiling.

⎯⎯ ୨ ୧ ⎯⎯

Kembali ke kehidupan normal Marius—tapi sebenarnya, normal untuk Marius belum tentu normal untuk orang lain. Sebab ia harus bangun pagi buta, memulai hari dengan mengecek schedule pekerjaan dan bisa terjaga hingga dini hari karena pekerjaan. Kekurangan waktu tidur itu bukan hal yang baru untuk Marius. Ia sudah biasa terjaga hingga larut malam hanya karena pekerjaan. Jika ada yang bilang hidup Marius menyenangkan, Marius yakin kalau orang tersebut tukar posisi dengannya, bertahan satu hari saja itu sudah sangat bagus.