"Gimana ujian kamu?" tanya Dion menghampiri meja Azura. Cewek itu terlihat lesu.
"Ah gak tau, gak bakal lulus kali aku," ujar Azura sekenanya.
"Hus jangan ngomong sembarangan. Ucapan itu doa loh." Azura cemberut lalu memasukan semua barang-barangnya ke dam tas.
"Abis ini aku traktir deh, kamu boleh makan sepuasnya." Azura yang tadinya terlihat lesu mendadak semangat begitu mendengar ucapan Dion. Ia persis seperti anak kecil yang mau dibelikan mainan baru.
"AYOO!" ujarnya membuat Dion terkekeh pelan.
"Kamu tuh kaya anak kecil kalau gini, jadi gemes aku." Dion mencubit pipi Azura keduanya lantas tertawa.
Tanpa mereka sadari Langit diam-diam memperhatikan mereka. Sesaat ia merasa iri. Baginya Azura Dion itu definisi couple goal banget. Kalau mereka nikah nanti kayanya semua masalah pun bisa diatasi.
Tak mau mengganggu lovey dovey mereka, Langit memutuskan untuk cepat-cepat pulang ketika dirinya tak sengaja berpapasan dengan Nafwa di koridor depan kelas.
Mereka berdua berhenti dengan posisi saling berhadapan membuat suasana menjadi sangat canggung.
Nafwa berdehem pelan kemudian memalingkan wajahnya. Ia mengambil langkah ke kanan agar tidak menghalangi jalan Langit.
"Naf?" panggil Langit membuat Nafwa menoleh kepadanya, namun tidak mengatakan apapun.
"Lo hari ini free gak?" Alis Nafwa terangkat sebelah.
"Boleh ngobrol sebentar?" tanya Langit ragu-ragu. Entah darimana juga ia tiba-tiba mendapat keberanian untuk bicara dengan Nafwa.
Sesaat otaknya mendadak blank hingga ucapan Dion beberapa hari lalu terngiang di otaknya.
"Boleh," jawab Nafwa membuat Langit nyaris tersedak ludahnya sendiri karena terkejut. Ia tidak menyangka Nafwa mau menerima ajakannya.
"Lantai tiga kayanya sepi," kata Nafwa memberi kode dan Langit memahaminya.
"Yaudah kita ngobrol di sana aja."
Mereka berdua lantas berjalan beriringan menunu lantai tiga dan berhenti di ujung koridor. Tepat di dekat tembok pembatas. Dari sana mereka dapat melihat lapangan sepak bola yang berada di belakang sekolah.
Untuk beberapa saat mereka hanya menikmati suasana nyaman siang itu dengan ditemani angin sepoi-sepoi juga langit yang teduh, tidak terik seperti biasa.
Matahari tampaknya sedang bersembunyi di balik awan. Mengintip dua insan yang dulu begitu dekat kini tengah berusaha bertahan ditengah-tengah rasa canggung.
"Maaf Naf." Kalimat pertama yang diucapkan Langit setelah tenggelam dalam keheningan. Ada jeda cukup lama sebelum kalimat selanjutnya ia ucapkan. "Mungkin kamu bosen denger kata-kata ini, tapi aku bener-bener minta maaf atas semua kesalahan aku yang udah bikin kamu sakit hati."
Nafwa terdiam. Ia jelas bisa melihat ketulusan dari ucapan Langit, tapi egonya terlalu tinggi untuk memaafkannya begitu saja.
"Aku gak pernah nyesel kenal sama kamu, karena sejauh ini kamu cewek terbaik yang pernah aku kenal dan juga makasih udah jadi bagian dari cerita masa SMA aku. Sampai kapanpun aku gak akan pernah lupa kalau aku pernah cinta sama kamu dan kita pernah mengisi satu sama lain." Kalau keadaannya masih seperti dulu mungkin Nafwa akan menangis mendengarnya. Ia paling benci kata-kata perpisahan.
"Aku tau gue egois, tapi aku berharap kalau suatu saat kita dipertemukan lagi kamu udah maafin aku dan mungkin kita masih bisa temenan. Atau seenggaknya kamu bisa mengingatku sebagai teman SMA, bukan orang yang pernah nyakitin kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aozora [END]
Teen FictionApa yang akan kau lakukan jika tiba-tiba ada dua anak kecil yang mengaku sebagai anakmu di masa depan? Terkejut? Tentu saja kau akan terkejut. Begitu pun dengan Azura yang tak pernah menyangka genre dalam hidupnya akan bertambah. Terlebih laki-laki...