[17] Positive Thinking

3.1K 583 39
                                    

"Naf, kamu pulang sendiri nggak apa-apa kan?" tanya Langit menghampiri meja kekasihnya yang masih terlihat berantakan dengan barang-barang Azura.

"Loh, kamu mau kemana emang?" Nafwa yang sudah selesai merapikam alat tulisnya hanya memandang Langit heran.

"Hari ini aku ada latihan, iya gak Ra?" Merasa terpanggil, Azura segera menoleh cepat dan menjawab singkat. Setelah itu dia kembali fokus memandangi layar ponselnya yang tengah menanpilkam video dance.

"Sama Yani sama Yoga juga kan?"

"Iyalah Naf, kita kan setim. Masa latihannya pisah-pisah."

"Ya, kali aja kamu latihan sama Azura doang." Entah kenapa Nafwa akhir-akhir selalu merasa sensi jika menyinggung Langit dan Azura. Hatinya selalu cemas saat melihat mereka berinteraksi satu sama lain, padahal sebelumnya dia tidak pernah merasakan hal semacam ini.

"Ngapain aku berduaan sama dia? Dih ogah banget." Telinga Azura masih bisa mendengar ucapan Langit dengan jelas, karena itulah dia langsung menoleh dan menatap cowok itu sengit. "Lo kira gue betah berduaan sama lo?"

"Jangan muna deh lo, mana ada cewek yang nggak betah berduaan sama gue," ujar Langit sedikit pongah.

"Kepedean banget lo jadi orang." Biasanya Nafwa tidak suka melihat pertengkaran Azura dan Langit karena sebal dengan tingkah kekanakan mereka, tapi kini justru dia merasa kesal karena cemburu.

Ya, Nafwa cemburu pada Azura tanpa ada alasan yang jelas.

Pernah sekali dia menanyakan hal ini pada Dion dan cowok itu hanya menjawab kalau Nafwa terlalu parno karena menurutnya Azura dan Langit masih terlihat seperti biasa.

"Woy, ayo berangkat!" Suara Yoga dari ambang pintu berhasil melerai perdebatan Azura dan Langit juga menyadarkan Nafwa dari lamunannya.

"Bentar-bentar." Azura segera membereskan barang-barangnya yang masih berserakan di atas meja. Melihat hal itu Langit lantas berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Lo jadi cewek rapian dikit napa Ra," komentar Langit begitu melihat Azura yang hanya sembarangan memasukan barang-barangnya ke dalam tasnya.

"Bodo amat!" Azura tak peduli. Ia lalu menggendong tas sekolahnya dan menarik paksa kantong berukuran sedang yang ia letakan di kolong meja. Isinya hanya beberapa buku paket yang lumayan berat.

"Ribet amat lo!" Tanpa segan Langit merebut kantong itu dari Azura. "Biar gue yang bawain," katanya kemudian.

"Nah, bunglonnya kambuh!" Meski hubungannya dengan Langit sudah agak membaik, namun Azura masih belum bisa memahami sifat Langit yang sering berubah-ubah.

"Naf, aku duluan ya." Langit pamit pada Nafwa yang masih bengong menyaksikan perbincangannya dengan Azura. Perasaannya semakin tidak enak.

"Ehm." Nafwa hanya bergumam pelan. Ingin rasanya dia menahan Langit kali ini, meminta cowok itu untuk mengantarnya pulang seperti biasa, tapi ia tahu itu tak mungkin. Orang-orang pasti akan menganggapnya posesif.

"Dion aku duluan!" Sama halnya dengan Langit, Azura pun pamit pada Dion yang sejak tadi sibuk mendiskusikan sesuatu dengan Hendi.

"Iya Ra, hati-hati!"

"Sip!" Azura mengacungkan kedua jempolnya ke arah Dion.

"Kamu latihan di rumah Yani kan?" Azura mengangguk pelan. "Pulangnya mau aku jemput nggak?"

"Nggak usah Yon, biar gue aja yang nganterin cewek lo!" Mata Nafwa langsung membulat begitu mendengar ucapan Langit barusan.

Apa dia tidak salah dengar?

Aozora [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang