[08] Dilema

3.9K 701 34
                                    

"Langit kamu nggak apa-apa?" Nafwa berbisik pelan sambil menatap pacarnya khawatir.

Entah ini hanya perasaan Nafwa doang atau Langit memang sedang ada masalah, karena sudah beberapa kali Nafwa menangkap basah Langit yang sedang melamun.

"Nggak apa-apa kok Naf," jawab Langit sambil mengulas senyum tipis.

"Omong-omong Nak Langit udah ada rencana mau ngelanjutin kuliah dimana dan mau ambil jurusan apa?" Papanya Nafwa bertanya dengan nada ramah. Setelah itu dia kembali menelan makanan dala mulutnya.

Ketimbang Mamanya, Papa Nafwa memang terlihat lebih welcome pada Langit.

"Belum Om, tapi kalau jurusan saya pengennya ambil hubungan internasional." Langit berusaha menjaga fokusnya agar tidak kembali terlarut dalam lamunan.

"Kamu nggak pernah bilang pengen masuk HI," ujar Nafwa yang baru pertama kalinya mendengar Langit membicarakan tentang rencana Langit untuk kuliah nanti.

"Kamunya sendiri nggak pernah nanya." Papanya Nafwa terkekeh geli melihat tingkah anaknya yang kini sudah memasang wajah cemberut.

"Tadinya Om khawatir ngebiarin Nafwa tinggal sendirian, tapi setelah ngeliat kamu Om jadi yakin kalau Nafwa akan baik-baik aja. Dari penilaian Om kamu keliatan cowok yang baik dan bisa ngejaga anak Om." Langit tersenyum canggung mendengar pujian langsung dari Papanya Nafwa.

"Nafwa kan udah pernah bilang Papa nggak usah khawatir. Terus kalau soal Langit, Papa seratus persen bener. Langit anaknya baik kok walaupun kadang suka nyebelin dan sering berantem sama temen Nafwa," adu Nafwa. Papanya terkekeh lagi.

"Naf malam ini Papa sama Mama nginep di tempat kamu ya?" Mamanya Nafwa kembali buka suara setelah terdiam cukup lama. Dari gelagatnya dia seperti sudah tidak betah berlama-lama diam di sana.

"Iya Ma, nginep aja lagian Nafwa masih kangen sama Mama sama Papa."

"Yaudah yuk pulang sekarang aja biar nggak kemaleman." Ucapan mama Nafwa membuat ketiga orang lainnya melongo untuk beberapa saat.

"Nanti aja Ma, orang kita baru nyampe masa udah mau pulang lagi." Papanya Nafwa memandang istrinya heran.

"Mama capek Pa, pengen istirahat." Mamanya Nafwa sama sekali tidak peduli dengan Langit dia juga tidak repot-repot untuk menyembunyikan rasa kurang sukanya terhadap cowok itu.

"Mama ini kebiasaan deh!" Papa Nafwa akhirnya mengalah. Kalaupun dia memilih untuk berdebat ujung-ujungnya juga dia akan kalah.

"Lang sori ya, aku mau balik sekarang aja kayanya. Kasian mama aku!" ucap Nafwa dengan nada suaranya yang terdengar menyesal. Tatapannya pun mengisyaratkan permintaan maaf.

"Iya nggak apa-apa Naf." Langit berusaha tersenyum ramah, walau dalam hati dia merasa sedikit dongkol. Pertemuan kali ini benar-benar hanya seputar perkenalan antara dirinya dengan orang tua Nafwa saja.

"Nak Langit Om pamit ya, lain kali kita ngobrol lagi kalau Om ada waktu luang."

"Iya Om." Langit mengangguk sopan.

"Om cuma pesan sama kamu tolong jaga Nafwa, dia itu manja banget jadi Om belum leluasa ngebiarin dia tinggal sendiri."

"Papa!" Nafwa tak terima dirinya dibilang manja di depan Langit.

Mamanya Nafwa langsung mengamit lengan suaminya pertanda kalau mereka harus segera pergi dari sana.

"Kita duluan ya Lang!"

"Hati-hati Naf, Om, Tente." Nafwa langsung melambaikan sebelah tangannya ke arah Langit.

"Sampai ketemu hari senin."

Aozora [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang