[37] Rahasia

1.7K 346 28
                                    

"Alya sama Kalan makannya sama Kak Lintang aja ya?" Lintang dengan cepat membaca situasi. Ia membiarkan Langit, Azura dan Dion menyelesaikan masalahnya dulu.

Dengan langkah tertatih, Lintang langsung membawa Alya dan Kalan keluar dari apartemennya. Beruntung kedua bocah itu tidak menolak.

Sekarang hanya tinggal mereka bertiga yang duduk canggung. Langit dan Azura panik sekaligus bingung harus mulai menjelaskannya darimana, sementara Dion masih setia menanti penjelasan mereka.

"Dion maafin aku," gumam Azura sambil menundukkan kepalanya. Ia jelas tak berani untuk menatap langsung ke arah Dion.

"Aku gak akan ngerti kalau kamu cuma minta maaf Ra, jelasin ke aku ada apa ini sebenernya?" kata Dion menuntut.

Ia tak seperti Nafwa yang langsung marah dan menghakimi. Ia mencoba untuk berpikir dewasa dan memberi mereka kesempatan untuk menjelaskan.

"Aku udah boongin kamu." Dion menatap Azura. Meminta gadis itu untuk menjelaskan lebih, tapi yang dilakukan Azura hanya diam membisu.

"Azura aku gak akan marah karena udah mergokin kamu di sini. Aku cuma mau kamu jujur sama aku. Tentang alasan kamu di sini, tentang identitas Kalan dan Alya yang sebenernya, juga tentang hubungan kamu sama Langit."

Azura masih bungkam. Begitupun dengan Langit.

"Aku tau kamu pasti punya alasan, makanya sekarang aku mau denger alasan kamu. Aku gak mau ngehakimi kamu dulu dan ngebiarin aku berpikiran yang buruk tentang kamu."

Secara perlahan Azura memberanikan dirinya untuk menatap Dion. "Aku sebenernya gak pernah pindah ke rumah orang tuaku Yon, tapi aku pindah ke sini. Aku nyewa apartemen di depan apartemen Langit," cicitnya.

Dion terkejut. Tentu saja ia sama sekali tidak pernah berpikir sampai situ. Sekilas perkataan Nafwa tadi siang terbayang di benaknya.

Tentang Azura yang diam-diam selalu mengunjungi apartemen Langit.

"Aku bakal jelasin semuanya ke kamu, asal kamu janji satu hal." Dion menangkap sorot mata Azura yang terlihat putus asa. "Tolong percaya sama aku."

Seolah tersihir, Dion hanya mengangguk begitu saja.

Dan mengalirlah semua rahasia Azura selama ini. Berawal dari kedatangan Kalan dan Alya yang entah darimana dan mengaku-ngaku sebagai anaknya. Lalu tentang masalah keluarganya juga kedatangan Andri yang tiba-tiba hingga membuat Azura terpaksa harus pindah. Dan alasan kenapa Azura pindah ke gedung apartemen yang sama dengan Langit.

Begitu Azura selesai menjelaskan semuanya, Dion masih terdiam. Mencoba untuk mencerna semua ucapan gadis itu.

"Maksud kamu Alya sama Kalan datang dari masa depan?" tanyanya merasa tak yakin.

Azura mengangguk lemah. "Aku tau ini kedengarannya gak masuk akal, tapi kenyataannya emang kaya gitu. Dulu aku juga gak percaya dan hampir depresi mikirinnya."

Sejenak Dion merasa ragu. Apa mungkin hal seperti ini ada dunia nyata?

Azura tidak sedang mengarang bebas bukan?

"Ra ...," Dion menggantungkan ucapannya saat ia tiba-tiba teringat ucapan Andri tadi.

"Gue cuma minta satu hal sama lo. Tolong percaya sama Azura."

"Kenapa dari awal kamu nggak pernah nyeritain soal ini semua sama aku?"

"Aku takut Yon. Aku takut kamu marah dan ninggalin aku." Mata Azura mulai berkaca-kaca.

Namun jauh dalam lubuk hatinya ia merasa sedikit lega. Beban yang selama ini ia pikul seolah lenyap begitu saja. Ternyata berbohong memang sangat melelahkan.

"Kalau mereka emang bener dari masa depan dan bener anak kamu sama Langit itu artinya kita bakal pisah bukan?"

Azura langsung mematung. Pertanyaan Dion seperti pisau yang tiba-tiba menikamnya.

Ia tidak mampu menjawab pertanyaan itu.

Sementara Dion juga tampak kaget dengan ucapannya barusan. Tak menyangka kalimat seperti itu akan keluar dari mulutnya.

"Akan ada hari dimana lo bakal tau semuanya, dan kalau lo udah tau tolong percaya aja sama Azura dan kasih kesempatan buat dia ngejelasin semuanya. Tolong maafin dia juga kalau apa yang dia jelasin mungkin bakal nyakitin lo atau semacamnya." Kata-kata Andri kembali menggema dalam kepalanya.

"Kita masih belum tau Yon, masa depan mungkin bisa berubah. Mungkin juga mereka bohong sama kita. Lo gak usah khawatir, gue gak akan pernah ngerebut Azura dari lo. Gue cukup tau diri Yon, lo jauh lebih baik daripada gue." Langit akhirnya buka suara.

Ia seakan ingin meyakinkan Dion.

"Bukan itu masalahnya Lang, bukannya tadi Azura bilang kalau mereka gagal mempersatukan kalian berarti mereka gak bisa pulang?"

"Itu ... gue juga gak tau. Kita gak tau itu bener apa nggak, tapi kalaupun bener rasanya gue emang gak mungkin bisa sama Azura. Gue gak mau kehilangan orang-orang yang gue sayang lagi. Udah cukup gue kehilangan Nafwa, gue gak mau kehilangan temen baik gue juga."

Saat itu Dion bisa menyadari ketulusan dari ucapan Langit.

"Nafwa tau soal ini?" Azura dan Langit kompak menggeleng.

"Kita gak mau masalah ini kesebar," kata Langit.

"Tapi kalian baru aja ngasih tau ke gue."

"Mungkin memang seharusnya dari awal kita langsung ngasih tau ini semua ke lo Yon. Lagian lo orang yang bisa dipercaya dan untuk suatu alasan gue gak bisa percaya sama Nafwa."

"Kenapa lo bisa seyakin itu sama gue?" tanya Dion.

Langit manatap Dion lama. "Buktinya sekarang lo masih di sini. Lo mau ngedengerin semua penjelasan kita baik-baik, walau penjelasan kita sedikit diluar nalar manusia. Kalau gue jadi lo mungkin gue bakal gak percaya dan milih langsung pergi aja."

Raut wajah Langit terlihat sangat serius. "Tapi lo beda. Gue juga kadang heran kenapa ada orang sejenis lo di dunia ini. Kenapa lo bisa sebijak ini dan kenapa lo bisa sebaik ini? Kenapa lo gak langsung marah waktu ngeliat Azura datang ke apartemen gue."

Azura sangat setuju dengan ucapan Langit. Awalnya ia juga sangat takut kalau Dion akan marah besar padanya seperti yang terjadi pada Nafwa dulu, tapi yang ia lakukan justru duduk tenang sambil mendengarkan penjelasannya.

"Gue gak sebaik yang kalian kira dan kalau boleh jujur gue juga kecewa, gue pengen marah." Azura tercengang mendengarnya, namun ia bisa maklum. Justru aneh kalau Dion tidak merasakan seperti itu. "Tapi gue tadi udah janji sama Azura kalau gue gak akan marah dan bakal percaya sama dia."

Langit diam tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Walau Dion berkata demikian, tetap saja ia tak melunturkan imejnya sebagai orang yang baik.

"Makasih karena kamu udah jujur sama aku Ra, aku tahu ini juga pasti gak mudah buat kamu. Aku udah mutusin buat percaya sama kamu, tapi maaf Ra ... tolong kasih aku waktu buat nerima ini semua."

Azura tidak punya pilihan lain selain menyetujuinya. Lagipula ia tidak berada di posisi untuk memilih.

Dion tidak marah padanya pun merupakan suatu hal yang harus ia syukuri.

"Sekali lagi aku minta maaf Yon," kata Azura benar-benar merasa sangat bersalah.

Dan malam itu Dion mengakhiri obrolan mereka dengan senyum kecil yang tersungging di wajahnya.

Senyum yang sarat akan kekecewaan.

Senyum yang sarat akan kekecewaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aozora [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang