Hidup Azura akhir-akhir terasa menyenangkan dan sangat baik-baik saja. Semuanya berjalan dengan lancar. Dari mulai pengumuman kelulusan sekolah walau ia tidak masuk ke dalam ranking 10 besar di angkatannya dan pengumuman SNMPTN yang menyatakan bahwa Azura diterima di salah satu universitas negeri di daerah Yogyakarta.
Kalau bisa Azura ingin hidupnya terus seperti ini.
Alya dan Kalan juga tidak rewel lagi ingin bertemu dengan Langit. Semua ini tidak lepas dari campur tangan seorang Kim Dion.
Lelaki itu benar-benar memiliki pengaruh besar dalam hidup Azura. Tidak hanya sekadar memberinya kenangan kisah romantisme anak SMA, tapi dia membantu Azura untuk sampai ke titik ini.
Disaat semua teman-temannya pergi hanya karena satu kejadian tidak menyenangkan dan keluarga yang tidak bisa diharapkan, Dion selalu ada di sana. Entah kebaikan apa yang sudah ia perbuat sampai ia dipertemukan dengan lelaki seperti Dion.
Namun kembali lagi pada fakta bahwa Azura hanyalah manusia seperti yang lain. Sifat dasar manusia adalah bahwa ia tidak pernah puas dengan apa yang sudah dimiliki.
Bukannya tidak ingin bersyukur, hanya saja semuanya tidak lagi sama. Perasaannya pada Dion tidak sebesar dulu. Sekuat apapun ia mencoba meyakinkan dirinya, selalu saja ada yang mengganjal.
Ia merasa tidak pantas berada di sisi Dion. Dion terlalu baik untuknya.
Klasik? Memang, tapi itulah kenyataannya.
Azura tentu masih mencintai Dion, namun ada bagian dari dirinya yang merasa kehilangan. Kehilangan seseorang yang seharusnya Azura lupakan kehadirannya.
Langit Saveri.
Ia baru menyadari perasaannya setelah pertemuan tak sengajanya dengan Langit saat ia mengikuti Dion beberapa waktu lalu.
Sejujurnya hari itu mereka mengobrol cukup lama. Bermula dari Langit yang menceritakan tentang Dion yang membantunya bertemu dengan Kalan dan Alya sampai membahas hal lain yang sejujurnya selalu ingin Azura hindari.
Yaitu tentang perasaan mereka.
"Untuk hari ini aja gue mau ngelanggar," ucap Langit waktu itu sambil menatap ke dalam dua bola mata Azura.
"Mungkin ini kesempatan terakhir gue buat bilang, kalau sejujurnya gue pernah berharap sama lo Ra. Lo mungkin gak percaya, tapi semenjak lo pindah ke samping apartemen gue dan kita sering ngabisin waktu bareng, gue ngerasain sesuatu yang gak seharusnya gue rasain. Gue gak bisa bilang ini cinta, karena di sisi lain gue juga masih sayang sama Nafwa waktu itu."
Azura melotot. Mulutnya terbuka sedikit karena kaget.
Ia tak menyangka akan mendengar hal semacam itu dari Langit mengingat hubungan mereka sebelum kedatangan Kalan dan Alya tidak begitu baik, tapi ada bagian dari dirinya yang merasa lega. Karena seperkian persen Azura juga merasakan hal yang sama.
Ia merasa terbiasa dengan kehadiran Langit, tapi sama seperti yang Langit bilang, ini bukan cinta. Atau mungkin waktu itu masih menjadi benih, tapi Azura tidak mau mengakuinya.
"Kalau sekarang?" Entah apa yang ada dipikiran Azura saat itu hinga berani menanyakan hal yang sedikit lancang.
Memangnya siapa Azura?
Namun diluar dugaan, Langit tetap menjawabnya.
"Gue masih sayang sama Nafwa." Azura mengangguk paham. Menerima jawaban Langit mentah-mentah tanpa mau tahu apa sayang yang dimaksud Langit waktu itu sama seperti dulu saat mereka masih berpacaran atau sayang karena pernah memiliki hubungan yang spesial.
Yang jelas percakapan itu menjadi penutup pertemuan mereka.
Dan Azura masih ingat kalimat terakhir yang Langit katakan. "Mulai hari ini kita bakal ada di jalan yang berbeda. Mungkin kita bakal saling melupakan, mungkin juga suatu hari nanti kita ketemu di persimpangan ... karena jalan gak selalu lurus." Tawa Langit kala itu bahkan masih Azura ingat dengan jelas.
"Gue seneng ngeliat lo baik-baik aja dan semoga lo selalu baik-baik aja, dan juga hubungan lo sama Dion semoga langgeng. Dia cowok yang baik dan lo tau itu lebih dari siapapun. Gue berdoa buat kebahagiaan kalian."
Untuk pertama kalinya Azura melihat Langit seserius dan setulus itu, tapi ia benci kenapa harus melihat ketulusannya di situasi seperti ini.
Karenanya yang Azura katakan waktu itu adalah "Lo apaan sih udah kaya ngedoain pengantin baru aja." Langit hanya tersenyum.
Senyum terbaik Langit yang pernah Azura lihat selama mengenalnya. Dan juga senyum yang perlahan meruntuhkan semua pertahanan Azura.
Kalau Azura sedang melamun begini tiba-tiba ia pasti akan teringat dengan Langit. Cowok itu seolah menjelma menjadi hantu dan merecoki pikiran Azura terus menerus. Dan Azura benci itu.
Jelas ia sudah mengambil keputusan. Langit juga sudah benar-benar lepas dari kehidupannya, tapi kenapa hatinya tidak rela?
Azura mengelengkan kepalanya beberapa kali dan kaget saat mendapat tepukan ringan di bahunya.
"Ra kamu kenapa?" Dion bertanya heran melihat tingkah Azura.
Cewek itu mengerjap bingung. Ia melihat sekeliling dan sadar kalau mereka sudah sampai di sekolah.
"Eh kita udah sampai ya?" tanyanya sedikit linglung.
Ternyata daritadi Azura melamun.
"Iya, yuk turun," ujar Dion yang malam itu memilih untuk membawa mobil kakaknya daripada membawa motor yang biasa ia pakai. Katanya gak tega takut riasan Azura rusak kalau pake motor.
Dengan tangan yang bergandengan mesra, mereka berdua memasuki aula yang kini sudah didekor sedemikian rupa khusus untuk malam ini.
Ucapan selamat bertebaran dimana-mana. Ia juga melihat beberapa adik kelas yang datang menjadi pasangan teman-teman seangkatan Azura.
"Azura yaampun cantik banget!" Suara Yani menyambutnya riang. Ia memeluk Azura dan mengucapkan selamat atas kelulusannya.
"Ciee bentar lagi jadi orang jawa nih," kata cewek itu sambil tersenyum lebar. "Doain gue ya semoga SBM gue lolos."
Azura tertawa melihat Yani yang begitu semangat. "Iya iya semoga lo keterima di universitas yang lo pengen." Setelahnya Yani menjawab amin dengan sangat keras sampai membuat beberapa orang melirik ke arahnya.
"Lo juga semoga keterima ya Yon, btw gue sampe sekarang gak percaya lo gak keterima SNM padahal lo ranking 5 seangkatan, prestasi lo juga banyak."
"Belum rezekinya." Dion menjawab dengan bijak.
"Iya juga sih. Yaudah gue ke sana dulu deh mau nyari si Yoga." Dion dan Azura kompak mengangguk.
"Tuh kan Yon, yang lain juga gak percaya tau kamu gak lolos SNM," kata Azura.
"Ya mau gimana lagi kenyataannya kan emang gak lolos." Azura cemberut. Dion jadi gemas melihatnya. "Udah kamu gak usah ngerasa bersalah, aku janji SBM pasti lolos. Kita pasti bakal kuliah di kampus yang sama," kata Dion menenangkan. Ia kemudian membawa Azura ke tempat teman-teman sekelasnya berkumpul.
Tidak ada yang tahu kalau Dion sebenarnya berbohong.
Karena kenyataannya cowok itu sudah terdaftar di salah satu PTN bergengsi di kota Bandung. Dia merahasiakannya dari semua orang, kecuali keluarganya.
Karena Dion tidak akan pernah mendaftar diuniversitas yang sama dengan Azura.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aozora [END]
Teen FictionApa yang akan kau lakukan jika tiba-tiba ada dua anak kecil yang mengaku sebagai anakmu di masa depan? Terkejut? Tentu saja kau akan terkejut. Begitu pun dengan Azura yang tak pernah menyangka genre dalam hidupnya akan bertambah. Terlebih laki-laki...