[44] Antagonis

1.5K 291 11
                                    

Tak terasa ujian nasional benar-benar sudah di depan mata. Kurang dari 24 jam lagi hasil belajarnya selama hampir tiga tahun akan di pertaruhkan.

Dion dengan wajah lelahnya terlihat sedang menunggu seseorang di salah satu bangku kafe meski sudah lebih dari setengah jam orang yang ditunggu tak kunjung datang. Cowok itu lantas mengotak-atik ponselnya untuk menghubungi seseorang.

"Gue udah sampe!" kata seseorang yang kini sudah duduk di depan Dion.

Dion tersenyum menyambutnya lalu mematikan ponselnya sebelum meletakan kembali di atas meja.

"Gue kira lo udah balik."

"Gue kan udah bilang kalau gue mau ngomong sesuatu sama lo Naf," kata Dion masih dengan wajah malaikatnya.

"Tentang Azura sama Langit lagi?" tebak cewek itu yang tidak lain adalah Nafwa.

Dion mengangguk pasti.

"Lo pantang menyerah ya?"

"Lo sendiri?" Dion balik bertanya membuat Nafwa terdiam.

"Jadi apa yang mau lo omongin?"

"Lo beneran gak ada niatan buat maafin mereka?" tanpa basa basi Dion langsung mengutarakan maksudnya menemui cewek itu.

Nafwa memutar kedua bola matanya malas. "Gue udah pernah jawab pertanyaan lo yang itu dan berapa kalipun lo nanya jawaban gue tetep sama. Sori aja gue bukan orang yang baik kaya lo!"

"Oke gue bakal nanya lagi untuk yang terakhir kalinya, tapi sebelum lo jawab gue mau lo dengerin dulu semua cerita gue. Mungkin ini bakal kedengeran aneh tapi percaya sama gue Naf, ini nyata!" Wajah Dion berubah serius walau Nafwa hanya menanggapinya dengan malas.

"Fine, gue kasih kesempatan lo buat cerita."

Senyum Dion kembali terbit dan mengalirlah semua cerita tentang rahasia Azura dan Langit. Tentang Kalan Alya, tentang kejadian yang Nafwa anggap perselingkuhan serta tentang keputusan Azura yang akhirnya lebih memilih dirinya ketimbang Langit.

Semua Dion ceritakan tanpa adalagi yang perlu ia sembunyikan.

Ia mungkin tidak seharusnya menceritakan ini, ia tidak memiliki hak untuk mengumbarnya dan Azura mungkin akan marah jika mengetahuinya, tapi Dion tak peduli. Ia harus membereskan semuanya sebelum hari kelulusan. Ia mempunyai tanggung jawab itu.

Setelah Dion selesai dengan ceritanya, Nafwa melongo tak percaya. Jelas saja cerita Azura Langit memang bukan suatu hal yang bisa dinalar oleh akal sehat.

"Ternyata lo ada bakat bikin cerita ya Yon? Kenapa gak nulis novel aja tuh kan lumayan bisa dapet uang buat biaya pengobatan lo. Kayanya lo udah sakit jiwa!" kata Nafwa sarkas. Ia sudah tidak mengerti lagi dengan cowok di depannya.

"Plis Naf percaya sama gue, coba lo pikir-pikir lagi dan kalau perlu lo bisa buktiin sendiri."

"Nyesel gue ke sini. Buang-buang waktu aja tau gak?!" Nafwa berniat pergi, tapi Dion buru-buru mencegahnya.

"Gue gak akan segila itu cuma demi nyari alasan buat ngebela Azura. Kalau pun iya, gue pasti nyari alasan yang lebih masuk akal Naf!"

Nafwa kali ini terdiam. Apa yang dikatakan Dion barusan memang benar. Bagaimanapun Dion bukan cowok sebodoh itu.

Tapi please. Memangnya mesin waktu itu ada ya sampai bisa mengantarkan dua bocah manusia dari masa depan.

"Gue nyerita ini ke lo karena gue gak mau ada salah paham lagi. Gue mau lo tau Naf, gimanapun lo adalah temen Azura sekaligus mantannya Langit jadi lo berhak tau."

Aozora [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang